(IslamToday ID) – Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika mengecam tindakan brutalitas aparat terhadap Warga Desa Bangkal, Seruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng) pada Sabtu (7/10). Pasalnya tindakan represif aparat ini menambah daftar panjang korban jiwa dalam konflik agraria di Indonesia.
KPA mencatat ada 69 korban jiwa yang meninggal dalam konflik agraria sepanjang pemerintahan dua periode Presiden Jokowi terutama dalam sembilan tahun terakhir (2015-2023). Penanganan pemerintah dengan menerjunkan aparat yang cenderung represif dan intimidatif dinilai mirip dengan penjajahan gaya baru yang dulu dilakukan oleh penjajah kolonial Belanda.
“Pemerintah tidak pernah belajar dari wajah buruk penanganan dan penyelesaian konflik agraria selama 9 tahun terakhir,” ungkap Dewi dalam pers rilisnya pada Ahad, 8 Oktober 2023.
Wajah buruk agraria ini akibat penanganan yang bersifat business as usual, menggunakan cara-cara represif, mobilisasi aparat sebagai beking perusahaan ketimbang bersikap netral. Aparat lupa dan abai dengan fakta sejarah penguasaan tanah oleh korporasi sawit yang memaksa masuk ke wilayah hidup masyarakat termasuk masyarakat Seruyan, Kalteng.
KPA menegaskan sudah seharusnya masyarakat di Seruyan mendapat perlindungan dari negara justru menjadi korban dari PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) milik Keluarga Tjajadi. Mereka memaksa masuk tanpa ada persetujuan dari warga lalu mengklaim sepihak dengan dalih memiliki izin HGU dari pemerintah.
“Inilah penjajahan gaya baru, mirip seperti konsesi-konsesi kebun Belanda memulai operasinya, memasuki wilayah masyarakat tanpa persetujuan dan mengklaim secara sepihak,” tandasnya.
PT HMBP pun menjanjikan untuk memberikan inti-plasma pada tahun 2006 silam. Sayangnya sejak saat itu hal tersebut tidak terrealisasi hingga puncaknya bentrokan aparat pada 16 September 2023 dan 7 Oktober 2023 kemarin.