(IslamToday ID) – Pernyataan Presiden Jokowi tentang keinginannya untuk ‘cawe-cawe’ dalam Pemilhan Presiden (Pilpres) 2024 menimbulkan kekhawatiran sejumlah pihak. Mereka khawatir dengan proses pemilu yang jujur serta kualitas demokrasi di Indonesia yang menurun.
“Saya harus cawe-cawe. Tolong dipahami, ini demi kepentingan nasional. Memilih pemimpin pada 2024 sangat krusial, penting sekali. Harus tepat dan benar!,” kata Jokowi dihadapan para pemimpin media massa di Istana Merdeka, Senin, 29 Mei 2023 dilansir dari katadata, Kamis 9 Juni 2023.
Selain pernyataan terang-terangan Jokowi, ia juga melakukan pertemuan dengan enam ketua umum partai pendukung pemerintah minus Nasdem di Istana Negara pada Selasa (2/5/2023). Menjadikan istana sebagai lokasi pertemuan politik enam ketum parpol jelang Pemilu 2024 itu ramai kritikan.
Lalu bagaimana dengan skor demokrasi di Indonesia saat ini? Berdasarkan rilis dari The Economist Intelligence Unit (EIU) tahun 2022, skor indeks demokrasi RI mengalami penurunan.
Indonesia mendapat skor 6,71 dengan peringkat turun dari 52 ke 54 dari 167 negara. Skor ini dinilai mengalami penurunan jika dibandingkan periode pemerintahan SBY.
EIU mencatat penurunan indeks kebebasan sipil dari skor 7,06 (2010) menjadi 6,18 pada 2022. Penurunan juga terlihat dalam budaya politik dari 5,63 (2010) jadi 4,38 (2022).
Selain itu menurut catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dalam lima tahun terakhir terjadi 965 pelanggaran kebebasan sipil. Kontras juga mencatat penggunaan UU ITE sebagai alat represi.
Sementara itu dilansir dari bbcindonesia (17/2/2021), penggunaan UU ITE sepanjang tahun 2016 sampai tahun 2020, UU ITE dengan pasal karetnya telah menimbulkan tingkat penghukuman atau conviction rate mencapai 96,8% (744 perkara). Hal ini diikuti dengan tingkat pemenjaraan sangat tinggi, mencapai 88% (676 perkara).