ISLAMTODAY ID —- Kemerdekan Indonesia berdasarkan tahun hijriyah diproklamirkan tepat 78 tahun lalu. Proklamasi kemerdekaan dikumandangkan sebelum shalat Jum’at, pada 9 Ramadhan 1364 hijriyah bertepatan dengan 17 Agustus 1945.
Peristiwa itu memiliki makna khusus bagi umat Islam Indonesia, bahkan mereka memiliki ikatan emosional yang sangat mendalam dengan hari itu. Hari itu menjadi klimaks dari segala perjuangan umat Islam Indonesia melawan kolonialisme asing di Indonesia.
Perjuangan bangsa Indonesia untuk menjadi manusia merdeka bukanlah perjuangan yang singkat dan sebentar. Perlawanan terhadap para penjajah bahkan telah dilakukan sejak kerajaan-kerajaan Islam masih banyak berdiri di Nusantara.
“Kemerdekaan yang diusung dan diperjuangkan tokoh-tokoh umat Islam. Baik dulu ketika dalam masa perjuangan masing-masing kerajaan (Islam) melawan penjajah Belanda,” kata Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid (HNW) saat mengisi Kajian Pagi yang disiarkan langsung oleh PKS TV pada Ahad (18/4/2021).
HNW memberikan dua contoh kesultanan Islam yang gigih memperjuangkan kemerdekaan. Kesultanan Mataram di Jawa dan Kesultanan Bugis Sulawesi.
Kemerdekaan Sebagai Rahmat
HNW lantas menguraikan betapa kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang jatuh pada bulan Ramadhan memiliki makna khusus. Mengenang itu semua wajar jika kemudian dalam alinea ketiga konstitusi kita menggunakan kata, ‘Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa…’
“Dengan demikian maka dengan sikap yang muncul… Maka ungkapan-ungkapan ini semakin mempunyai makna,” ucap HNW.
Detik-detik pra kemerdekaan dan hari kemerdekaan menjadi kenangan historis yang tak terlupakan. Sebab peristiwa tersebut terjadi pada hari dan bulan yang sangat mulia bagi umat Islam.
HNW mengatakan bahwa kemerdekaan Indonesia juga semakin menunjukkan adanya berkat dan karunia Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Menurutnya proklamasi kemerdekaan yang jatuh pada hari Jum’at juga mempunyai arti penting. Jum’at adalah penghulu dari semua hari atau sayyidul ayyam, sementara bulan Ramadhan adalah penghulu dari semua bulan atau sayyidus syuhuur.
“Itulah kemudian hari dimana umat Islam mensikapi karunia Allah, dan berkah dan rahmat daripada Allah itu untuk kemudian mendeklarasikan kemerdekaan bangsa Indonesia,”
“Ketika kemudian dia (proklamasi) disampaikan di hari Jum’at di tanggal 9 Ramdhan, 9 Ramadhan itu artinya masuk 10 hari pertama bulan puasa,”
Ia menjelaskan tentang keterkaitan antara sepuluh hari pertama dan pembagian hari-hari dalam bulan Ramadhan. Berdasarkan pembagian dalam sebuah hadist disebutkan bahwa 10 hari pertama bulan Ramadhan adalah rahmat.
“Itulah yang kemudian disepakati oleh para bapak bangsa bahwa dalam hal ini pembukaan Undang-undang Dasar ‘Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa’,” ucap HNW.
“Jadi dengan pendekatan ini maka tokoh-tokoh bangsa, terutama dari kalangan umat Islam tentu saja memposisikan agar kemerdekaan Indonesia betul-betul diterima, disikapi, disongsong, diperjuangkan, dijaga oleh umat Islam dengan sikap syukur,” tegasnya.
Kenegarawanan Umat Islam
HNW mengatakan momentum kemerdekaan di hari dan bulan yang istimewa tersebut memiliki makna yang luar biasa bagi dimensi akidah umat Islam di Indonesia. Atas pemaknaan akan akidah ini pula kemudian para tokoh bangsa bisa dengan bijak melihat sesuatu berdasarkan mudharat dan maslahat.
Salah satunya ketika para tokoh muslim yang menjadi founding fathers RI merelakan hilangnya tujuh kata dari Piagam Jakarta. Padahal tujuh kata tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama diantara Panitia Sembilan yang dilakukan pada 22 Juni 1945.
“Bagaimana para tokoh umat Islam ketika ada sebagian dari Indonesia Timur menyampaikan keberatan mereka atas sila pertama daripada Pancasila yang disepakati tanggal 22 Juni (1945),”
“Dan kemudian mereka (Indonesia Timur) mengancam akan keluar dari Indonesia, maka tokoh-tokoh umat Islam tentu saja mempertimbangkan maslahat dan madharat mana yang lebih dipentingkan dan mana yang harus didahulukan,” jelasnya.
