(IslamToday ID) — Syaikh Maulana Malik Ibrahim, atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Gresik, menurut mayoritas peneliti sejarah adalah tokoh walisongo yang paling awal mendakwahkan Islam secara terkonsep di tanah Jawa. Walaupun tidak menutup mata bahwasanya keberadaan Islam sendiri sudah ada di Jawa jauh sebelum kedatangan Sunan Gresik. Hal ini dibuktikan dengan adanya nisan Fatimah binti Maimun di kompleks pemakaman muslim Leran, Gresik yang menunjukkan angka tahun 475 H atau bertepatan dengan tahun 1082 M. Namun demikian, keberadaan komunitas muslim ini diduga masih belum memulai dakwah secara masif dan hanya sebagai penduduk yang singgah untuk melakukan perdagangan.
Mengenai sosoknya sebagai ulama penyebar agama Islam, selama ini secara salah banyak penulis yang menyamakan Maulana Malik Ibrahim ini dengan tokoh ulama lain yang bernama Syaikh Maghribi sehingga timbul asumsi bahwa Maulana Malik Ibrahim berasal dari daerah Maghrib, Maroko. Ada pula para penulis menyamakan tokoh ini dengan Syaikh Ibrahim Asmaraqandi ayah dari Sunan Ampel. Namun belakangan ini banyak yang menolak pendapat tersebut diantaranya ialah Agus Sunyoto. Ia mengungkapkan bahwa Maulana Malik Ibrahim merupakan sosok yang berbeda dengan Maulana Maghribi maupun Syaikh Ibrahim Asmaraqandi. Walaupun memiliki nama yang hampir mirip, namun periode kedatangan tokoh-tokoh tersebut ke Jawa juga berbeda, dimana Syaih Maulana Malik Ibrahim datang pada periode lebih awal yaitu pada tahun 1392 M sedangkan Syaikh Ibrahim Asmaraqandi pada tahun 1440 M yang berarti bertentangan dengan bukti nisan Syaikh Maulana Malik Ibrahim yang menyebutkan tahun meninggalnya pada 1419 M.
Perbedaan lain yang sering muncul di kalangan peneliti adalah mengenai garis keturunannya. Namun secara umum diketahui bahwa Syaikh Maulana malik Ibrahim merupakan putera dari Jamaludin Akbar/Maulana Akbar al-Husain yang masih keturunan dari Zainal Abidin yang masih menyambung nasabnya dengan Nabi Muhammad SAW melalui jalur Fatimah Az-Zahra.
Melalui inskripsi yang tertulis pada batu nisan beliau, diketahui bahwa Sunan Gresik bukanlah seorang pendakwah biasa, namun beliau merupakan seorang tokoh penting bagi dunia Islam maupun di kalangan Majapahit. Secara lengkap pada batu nisannya tertulis kalimat:
La ilaha illallah, surat Al-Baqarah ayat 255, surat Ali Imran, 185, surat Ar-rahman, 26-27; surat At-Taubah, 21-22, inilah makam almarhum al maghfur, yang mengharap rahmat Allah Yang Maha Luhur, guru kebanggaan para pengeran, tongkat penopang para raja dan menteri, siraman bagi kaum fair dan miskin, syahid yang berbahagia dan lambang cemerlang negara dalam urusan agama; Al Malik Ibrahim yang terkenal dengan nama kakek Bantal, berasal dari Khasan. Semoga Allah melimpahan rahmat dan ridha-Nya dan menempatkannya ke dalam surga. Telah wafat pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awwal 822 H
Dari keberadaan nisan ini pula, sosok Maulana Malik Ibrahim juga diketahui bukanlah ulama penyebar agama yang hanya datang dengan kemauan pribadi, melainkan merupakan bagian dari usaha dakwah Islam yang dilakukan secara global. Alasan yang memperkuat teori ini adalah dari model bentuk batu nisan. Sebagaimana yang telah diteliti oleh Mouqette, menunjukkan bahwa model nisan Maulana Malik Ibrahim bentuknya serupa dengan batu nisan pada maam Sultan Malikush Saleh di Pasai. Ini menunjukan betapa eratnya hubungan antara Maulana Malik Ibrahim dengan kekuasaan politik Islam di Pasai, sekaligus hubungan antara Pasai dengan Cambay, Gujarat India dan Bagdad sebagai tempat pusat kekuasaan Kekhalifahan Islam. Lebih jauh dari pada itu, beberapa tokoh Islam dewasa ini juga berpendapat, bahwa Maulana Malik Ibrahahim adalah utusan dari Kesultanan Utsmani dibawah perintah Sultan Muhammad I hasil dari kajian mereka setelah membaca buku perjalanan Ibnu Batutah. Sementara, teori yang lain menyebutkan bahwa Maulana Malik Ibrahim adalah utusan dari kesultanan Samudra Pasai dimana Kesultanan Samudra Pasai meminta kepada Khalifah Abbasiyah untuk mengirim juru dakwahnya yang terbaik untuk bisa ditanah Jawa. Dari sini dipilihlah Maulana Malik Ibrahim yang diutus karena memiliki kemampuan yang dibutuhkan karena selain menguasai ilmu agama beliau juga menguasai ilmu pengobatan, pertanian dan tatanegara.
