IslamToday ID — Tanggal 9 Ramadhan 1364 H atau 17 Agustus 1945 adalah momentum berharga bangsa Indonesia. Bulan Ramadhan Tahun 1364 Hijriah menjadi saksi puncak perjuangan para ulama dan santri dalam merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari tangan penjajahan Barat dan Timur.
Berbagai peristiwa bersejarah penting lainnya jelang kemerdekaan juga terjadi di bulan suci ini.
Peristiwa penting menjelang hari proklamasi kemerdekaan adalah pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). PPKI dibentuk satu hari menjelang malam satu Ramadhan 1364 atau 7 Agustus 1945.
Tepat tanggal 1 Ramadhan 1364 atau 8 Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan Radjiman terbang ke Dalat, Vietnam menemui Marsekal Hisaichi Terauchi. Ia adalah Panglima Angkatan Perang Jepang untuk Asia Tenggara, pada masa Perang Dunia II.
Pada tanggal 2 Ramadhan 1364 atau 9 Agustus 1945, Sukarno-Hatta-Radjiman tiba di Singapura. Konon, karena penerbangan tiga tokoh tersebut sifatnya rahasia, mereka memilih mencari aman dengan bermalam di Singapura terlebih dahulu dan menghindari penerbangan malam hari agar tidak ditangkap oleh musuh.
Di hari yang sama kota Nagasaki, Jepang diledakan oleh tentara sekutu. Mereka datang untuk menagih janji kemerdekaan dari Marsekal Terauchi.
Bung Karno dkk tiba di Vietnam pada 10 Agustus 1945. Pesawat yang ditumpangi oleh ketiga tokoh sempat mengalami guncangan sebelum akhirnya bisa mendarat di Saigon, Vietnam jam tujuh malam. Malam itu juga mereka menginap di Istana Saigon dengan pengawalan ketat.
Riwayat Janji-Janji Kemerdekaan
Esoknya di tanggal 11 Agustus 1945 mereka kembali diterbangkan ke Dalat. Mereka bertiga lagi-lagi menginap di Dalat, dan baru esoknya di tanggal 12 Agustus 1945 bertemu dengan Marsekal Terauchi. Saat itulah Jepang menjanjikan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Janji kemerdekaan dari Jepang bukanlah yang pertama, sebelumnya pada November 1943 dan September 1944 Jepang pernah menjanjikan hal yang serupa.
Dalam artikel berjudul “Aroma Merdeka dari Dalat” yang dimuat oleh Republika Online (12/8/2014) terjadi dialog antara perwakilan bangsa Indonesia dan Marsekal Terauchi.
“Kapan pun bangsa Indonesia siap, kemerdekaan boleh dinyatakan,” ucap Marsekal Terauchi kepada ketiga tokoh bangsa Indonesia (12/8/1945). Jepang menginginkan proklamasi kemerdekaan Indonesia dilakukan tanggal 24 Agustus 1945.
“Apakah sudah boleh bekerja sekitar 25 Agustus 1945?” tanya Sukarno saat itu.
” Silakan saja, terserah tuan-tuan”, pungkas Terauchi.
Janji pertama Jepang terjadi pada bulan November 1943 Kaisar Hirohito secara mengejutkan menjabat tangan Sukarno dan Hatta. Dalam tradisi kekaisaran Jepang jabat tangan hanya dilakukan kepada seorang kepala negara. Hal ini tentu memiliki makna bahwa Kaisar Jepang mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia.
Janji yang kedua dikatakan Jepang pada tahun 1944. Ketika itu Jepang mengalami kalah dalam Perang Pasifik, kekuatan militer Jepang meredup. Jepang melalui Kementerian Luar Negeri Jepang menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia, saat itu nama Indonesia masih Hindia Timur.
Janji kemerdekaan dari Jepang ini dibuktikan dengan adanya Deklarasi Koiso pada September 1944. Saat itu Perdana Menteri Jepang mengumumkan bahwa Kekaisaran Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Hindia Timur, To Indo no jori dokuritu. Konon karena saking gembiranya Bung Karno sempat menangis.
Deklarasi Koiso di Mata Angkatan Perang Jepang
Namun saat itu terjadi ketidaksepakatan antara tentara Jepang di Indonesia untuk bersama-sama melaksanakan Deklarasi Koiso. Tentara Angkatan Darat ke-16 yang berkuasa di Jawa dan Tentara Angkatan Darat ke-25 di Sumatera tidak satu suara. Begitu pula Tentara Angkatan Laut di kawasan Timur, ia hanya sepakat kemerdekaan untuk wilayah yang dikuasai oleh Angkatan Darat saja.