Para tokoh umat Islam itu sadar bahwa tujuh kata dalam Piagam Jakarta merupakan hasil perdebatan yang panjang. Bahkan kemerdekaan Indonesia tidak bisa mengecilkan peran dan jasa para ulama, serta umat Islam Indonesia.
Dialektika antara tokoh umat Islam dan tokoh-tokoh Indonesia Timur tersebut mengingatkan kembali akan tujuan utama dari kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan Indonesia bukanlah untuk memecah belah anak bangsa yang sama-sama merasakan kekejaman kolonialisme Belanda.
“Dalam pidatonya Bung Karno kemerdekaan bukan hanya untuk satu daerah atas daerah yang lain, satu pulau atas pulau yang lain. Tapi kemerdekaan untuk semuanya dari Aceh sampai Irian,” terang HNW.
Begitulah makna dari kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 9 Ramadhan, pada 78 tahun silam. Bahwa kemerdekaan Indonesia ialah kemerdkaan yang menyatukan seluruh warga bangsa tanpa terkecuali.
“Umat Islam kembali menyampaikan kenegarawanannya yang luar biasa. Ada yang mengatakan ini adalah hadiah terbesar umat Islam bagi Pancasila, bagi keutuhan Indonesia,”
Atas kedewasaan sikap umat Islam inilah kemudian kemerdekaan Indonesia tetap terjaga. Peredaman atas timbulnya ancaman perpecahan ini tidak bisa dilepaskan peran empat tokoh umat Islam seperti Kyai Haji Wahid Hasyim (NU), Ki Bagus Hadi Kusumo (Muhammadiyah), Mr. Kasman Singodimejo (Partai Islam Indonesia) dan Mr. Teuku Muhammad Hasan (tokoh dari Aceh).
Mempertahankan Kemerdekaan
Setelah proklamasi digaungkan, umat Islam di Indonesia tidak diam saja dalam melawan berbagai bentuk serangan yang bermaksud merebut kemerdekaan Indonesia. Pemaknaan yang luar biasa terhadap kemerdekaan di bulan Ramadhan membuat umat Islam bahu membahu mempertahankan kemerdekaan Indonesia, contohnya di Jawa.
Berikut ini aksi-aksi umat Islam mempertahankan kemerdekaan:
- Resolusi Jihad di Jawa Timur
Umat Islam di Jawa Timur di bawah komando Kiai Hasyim Asy’ari melakukan resolusi jihad. Peristiwa heroik di Surabaya ini kemudian kita kenang sebagai hari pahlawan yang jatuh setiap 10 November.
Peristiwa ini diawali dengan aksi Kiai Hasyim Asy’ari mengumpulkan tokoh-tokoh ulama Jawa Timur dan Madura. Pada saat pertemuan di Surabaya itulah Kiai Hasyim menyampaikan dua hal terkait perang mempertahankan kemerdekaan.
“Pertama menyampaikan fatwa jihad, fatwa jihad itu ditujukan ke dalam internal umat Islam, khususnya kalangan umat Islam di Jawa Timur dari kalangan NU,” tutur HNW.
“Kemudian disepakati membuat resolusi jihad, resolusi jihad ditujukan untuk pemerintah Indonesia, agar pemerintah Indonesia melakukan hal yang setara dengan yang dilakukan umat Islam,” tegas HNW.
- Kongres Umat Islam di Yogyakarta
Gerakan lainnya datang dari Yogyakarta, ketika itu umat Islam Indonesia tengah berkumpul di Yogyakarta dalam rangka melakukan Kongres Umat Islam (KUI) yang pertama. Kongres yang berlangsung pada 7-8 November 1945 tersebut berbagai umat Islam dari ormas NU, Muhammadiyah, Persis memberikan dukungan pada resolusi dan fatwa Jihad yang digelorakan oleh Kiai Hasyim Asy’ari.
- Amanat Jihad Yogyakarta
Umat Islam dari kalangan Muhammadiyah pun meneriakan hal yang serupa. Pada 22 Mei 1946, Muhammadiyah dibawah pimpinan Ki Bagus Hadikusumo mengeluarkan fatwa jihad dengan nama Amanat Jihad. Amanat Jihad ini mendorong umat Islam agar senantiasa berada di garda terdepan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
“Dari NU, maupun dari ormas Islam, partai Islam maupun dari Muhamadiyah, mereka satu kata yaitu mendukung jihad melawan penjajah Belanda, mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” pungkas HNW.
Penulis: Kukuh Subekti
Redaktur: Tori Nuariza