ISLAMTODAY — Situasi politik nasional pada tahun 1959 kian memanas, partai Islam dan umat Islam pada saat itu dibuat tak berdaya. Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) adalah partai Islam yang tak gentar memberikan kritiknya terhadap Presiden Sukarno.
Pada saat itu pemerintahan di bawah Presiden Sukarno tengah mengembangkan gagasan Nasionalis Agama dan Komunis (Nasakom). Sebuah gagasan yang banyak mendapat penolakan dari para tokoh-tokoh Islam dan organisasi Islam, termasuk tokoh-tokoh Masyumi.
Alhasil Masyumi harus menerima ketika partainya diminta untuk bubar. Presiden Sukarno melalui Keputusan Presiden No.200/1960 menegaskan bahwa Masyumi harus bubar.
Dalam surat yang diterima pimpinan Masyumi pada 17 Agustus 1960 tersebut, Masyumi diberikan batas waktu hingga 30 hari untuk membubarkan diri. Tidak ingin dicap sebagai partai terlarang, Prawoto Mangkusasmito dan Yunan Nasution memilih membubarkan Masyumi pada 13 September 1960.
Pasca pembubaran Masyumi salah satu elemen yang terdampak ialah organisasi perempuan yang ada di Masyumi, Muslimat Masyumi. Mereka tidak menyerah, para mantan pengurus Muslimat Masyumi tersebut bersama-sama mendirikan sebuah organisasi yang kelak bernama Wanita Islam (WI).
Lahirnya Wanita Islam
WI memiliki deretan kisah menarik sebelum akhirnya ditetapkan sebagai organisasi yang berdiri secara independen. Semua bermula sejak Masyumi menetapkan Muslimat Masyumi sebagai badan otonom pada 10 Februari 1946.
Dikutip dari buku 54 Tahun Wanita Islam Berkiprah untuk Negeri (2016), WI didirikan di Yogyakarta. Kelahiran WI tidak bisa dilepaskan dari para mantan aktivis Muslimat Masyumi yang berasal dari tiga kota Yogyakarta, Solo dan Jakarta.
Para aktivis muslimah yang tergabung dalam Badan Kesejahteraan Wanita Islam Indonesia (BKWI) itu mengadakan musyawarah pada (27-29 April 1962). Dalam musyawarah yang berlangsung di Gedung Akademi Tabligh Muhammadiyah, Yogyakarta tersebut lahirlah WI.
Sejumlah tokoh kenamaan pun terlibat dalam lahirnya WI seperti istri dari Haji Agus Salim dan istri Jenderal Sudirman, keduanya didaulat sebagai penasihat WI yang pertama. Nama berikutnya yang turut membidani lahirnya WI ialah Hj. Zaenab Damiri (Ketua Umum WI pertama).
Nama berikutnya ialah istri dari AR Baswedan (Mantan Menteri Muda Penerangan RI). Selain nama-nama di atas dalam musyawarah tersebut juga dihasilkan susunan kepengurusan WI.
Mereka terbagi dalam beberapa seksi atau bidang seperti seksi dakwah oleh Hj. Zainab Damiri dan Aisjah Hilal, seksi kemasyarakatan oleh Hj. AR Baswedan. Sementara seksi pendidikan diisi oleh Hj. Gitoatmodjo dan Hj. Sjarifah Muhtarom dan seksi sosial ekonomi Hj. RABS Sjamsuridjal.
Wanita Islam memiliki beberapa badan otonom yang bergerak di ranah sosial keagamaan. Pada awalnya WI hanya memiliki tiga badan otonom yakni Yayasan Pendidikan Bakti (YPB), Yayasan Wanita Sejahtera dan Lembaga Pesantren Daarun Nisaa. Pada perkembangannya hingga Muktamar tahun 2016 sudah ada tiga tambahan badan otonom yakni Yayasan Amanah Wanita Islam, Koperasi BMT Wanita Islam dan Rumah Pintar Wanita Islam.
Muktamar Wanita Islam di Solo
Solo termasuk kota yang awal-awal memprakarsai terbentuknya WI. Maka bukan hal yang aneh jika empat tahun pasca deklarasi WI, Solo menjadi tuan rumah pertama bagi Muktamar WI.
Pada 30 Juni-2 Juli 1966, Solo menjadi tempat Muktamar WI kali pertama. Dalam muktamar WI di Solo ini pula WI mulai melihat pentingnya perluasan jangkauan keumatan hingga skup terkecil.
Mereka menyepakati struktur keorganisasian WI dari pusat hingga desa yang terbagi atas Pengurus Wilayah (PW) di provinsi, Pengurus Daerah (PD) di kabupaten/kota, Pengurus Cabang (PC) di kecamatan dan Pengurus Ranting (PR) di masing-masing desa/ kelurhan.
Gagasan tersebut terbukti WI kini menjadi organisasi yang semakin berkembang jumlah keanggotaannya. Terbukti dari awal hanya 4 pengurus wilayah dan 29 pengurus cabang kini telah merata di seluruh provinsi di Indonesia.
WI tersebar hingga di 34 provinsi dan memiliki 6.500 pengurus ranting di tingkat kelurahan/ desa se-Indonesia (dikutip dari situs resmi Kongres Wanita Indonesia (Kowani), kowani.or.id).
Pada tanggal 1-4 November 1975, Solo kembali menjadi tuan rumah Muktamar WI yang ketiga. Muktamar ketiga bertempat di Kompleks Gedung Umat Islam, Kartopuran, Solo.
Pada acara yang dihadiri oleh 300 peserta ini dihasilkan beberapa keputusan penting. Salah satunya memindahkan pusat organisasi dari Yogyakarta ke Jakarta.
Muktamar di Solo juga menghasilkan keputusan untuk mendirikan Ikatan Sarjana Puteri dan Pemikir Islam (ISPI).
Penulis: Kukuh Subekti
Redaktur: Tori Nuariza