Kiprah Dakwah Sunan Gresik
Dalam kisah perjalanan dakwahnya, Maulana Malik Ibrahim pertama kali tiba di Jawa melalui pelabuhan Gresik pada tahun 1392 M. Dari sumber lain diketahui, bahwa beliau pertama kali adalah Desa Sembalo, dekat kawasan Leran. Setelah sampai disana, Syaikh Maulana Malik Ibrahim memulai kegiatan dakwahnya dengan membangun sebuah masjid yang berada di kampung Pasucian Manyar.
Setelahnya, lalu Syaikh Maulana Malik Ibrahim memulai membuka warung yang menyediakan rupa-rupa kebutuhan pokok bagi masyarakat. Warung ini letaknya di Desa Rumo, yang menurut cerita setempat beraitan dengan kata “Rum” yaitu tempat para orang Rum (Persia/Eropa), dari warung ini, Syaikh Maulana Malik Ibrahim mulai dikenal masyarakat. Banyak masyaraat yang kurang mampu membeli kebutuhannya disana karena selain harga murah, Syaikh Maulana juga sering mengratiskan dagangannya bagi mereka yang betul-betul membutuhkan.
Pada saat itu, masyarakat disana masih banyak yang melakukan praktik kepercayaan animisme dan dinamisme. Dalam perjalanan dari rumah ke warung, Syaikh Maulana dikisahkan pernah menjumpai seorang gadis yang hendak dikorbankan dalam rangka upacara menurunkan hujan. Melihat hal itu Sunan Gresik tak tinggal diam. Beliau mencegahnya dan menawarkan kesepakatan, jika dirinya mampu menurunkan hujan, maka gadis itu akan dilepas. Setelah disepakati, maka Sunan Gresik segera melaksanakan sulat Istisqa’. Benar saja, tak lama setelah itu turun hujan yang sangat lebat sehingga masyarakat merasa senang dan akhirnya mereka mau mengikuti agama Islam.
Selain berdagang, Maulana Malik Ibrahim juga dikenal sebagai seorang tabib. Beliau membuka praktek di kediamannya. Kebaikan hatinya juga begitu dirasakan masyarakat. Selama praktinya sebagai seorang tabib beliau tak pernah meminta uang sedikitpun dari pasiennya, di sisi lain juga tak pernah membedakan siapapun pasien yang datang. Hal ini tentu menjadikan masyarakat jawa yang kala itu masih dikotak-kotakkan dalam sistem kasta menjadi semakin mengagumi sosoknya.
Dari kisah kemahsyurannya itu, akhirnya beliua diundang ke Istana Majapahit dan diangkat sebagai Tabib Istana. Sumber lain, juga mengatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim diangkat sebagai Syah Bandar dan penghulu bagi agama Islam di Majapahit. Tugasnya adalah untuk memutus perkara bagi sengketa mereka yang beragama Islam dan menjadi perantara bagi tamu-tamu yang berasal dari kawasan Barat dan Timur Tengah.
Pertemuannya dengan Raja Majapahit saat itu, tidak disia-siakannya begitu saja. Ia secara halus menyampaian dakwah Islam kepada Prabu Wikramawardana. Namun usahanya belum membuahkan hasil, sang Raja belum mau memeluk Islam namun tetap menaruh penghormatan kepada Maulana malik Ibrahim dengan memberikannya sebuah tanah di kawasan Gresik tepatnya di Desa Gapura. Dari sinilah, kemudian Maulana Malik Ibrahim mendirikan sebuah kompleks pesantren untuk melanjutkan dakwah Islamnya. Pada saat membaca Al Quran atau sedang mengajar para santri, beliau memiliki kebiasaan menaruh kitab di atas bantal. Waktu itu hal ini dianggap unik bagi masyarakat Jawa karena mereka tidak pernah melihat kebiasaan seperti itu, sehingga Maulana Malik Ibrahim juga sering mendapat julukan Kakek Bantal.
Kedatangan Maulana Malik Ibrahim di Jawa, kebetulan berbarengan dengan kondisi Majapahit yang sedang mengalami krisis akibat perang Paregreg yang berkepanjangan. Oleh karena itu, masyarakat banyak mengalami kekurangan suplai makanan. Sebagai seorang yang ahli di bidang pertanian dan irigasi. Bersama dengan pengikut dan masyarakat sekitar, Sunan Gresik berhasil membangun sebuah bendungan dan membuka lahan pertanian. Dengan sistem yang tertata dan pengairan yang intensif, panen padi bisa dilakukan dua kali dalam setahun. Hal ini sangat menggembirakan bagi masyaraat disana sehingga dengan cepat krisis yang dialami masyaraat bisa teratasi.
Demikian tadi sedikit kisah perjalanan dakwah Maulana Malik Ibrahim sebagai perintis dakwah Islam yang strategis di tanah Jawa. Kelak dari Gresik ini pula muncul generasi pendakwah yang mampu memancarkan syiar Islam hingga penjuru Nusantara.
Penulis: Muh Sidiq HM
Editor: Tori Nuariza
Sumber:
Agus Sunyoto. 2016. Atlas Walisongo. Tangerang Selatan:Pustaka IIIMaN
Dian Noiyanti. 2019. Walisongo The Wisdom, Syiar 9 Wali Selama 1 Abad. Jakarta: Gramedia Pustaka
Rachmad Abdullah. 2015. Walisongo, Gelora dakwah dan Jihad Di Tanah Jawa (1404 – 1482M). Sukoharjo: Al Wafi
Zainal Abidin bin Syamsuddin. 2018. Fakta Baru Waligongo. Jakarta: Pustaka Imam Bonjol