(IslamToday.id) — Sejak abad ke-11 pada masa pemerintahan Raja Airlangga, dari Kerajaan Kahuripan hingga abad ke-16 pada masa kekuasaan Kerajaan Demak, Tuban dikenal sebagai salah satu kota pelabuhan utama di Pulau Jawa. Puncak kejayaan Tuban sebagai pelabuhan internasional adalah pada abad ke -15, dimana Tuban mengambil peran sebagai pelabuhan transito bagi para pedagang internasional yang masuk melalui jalur Malaka menuju kawasan Maluku ataupun sebaliknya. Pada awalnya, pelabuhan ini bernama pelabuhan Kambang Putih, namun berjalannya waktu berganti nama menjadi Pelabuhan Tuban. Kondisi awal Tuban sebagai pelabuhan penting pada masa itu disebabkan oleh kondisi geografisnya yang memadai. Teluk Tuban dinilai aman dan baik untuk transportasi laut karena kedalamannya yang ideal bagi perahu-perahu besar yang datang.
Selain sebagai pusat kota niaga, Sedyawati dalam bukunya Tuban : Kota Pelabuhan di Jalan Sutera, mengungkapkan bahwa Tuban juga dijadikan sebagai pusat pertahanan militer. Pada masa Kerajaan Kadiri disebutkan adanya jabatan Senapati Sarwwajala. Keterangan ini memberikan indikasi adanya armada angkatan laut dan adanya sejumlah pelabuhan yang tersebar diseluruh kawasan pantai Kerajaan Kadiri, baik untuk kepentingan dagang maupun pertahanan. Kemudian, pada masa Kerajaan Singasari sebagaimana yang tercermin dari kitab Pararaton, menyebutkan bahwa Tuban merupakan kota pelabuhan dimana tentara Singasari berangkat ke Pamalayu pada tahun 1275 Masehi untuk melakoni ekspedisi Pamalayu guna mempersatukan Nusantara. Pelabuhan Tuban juga menjadi pendaratan pertama tentara Tartar pada tahun 1292 M yang ketika itu hendak menyerang Jawa bagian Timur (kejadian yang menyebabkan berdirinya Kerajaan Majapahit).
Kebijakan Majapahit mengenai ekspansi luar negeri, juga menjadikan Tuban sebagai pelabuhan keberangkatan bagi semua pelayaran. Sejumlah upeti yang diperoleh dari negeri- negeri bawahan pasti mencapai ibukota Majapahit melalui pelabuhan tersebut, hal ini berdampak pada kekayaan dan kemakmuran yang besar bagi Tuban dan penguasanya.
Peran Tuban yang berada di kawasan pesisir utara Pulau Jawa di dalam proses Islamisasi Jawa sangat besar terutama abad ke-15 dan 16. Menurut sumber dari Cina dan catatan Portugis, pada paruh akhir abad ke-15 di kota-kota pantai utara Pulau Jawa telah banyak yang menganut agama Islam, hal ini bisa dilihat dari banyaknya penguasa-penguasa pesisir yang merupakan bagian dari Majapahit telah memeluk Islam. Penguasa-penguasa lokal itu kemudian secara terstruktur menyampaikan dakwah Islam melalui pembangunan Masjid sebagai sarana peribadatan dan pendidikan Islam di bawah bimbingan kaum spiritual mereka atau yang biasa disebut ‘wali’. Beberapa faktor yang mempercepat proses Islamisasi daerah pesisir salah satunya adalah situasi dan kondisi politik di Kerajaan Majapahit, dimana adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan.
