ISLAMTODAY ID — Imam Bukhari memiliki nama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Barduzbah Al-Ju’fi Al-Bukhari. Ia dilahrikan di Kota Bukhara, Uzbekiztan pada Jumat, 13 Syawal 194 H atau bertepatan pada 21 Juli 810 M. Ayahnya merupakan seorang ulama di Bukhara bernama Ismail.
Masa kanak-kanak Imam Bukhari menurut M. Atiqul Haque dalam bukunya Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia dihabiskan untuk menghafalkan Al-Qur’an dan mempelajari hadis. Ingatannya tentang sebuah hadis dinilai sangat luar biasa dan tajam. Meskipun hadis tersebut baru didengarnya sekali, tapi kemamppuannya dia bisa mengingatnya sepanjang hidupnya.
“Ingatannya sangat tajam sehingga bila dia mendengar sebuah hadis sekali saja, dia bisa mengingatnya dengan semua narasinya sepanjang hidupnya,” ungkap Atiqul.
Atiqul menambahkan, Imam Bukhari berguru ilmu hadis kepada sosok ulama luar biasa yaitu Imam Ahmad bin Hanbal. Selain padanya, Imam Bukhari juga banyak berdialog dan bertukar pikiran dengan para penulis hadis pada masa itu seperti Ibnu Mubarak dan Wuqay’. Bahkan ia pun menghafalkan hadis-hadis yang ditulis oleh keduanya.
Pembelajar Gigih
Sosok Imam Bukhari disebut-sebut sebagai sosok ulama yang sangat gigih dalam mempelajari ilmu hadis. Ia banyak melakukan perjalanan jauh ke berbagai kota di beberapa negara yang menjadi pusat intelektual Islam pada masa itu seperti Damaskus, Mesir, Basra, Baghdad dan Kufa. Dengan semangatnya yang membara setiap kali ia mendengar ada nama pembaca hadis di suatu kota, dia pasti akan segera mendatanginya.
“Kapan saja dia mendengar nama pembaca hadis, dia akan segera menemuinya tanpa mempedulikan jarak dan kesulitan dalam perjalanan,” kata Atiqul.
“Mencari pengetahuan dan mengumpulkan hadis adalah tujuannya dalam hidup dan mendedikasikan hidupnya secara total dan sepenuh hati,” terangnya.
Atiqul menjelaskan bahwa dengan semangat dan kegigihan Imam Bukhari wajar jika ia bisa mengumpulkan enam ratus ribu hadis. Dari jumlah tersebut ia hafal dua ratus ribu hadis, selanjutnya berdasarkan kitabnya yang berjudul Al-Jami’ as-Sahih ia hanya menerima 1000 hadis otentik.
“Dia sangat hati-hati dalam memilih hadis,” ujar Atiqul.
Berikut kisah kehati-hatian Imam Bukhari dalam mempelajari hadis dalam buku karya Atiqul, “Pernah pada suatu saat dia melakukan perjalanan beberapa ratus mil untuk mengumpulkan hadis, tetapi begitu sampai dia melihat pembaca hadis sibuk menjinakkan kudanya dengan menggunakan iming-iming kantung makanan tanpa makanan kuda di dalamnya. Dia berpikir seseorang yang bisa menipu kudanya dengan taktik yang menipu seperti itu juga bisa menipu dengan kesadarannya dengan berkata bohong. Maka dia pulang tanpa mendengarkan hadis dari pria itu.”
Kisah lain yang juga dituliskan oleh Atiqul ialah tentang bagaimanana perjalanan 40 tahun Imam Bukhari yang dengan sangat telaten dan teliti mengamati cara hidup para pembaca hadis. Imam Bukhari melakukan perjalanan ke berbagai penjuru negeri seperti Iran, Irak, Mesir dan Hijaz, dalam perjalanannya tersebut kurang lebih ada 1000 pembaca hadis telah ia temui satu per satu.
Tidak hanya melakukan pengamatan yang sangat detail kepada para pembaca kehati-hatiannya juga ditunjukan ketika akan menulis hadis.
“Dikatakan bahwa sebelum menulis sebuah hadis, dia berwudhu dulu melakukan shalat dua rakaat dan lalu baru menulis hadis,” ucap Atiqul.
Pada usianya yang masih muda (20-25 tahun) sosok Imam Bukhari telah mampu menuliskan kitab-kitab yang terkenal dan berpengaruh seperti As-Sahaba wa at-Tabi’un dan At-Tarikh al Kabir. Sedang kitab karyanya yang dinilai sebagai kitab kumpulan hadis terbesar dan menjadi kebanggaan umat Islam di dunia ialah kitab Jami’ as-Sahih. Berkat kitab tersebut para cendekiawan muslim berlomba-lomba menuliskan karya terbaiknya dalam bentuk buku.
“Diantara yang terkenal adalah al-Kawakib ad Darari oleh Syamsuddin Muhammad Yusuf al-Kirmani (1348), Fath al-Bari oleh Imam al- ‘Asqalani (1448M) dan Umdat al-Qari oleh Imam Syekh Badruddin al- ‘Ayni (1451M),” ujar Atiqul.
Buah keuletan mereka para perawi hadis, terutama Imam Bukhari dalam melakukan penulisan hadis-hadis dan penelitian hadis membuat umat Islam hari ini bisa mengambil manfaat dari hadis-hadis Nabi Muhammad. Kegigihan mereka dalam mengumpulkan, menganalisis dan memilih hadis dari yang asli hingga yang palsu membuat kita bisa mengambil berkah dan hikmahnya hingga hari ini.
“Posisi hadis dalam Al-Qur’an akan hilang jika penganut Islam ini tidak mengabdikan hidup mereka untuk studi ini… Melalui jasa para Imam dan pendekatan ilmiah mereka dalam mengumpulkan dan memilih hadis dan mereka telah mengesankan penganut Islam dan bahkan musuh Islam,” terang Atiqul.
Wafatnya Sang Imam
Kehebatan sosok Imam Bukhari juga pernah dimuat republika (16/8/2020), ia disebut-sebut memiliki ingatan yang baik sejak masa kanak-kanak. Bahkan pada usia 16 tahun ia sudah hafal hadis karangan Waki al-Jarrah dan Ibnu Mubarak. Ia juga telah berhasil menenui para pakar hadis yang jumlahnya mencapai 1080 pakar, wajar jika kemudian ia mampu meriwayatkan 600ribu hadis.
Imam Bukhari wafat pada usia 62 tahun kurang 13 hari, ia meninggal di hari Sabtu, malam Idul Fitri pada tahun 256Hijriyah. Untuk membuktikan kekuasaan Allah Subhanawu Wa Ta’ala atas diri sang imam tersebut, Allah jadikan jenazah Imam Bukhari harum. Bahkan keharuman tersebut tetap ada meski sang imam telah dikebumikan dan berlangsung cukup lama yakni tiga hari lamanya.
“Aku susun kitab Shahih ini selama 16 tahun lamanya. Aku jadikan ia sebagai hujah antara diriku dan Allah SWT,” pesan Imam Bukhari dilansir dari republika (16/8/2020).
Penulis: Kukuh Subekti