IslamToday ID —“Kalau kita tarik ke atas nasab para wali kecuali Sunan Kalijaga dan Sunan Muria, kita akan mendapati bahwa nasab mereka sampai pada satu nama yang disebut Ahmad Isa, sering disebut Ahmad Isa Al Muhajir,” kata Sejarawan Muslim, Dr. Muhammad Isa Anshary.
Pernyataan di atas membuat kita bertanya tentang siapa sosok Ahmad Isa Al Muhajir itu. Pengaruh apa yang akhirnya ia tinggalkan bagi perkembangan Islam di Indonesia. Serta alasan apa yang membuat dia dan anak keturunannya menyebarkan Islam di Indonesia.
Ahmad Isa al Muhajir memiliki nama lengkap Ahmad bin Isa ar Rumi bin Muhammad an Naqib bin Ali al Uraidi bin Ja’far as Shadiq bin Muhammad al Baqir bin Ali-bin Husain bin Ali bin Abu Thalib. Ia lahir pada tahun 241 H/823 M.
Kisah penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Ahmad Isa al Muhajir ini bermula dari adanya gerakan fitnah syi’ah di Bashrah, Irak. Gerakan fitnah syi’ah terjadi di masa kekuasaan Abbasiyah. Yakni gerakan yang berlebih-lebihan dalam memberikan dukungannya kepada Ali bin Abi Thalib.
“Ia meninggalkan Irak pada zaman khalifah Abbasiyah yang berkuasa di Baghdad pada tahun 317 H atau 896 M,” tutur Dr. Isa.
Setelah pergi meninggalkan Baghdad, ia bersama keluarganya terlebih dahulu singgah di Madinah. Selanjutnya melanjutkan perjalanan ke Kota Mekah, setelah dari Mekah ia melanjutkan perjalanan hijrahnya ke Yaman sekitar tahun 319 H. Sesampainya di sana ia harus memulai kehidupannya dari nol lagi, sebab kota ini sangat berbeda dari kota Bashrah yang maju dan merupakan kota pusat ilmu serta perdagangan.
Menurut Dr. Isa kaum Alawiyin ialah kaum yang sangat menjaga agamanya dan agama keturunannya. Sehingga ketika mereka merasa kehidupan beragama mereka mulai terancam mereka memilih untuk hijrah meninggalkan kampung halamannya.
“Kaum Alawiyin memang dikenal sangat ketat menjaga tradisi keberagamaanya. Maka apapun rintangannya akan dihadapi demi menyelamatkan agama anak keturunan, mereka adalah kaum yang pemberani dalam menghadapi tantangan, tetapi lembut dan low profile (rendah hati) terhadap sesama saudara seagama,” ujar Dr Isa.
Mazhab Syafi’i di Indonesia
Semasa hidupnya Ahmad bin Isa mendidik anak keturunannya dengan mengikuti Ahlussunnah Wal Jama’ah dan dalam bidang fikih ia mengikuti mazhab Imam Syafi’i. Ia wafat pada tahun 345H bertepatan dengan 924M di sebuah kota bernama Husayyisah, sebuah kota antara Tarim dan Seiyun, Hadramaut di negeri Yaman.
Selanjutnya anak keturunan dari Ahmad bin Isa menyebar ke berbagai penjuru termasuk ke Indonesia. Di Indonesia mereka pun berdakwah dengan mengajarkan mazhab Imam Syafi’i. Maka tak heran jika mazhab ini kemudian menjadi mazhab yang paling banyak dianut oleh umat Islam Indonesia. Sebab para wali songo masih merupakan keturunan dari Ahmad bin Isa merupakan salah satu pihak yang memiliki jasa besar dalam membawa mazhab Syafi’i Ke Indonesia.
“Mereka (keturunan Ahmad bin Isa) yang punya jasa besar dalam membawa mazhab Syafi’i, memperkenalkan dan mengajarkan mazhab Syafii di nusantara termasuk juga memperkenalkan dan mengajarkan kitab-kitab fikih yang dikarang oleh ulama Syafiiyah adalah para Alawiyin atau para habaib,” terang Dr.Isa.
Para kaum Alawiyin terbiasa mengkaji kitab-kitab yang dikarang oleh para ulama mazhab Syafi’i. Dan mereka pulalah yang memperkenalkan ulama-ulama tersebut, diantara ulama terkemuka itu ialah Imam Al Ghazali.
Di antara kitab-kitab karya Imam Al Ghazali yang diperkenalkan ke umat Islam di Indonesia ialah kitab Ihya Ulumuddin untuk bidang tasawuf atau tazkiyatun nafs, sementara kitab al Wajiz, al Wasith, al Basith, dan kitab al Khulashah untuk kitab fikihnya.
Namun di Indonesia tidak hanya berkembang mazhab Syafi’i di masa Walisongo juga berkembang pula mazhab Hanafi. Mazhab yang juga sempat dianut oleh Sunan Giri, yang ketika itu sempat belajar di Malaka. Selain itu mazhab Hanafi dibawa ke Indonesia oleh para ulama yang berasal dari Persia, China, Asia Tengah yakni daerah yang banyak penduduknya mengikuti mazhab Hanafi.
“Hanya dalam perjalanan berikutnya mazhab Syafi’i ini lebih berkembang dibandingkan dengan mazhab Hanafi. Sehingga akhirnya Sunan Giri yang pada awalnya mengikuti mazhab Hanafi, beliau kemudian mengikuti mazhab Syafi’i,” terang Dr. Isa.
Sementara itu perjalanan kaum Alawiyin datang ke Indonesia diketahui dalam beberapa gelombang. Muh Isa Anshory menyebutkan terdapat dua gelombang.
Gelombang pertama mereka datang pada akhir abad pertama hijriyah atau awal abad kedua hijriyah. Yang saat itu bertujuan untuk melarikan diri dari penindasan bani Umayyah, saat itu mereka melarikan diri ke Asia Timur dan Asia Tenggara.
Sementara itu, Gelombang kedua terjadi di abad ke-7 Hijriyah atau abad ke-13 Masehi. Terutama setelah runtuhnya Baghdad akibat mendapat serangan dari orang-orang Mongol.
Penulis: Kukuh Subekti
Redaktur: Tori Nuariza