Disebutkan dalam skripsi, Teguh Fatchur Rozi yang berjudul Peranan Pelabuhan Tuban Dalam Proses Islamisasi Di Jawa Abad XVI, secara khusus Islam masuk di istana Kadipaten Tuban semenjak paruh kedua abad ke-15, yaitu pada masa Adipati Arya Adikara. Sejak, Arya Adikara menjadi Bupati Tuban, bupati ini mempunyai menantu bernama Syeikh Ngabdurrahman kemudian ia memeluk agama Islam. Syekh Ngabdurrahman adalah putera Syekh Jali atau biasa disebut dengan Syekh Jalaluddin atau Syekh Ngalimurtolo yang masih saudara dengan Sunan Ampel, anak dari Ibrahim Asmoroqondi. Sejak masuk Islamnya Adipati Arya Adikara, maka dengan dibantu beberapa tokoh senior, penyebaran Islam mengalami akselerasi yang sangat cepat.
Beberapa tokoh penting yang dianggap memiliki andil besar dalam mengIslamkan kawasan Tuban diantaranya adalah Syaikh Ibrahim Asmaraqandi. Beliau adalah Ayahanda dari Sunan Ampel yang kelak akan tinggal di Surabaya dan menjadi penghulu para Wali di tanah Jawa. Syaikh Ibrahim Asamaraqandi datang bersama-sama dari Champa ke Pulau Jawa dan berlabuh di Pelabuhan Tuban sekitar tahun 1440 Masehi, untuk menghadap Raja Majapahit yang menikahi adik isterinya yang bernama Dewi Dwarawati. Sebelum sampai ke wilayah Tuban, mereka sempat singgah di Palembang dan berhasil mengIslamkan Arya Damar sang adipati Palembang. Sesampainya di Tuban, Syekh Ibrahim Asmoroqondi sempat melakukan dakwah beberapa waktu di kawasan tersebut, namun tak lama beliaupun jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Jenazahnya dimakamkan di Desa Gesikharjo, Palang Tuban.
Selain Syaikh Ibrahim Asmaraqandi, juga dikenal Sayid Abdullah Asy’ari bin Sayyid Jamaluddin Kubro atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Bejagung Lor. Beliau adalah adik dari Syaikh Asmaraqandi. Sepeninggal Syaikh Asmaraqandi beliau menetap di Tuban dan menjalankan dakwah kepada masyarakat. Jalan dakwah yang ditempuh adalah dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat disana. Selain itu Sunan Bejagung juga menjadi salah satu tokoh terkemuka yang bayak dimintai pertimbangan untuk memecahkan berbagai persengketaan. Adapun penyebutan dirinya dengan istilah Sunan Bejagung, selain karena banyak menetap di kawasan itu, saat beliau wafat jenazahnya juga dikebumikan di Desa Bejagung, Kecamatan Semanding yang berjarak 2 KM dari arah Kota Tuban. Adapun sebagai penerus estafet dakwah yang telah beliau jalankan selama bertahun-tahun, sepeninggalnya tanggung jawab tersebut diambil alih oleh Sunan Bejagung Kidul atau yang bernama asli Syeh Hasyim Amaluddin yaitu menantu dari Sunan Bejagung Lor.
Beberapa tokoh besar penyebar agama Islam lain yang masih memiliki hubungan dengan Tuban adalah Sunan Bonang (Putera Sunan Ampel atau cucu Syaih Ibrahim Asmaraqandi), Sunan Kalijaga (Raden Mas Sahid putra Bupati Tuban), Sunan Geseng (murid Sunan Kalijaga) dan Syaikh Subakhir (ulama besar yang dikenal sebagai penakhluk Jin di Pulau Jawa).
Dengan adanya dakwah yang terstruktur dan lahirnya tokoh-tokoh Islam yang terkemuka, sekarang Tuban telah menjelma menjadi sebuah kota pesisir yang sebagian besar penduduknya beragama Islam. Hingga tahun 2016, menurut Kementerian Agama Tuban tercatat sebanyak 1.050.766 jiwa beragama Islam dari total seluruh penduduk yang berjumlah 1.076.205 jiwa. Di sisi lain, Tuban juga lebih layak disebut sebagai kota “Pencetak Para Wali”, dimana dari daerah ini lahir dan meninggal tokoh-tokoh pendakwah Islam terkemuka di tanah Jawa.
Penulis: Muh Sidiq HM
Editor: Tori Nuariza