(IslamToday ID) – Gerakan dedolarisasi semakin masif dilakukan di sejumlah negara di dunia, terutama negara-negara yang berlawanan dengan AS seperti China dan Rusia. Upaya dedolarisasi terbaru salah satunya disepakati oleh China dan Arab Saudi yang bersepakat dalam kerjasama pertukaran mata uang senilai US$ 7 miliar.
China dan Arab Saudi bersepakat untuk melakukan kerjasama selama tiga tahun. Keduanya bersepakat melakukan transaksi sebesar 50 miliar yuan atau setara dengan 26 miliar real.
Kerjasama dedolarisasi kedua negara tersebut terjadi di tengah tren dunia beralih dari greenback (dolar). Arab merupakan negara eksportir minyak terbesar di dunia yang selama ini perdagangan minyak global dilakukan dengan dolar.
Selain belanja minyak, China juga melakukan belanja emas besar-besaran sebagai bagian dari dedolarisasi.
Mengutip Business Insider, berikut sejumlah alasan lain mengapa banyak negara di dunia mempertimbangkan untuk memutus hubungan dengan dolar:
1. Kebijakan moneter AS terlalu berpengaruh di seluruh dunia
AS adalah penerbit mata uang cadangan dunia, yang juga merupakan mata uang dominan dalam sistem perdagangan dan pembayaran internasional.
Akibatnya, AS memiliki pengaruh yang sangat besar pada ekonomi dunia dan sering dinilai terlalu tinggi, lapor lembaga think tank Wilson Center pada bulan Mei.
Posisi ini telah memberi AS apa yang disebut Valéry Giscard d’Estaing, presiden Prancis dari tahun 1974 hingga 1981, sebagai “hak istimewa yang terlalu tinggi”.
Ini juga berarti bahwa negara-negara di seluruh dunia harus mengikuti kebijakan ekonomi dan moneter AS secara ketat untuk menghindari dampak limpahan pada ekonomi mereka.
2. Dolar AS yang kuat menjadi terlalu mahal bagi negara-negara berkembang
Penguatan greenback terhadap sebagian besar mata uang di seluruh dunia membuat impor jauh lebih mahal bagi negara-negara berkembang.
3. Perdagangan global dan permintaan minyak semakin beragam — menempatkan petrodolar dalam risiko
Alasan utama dolar AS menjadi mata uang cadangan dunia adalah bahwa negara-negara Teluk di Timur Tengah menggunakan greenback untuk memperdagangkan minyak — karena itu sudah menjadi mata uang perdagangan yang digunakan secara luas pada saat mereka memperdagangkan minyak.