ISLAMTODAY ID — Kehadiran Kitab Al-Hind karya Abu Rayhan Al-Biruni pada abad ke-11M menjadi sebuah karya monumental yang banyak dipuji berbagai kalangan. Salah satunya disampaikan oleh N.K. Panikkar seorang ilmuwan dari Institut Nasional Oseanografi (NIO), India.
Al-Biruni adalah ilmuwan muslim pertama yang menaruh perhatian serius terhadap manuskrip-manuskrip Hindu kuno. Dari hasil pengamatan dan penelitiannya tersebut berguna bagi pengembangan sains seperti astronomi, geologi, geodesi hingga oseanografi.
Ilmuwan muslim asal Persia tersebut memiliki kemampuan berbahasa yang baik termasuk, bahasa Sanskerta. Kepiawaiannya tersebut mampu mengungkap rahasia di balik karya-karya Hindu klasik.
Salah satunya keterangan tentang tinggi rata-rata gelombang di Samudera Hindia. Keterangan ini didapatnya dari kitab Hindu kuno, Visnu Purana.
Namun karya Al-Biruni yang mengutip perhitungan amplitudo pasang surut air laut dari Visnu Purana ini menuai kritikan.
“Sangat menarik untuk menemukan pernyataan yang salah dalam karya al-Biruni mengenai perhitungan amplitudo pasang surut yang tampaknya diambil dari Visnupurana,” ujar Panikkar.
Hal ini diungkapkannya ketika Al-Biruni dalam kutipannya menuliskan tinggi gelombang pasang air laut mencapai 1500 digit. Sebagaimana yang terdapat dalam Visnu Purana.
“‘Ketinggian air terbesar dari aliran adalah 1500 digit’,” kata Panikkar.
Panikkar juga menampilkan pendapat Al-Biruni yang menilai ada yang keliru dalam angka 1500 digit. Sebuah perhitungan yang diragukan kebenarannya, sebab dinilai berlebihan.
“Tentang angka 1500 digit ini, dia (Al-Biruni) memiliki keraguannya sendiri dan berkomentar bahwa ‘…pernyataan ini tampaknya agak berlebihan; karena jika gelombang dan ketinggian rata-rata laut naik menjadi antara enam puluh hingga tujuh meter, pantai dan teluk akan lebih meluap dari yang pernah disaksikan,’” tutur Panikkar.
Panikkar lantas memberikan pujian kepada Al-Biruni yang berusaha menampilkan karya Hindu itu apa adanya. Meskipun Al-Biruni juga menganggap jika dalam hitungan angka tersebut ada yang keliru.
“Pada saat yang sama, Al-Biruni tidak mau menampik informasi ini sebagai tidak benar. Karena, ia menambahkan dengan rasa puas bahwa ‘kisaran ini tidak sepenuhnya tidak mungkin, karena dengan sendirinya tidak mungkin karena beberapa hukum alam,’” jelas Panikkar.
Panikkar lantas memberikan data lain sebagai pembanding yakni data yang masih bersumber dari karya sastra Hindu kuno. Data tersebut ialah Matsya Purana yang di dalamnya menuliskan angka 510 bukan 1500.
“Pasalnya, dalam teks asli Purana yang sama disebutkan bahwa “naik turunnya air laut yang berbeda adalah lima ratus sepuluh (bukan 1500 angka) angulas”, yang hampir 9,75 meter. Kisah Purana ini menemukan pembuktian dalam Matsya Purana,” tandasnya.
Penulis: Kukuh Subekti