Bung Karno marah kepada penguasa Jepang. Sukarno dalam suratnya kepada mahasiswa Indonesia di Jepang yang tiba di Asrama Mahasiswa Kokusai Gakuyukai di Tokyo, menuliskan “…perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia lebih penting daripada janji Jepang.” Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka dibentuklah Badan Penyelidik Usaha-usah Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI bibentuk berdasarkan ‘Makloemat Gunseikan’ Nomor 23 pada 29 April 1945. Saat itu, dr. Radjiman menjadi Ketua BPUPKI.
Pada sidang-sidang BPUPKI yang terjadi pada 29 Mei 1945 dan 10 Juli 1945 itulah berbagai argumen muncul. Salah satunya yang disampaikan oleh Sukarno, ia kerap mengeluarkan idiom-idiom revolusioner seperti : “Indonesia merdeka selekas-lekasnya” atau “Indonesia merdeka sekarang juga”. Perkataan bernada provokatif dari Sukarno seperti yang dicatat oleh Aiko Kurasawa dalam bukunya, Bung Karno di Bawah Bendera Jepang.
“Kemerdekaan itu tampaknya seperti perkawinan. Siapakah yang menunggu sampai gajinya naik, sampai, katakanlah 500 gulden, dan menunggu sampai rumah yang dibangunnya selesai?”
Menurut sejarawan Profesor Taufik Abdullah berpendapat ada tiga alasan yang melatarbelakangi Jepang bersedia memberikan janji kemerdekaan. Pertama, untuk menarik simpati bangsa Indonesia, Kedua memperkuat politik Asia Timur Raya. Ketiga, untuk mendapatkan keuntungan dalam peperangan.
Makna Proklamasi Kemerdekaan Bagi Umat Islam
Menjelang persiapan menuju kemerdekaan, Sukarno kerap meminta rekomendasi dari beberapa Ulama. Penetapan tanggal 17 Agustus 1945 konon atas rekomendasi K.H Abdoel Moekti dari Muhammadiyah dan juga K.H Hasyim Asy’ari dari NU.
Menurut Prof. Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya Api Sejarah Jilid 2. Saat itu, dalam kalender 1945, 17 Agustus bertepatan dengan hari Jumat Legi, tanggal 9 Ramadhan 1364. Hal ini berarti umat Islam di seluruh dunia sedang melaksanakan ibadah puasa.
Dini hari menjelang proklamasi kemerdekaan, mereka melaksanakan sahur di tempat penyusunan naskah proklamasi yakni rumah Laksamana Tadhasi Maeda. Naskah teks proklamasi yang dituliskan oleh Bung Karno dan diketik oleh Sajoeti Melik, serta ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta dilakukan pada saat waktu makan sahur shaum Ramadhan 1364H.
“Menurut kesaksian Mr. Achmad Soebardjo, pukul 03.00 pagi waktu sahur Ramadhan, teks Proklamasi didiktekan oleh Bung Hatta, dan ditulis dengan tangan Bung Karno”, jelas Prof Mansur.
“Dalam keyakinan umat Islam, peristiwa sejarah Proklamasi yang terjadi pada 9 Ramadhan 1364 H di hari Jumat legi, merupakan anugerah yang tiada hingga dari Allah Yang Maha Kuasa yang menjadikan berakhirnya penjajahan Barat dan Timur atas bangsa dan negara Indonesia” Prof Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya Api Sejarah Jilid II Halaman 159.
“Syukuran kemerdekaan sebagai puncak keberhasilan perjuangan Ulama dan Santri membebaskan bangsa, negara, dan agama dari penjajahan Barat dan Timur” tulis Prof Ahmad Mansur Suryanegara.
Menurutnya, Perjuangan ulama dan santri membebaskan Indonesia dari penjajah Barat; Kerajaan Katolik Portugis dan Kerajaan Protestan Belanda serta penjajah Timur Kekaisaran Shinto Jepang, Api Sejarah 2, Hal. 159.
Begitu mendalamnya makna proklamasi kemerdekaan Indonesia ini, akan tetapi sayangnya, masih banyak umat Islam yang melupakan peristiwa bersejarah negeri di bulan Ramadhan dan kurang mensyukurinya sebagai buah perjuangan ulama dan santri.
Penulis: Kukuh Subekti
Redaktur: Tori Nuariza