ISLAMTODAY ID — Ibnu Jazzar memiliki nama lengkap Abu Ja’far Ahmad bin Ibrahim bin Abi Khalid Ibnu al-Jazzar (tahun 898-1009M). Seorang dokter asal Qairawan (Kairouan), Tunisia, Afrika Utara yang sangat peduli kepada kaum fakir.
Sebelum mengenal siapa Ibnu Jazzar ada baiknya kita mengenal kota Kairouan, sebuah kota tua bersejarah bagi umat Islam. Kota yang dibangun pada 670M era Dinasti Umayyah ini menjadi pusat Islamisasi Afrika.
Pada tahun 2009, Kairouan ditetapkan kota sebagai Pusat Budaya Islam. PBB (UNESCO) pun mengakui kota kelahiran para ulama seperti Yahya bin Salamah Al-Bashri, Imam Zayid Al-Qayrawani dan Ibnu Jazzar ini sebagai Word Heritage tahun 1988.
Ibnu Jazzar merupakan sosok ilmuwan muslim yang beruntung tinggal di kota yang banyak melahirkan banyak intelektual, seperti Ibnu Khaldun. Semasa hidupnya Ibnu Jazzar dikenal sebagai dokter yang sangat dermawan.
Wahyu Murtiningsih dalam bukunya Biografi Para Ilmuwan Muslim mengungkapkan tentang kedermawanan sosok Ibnu Jazzar. Bukti sikap kedermawanan ini terekam dalam kitabnya yang berjudul Kitab Tibb al-Fukara wa-al-masakin atau Obat-obatan untuk Kaum Fakir dan Duafa.
“Buku ini dianggap sebagai kepedulian Ibnu Jazzar pada kesehatan kaum miskin. Karya ini termasuk salah satu buku yang sangat popular di abad pertengahan,” kata Wahyu Murtiningsih dalam tulisannya.
Hal senada juga disampaikan oleh Syaifullah seorang Sejarawan Muhammadiyah asal Pasaman Sumatera Barat. Menurutnya profesi dokter merupakan sebuah profesi terhormat dan terpandang, namun sosok Ibnu Jazzar justru lebih memilih menjadi dokter rakyat biasa bukan dokter istana.
“Ia tidak silau dengan posisi dan jabatan yang menggiurkan, ia lebih memilih melayani pasien dan rakyat biasa. Ia memberikan obat-obatan untuk pasiennya secara gratis,” ujar Syaifullah dalam Suara Muhammadiyah (22/02/2020).
Syaifullah menambahkan sebagai dedikasi Ibnu Jazzar sebagai seorang dokter yang gemar menulis tersebut diabadikan dalam karyanya yang monumental Kitab Thib Al-Fukara Wa-Al-Masakin atau dalam dunia Barat dikenal Medicine for The Poor and Destitute merupakan catatan tentang analisanya terhadap berbagai keluhan penyakit para pasiennya.
Ia juga melengkapinya dengan karya lain yang dinilai bisa membantu para kaum fakir untuk mengatasi problem penyakit yang dideritanya. Karyaitu ialah Kitab Al-Adwiya al-Mufrada atau Cara Pengobatan Sederhana.
Maha karyanya yang lain di bidang kesehatan ialah Kitab Zad al-Musafir wa Qut al-Hadir. Sebuah mahakarya yang mengupas tentang berbagai teknik pengobatan dari berbagai penyakit.
Buku-bukunya tersebut pada perkembangan berikutnya menjadi referensi para dokter di Eropa. Olehkarenanya kitab-kitab karya Ibnu Al-Jazzar pun diterjemahkan dalam banyak Bahasa seperti Yunani, Latin, Ibrani serta Inggris.
Inspirasi Barat Atasi Kusta
Ibnu Al-Jazzar merupakan salah seorang dokter yang hidup pada masa Dinasti Abbasiyah yang karyanya telah menginspirasi Barat dalam mengatasi wabah.
Karya Ibnu Al-Jazzar yang berjudul Zad Al-Musafir Wa-Qut Al-Haḍir diterjemahkan oleh Constantinus Africanus seorang dokter abad ke-11. Ia adalah salah seorang ilmuwan Barat yang melakukan penerjemahan beberapa kitab intelektual Islam ke dalam bahasa latin.
Selama Constantinus Africanus menetap di Italia, ia banyak menerjemahkan kitab-kitab Islam salah satunya milik Ibnu Jazzar tersebut dan memberinya judul Viaticum.
Dilansir dari trtworldcom (20/4/2020) dijelaskan bahwa karya Ibnu Jazzarlah yang membangkitkan kebangkitan medis di tanah Eropa.
“(Kitab) ‘Viaticum’, yang akhirnya memainkan peran berpengaruh dalam membentuk kebangkitan medis Eropa,” tulis Ufuk Necat Tasci.
Kitab tersebut juga yang nantinya membantu Eropa dalam menyelesaikan masalah wabah kusta seperti di Venesia, Italia. Sebuah penyakit yang pernah merebak di Mesir, dan yang ditulis oleh Ibnu Jazzar.
Penyakit kusta adalah penyakit yang mematikan di benua Eropa. Bahkan hingga abad ke-15 orang Eropa masih menganggapnya sebagai penyakit kutukan Tuhan kepada seseorang.
Beberapa sumber lain juga menyebut jika penderita kusta akan dikucilkan dari masyarakat sekitarnya. Bahkan di negara Perancis, penderita kusta dimasukan ke dalam penjara yang jumlahnya mencapai 2000 penjara.
Penulis: Kukuh Subekti