ISLAMTODAY ID— Kiai Haji Tubagus (K.H. Tb.) Achmad Sochari Chatib merupakan ulama pejuang asal Banten yang lahir di Caringin, Banten pada 17 Agustus tahun 1920. Darah pejuang ia warisi dari ayahandanya K.H. Tb. Achmad Chatib dan kakeknya dari jalur ibu, Syekh Asnawi Caringin.
Kegigihan ayah dan kakeknya melawan Belanda membuat anak, ayah dan kakek itu sempat terpisah. Sang ayah pada masa Belanda ditangkap dan dibuang ke Boven, Digul (1927-1942) sementara sang kakek menjadi tahanan rumah di Batavia dan Cianjur (1927-1934).
Pendidikan
K.H. Tb. Achmad Sochari yang ditinggal oleh sang ayah pada umur enam tahun kemudian diasuh oleh sang kakek. Oleh sang kakek ia disekolahkan di Muawanah Ikhwan School (MIS) Cianjur, sejak kecil ia sangat berbakat dalam ilmu sejarah, ilmu bumi dan bahasa.
Usai sang kakek menjalani masa tahanan rumah selama tujuh tahun, Sochari kembali ke Banten dan menempuh pendidikan di Madrasah Masyariqul Anwar sampai lulus. Pada usianya yang masih 15 tahun, ia bahkan telah diminta menjadi guru di sekolah tersebut.
Pada tahun 1937, ia kembali melanjutkan studinya Madrasah Jamiatul Khair yang didirikan oleh para ulama dan saudagar muslim keturunan Arab di Tanah Abang.
Aktivis Islam
Ia mulai terjun di dunia aktivis sejak bersekolah di Madrasah Jamiatul Khair, sebuah madrasah yang dirintis oleh organisasi Jamiat Kheir. Sebuah organisasi pergerakan pada era pergerakan nasional di Jakarta yang di dalamnya banyak diikuti oleh tokoh-tokoh penting seperti K.H. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah).
Selain K.H. Ahmad Dahlan, tokoh-tokoh Sarekat Islam (SI) seperti Tjokroaminoto juga aktif di Jamiat Kheir. Salah satu kegiatan rutin yang dilakukan oleh para aktivis Islam saat itu ialah melakukan diskusi dan kajian bersama.
Sochari pun tertarik ikut dalam kegiatan diskusi, sebuah kegiatan yang kelak banyak berpengaruh pada sikap dan langkah politiknya. Forum yang berlangsung sore hari itu menjadi semacam tempat kursus politik baginya.
“Sore harinya ia sering mengikuti kursus-kursus politik yang diadakan oleh Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Setelah selesai kursus, ia aktif sebagai anggota PSII,” kata Mufti Ali, Pengurus Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Banten dalam buku Bunga Rampai ICMI Banten terbitan tahun 2020.
Mufti menambahkan, aktivitasnya di PSII tak berhenti setelah ia lulus dari Madrasah Jamiatul Kheir. Kiprahnya sebagai politisi muslim pun ia lanjutkan dengan menjadi Ketua PSII Cabang Serang.
“Setelah menikah, ia pindah ke Serang dan memimpin PSII cabang Serang, bahu membahu membesarkan organisasi dakwah dan politik partai ini bersama dengan kakak iparnya, Ayip Zuchri,” jelas Mufti.
Selain aktif di PSII, Sochari dalam perjalanannya juga aktif menjadi Sekretaris Masyumi dan Komandan Hizbullah di Pandeglang Banten. Di bidang keulamaan ia aktif sebagai pengurus Majelis Ulama Pusat Daerah Banten. Sebuah organisasi khusus bagi para ulama se-Banten yang didirikan oleh ayahnya K.H. Tb. Achmad Chatib pada 18 Januari 1946.
“Tugas lainnya yang diemban oleh Sochari Chatib pasca perpindahan ayahnya ke Jakarta adalah mengurus Perusahaan Alim Ulama (PAU),” jelas Mufti.
Kiprah Perjuangan
Perjuangannya untuk umat dan bangsa ia mulai dengan mendirikan sebuah organisasi yang bertujuan menolong kesengsaraan rakyat akibat penjajahan Jepang. Ia merintis berdirinya Pusat Perniagaan Rakyat (PUPERA) di Serang, Banten.
“Untuk mengatasi kelangkaan bahan pangan, kemiskinan dan kesengsaraan mayarakat akibat penjajahan Jepang 1942-1945, Sochari Chatibbersama ayahnya, KH Tb. Achmad Chatib mendirikan PUPERA (Pusat Perniagaan Rakyat),” tutur Mufti.
Sochari tidak hanya memperhatikan aspek kebutuhan pangan, namun ia juga memperhatikan kebutuhan lainnya seperti ketersediaan sabun mandi. Ia merintis usaha pembuatan sabuan dari minyak kelapa.
Berkat kesungguhannya dalam berjuang membuat PUPERA semakin besar, begitu pula usaha sabun yang ia rintis. Pada tahun 1944, PUPERA berhasil mendirikan cabang di Rangkas Bitung.
“Pada januari 1944, Suchari Chatib membuka cabang PUPERA di Rangkas Bitung untuk menjual minyak kelapa dan emping,” tutur Mufti.
Mufti juga menjelaskan bahwa perjuangan Sochari menolong rakyat Banten membuat Jepang marah. Jepang menutup akses sumber baku minyak bagi Sochari, dan dengan terpaksa ia menutup usaha sabunnya itu.
“PUPERA bangkrut karena tekanan dan monopoli pihak Jepang dengan menggunakan kekuasaan terhadap perekonomian rakyat. PUPERA tidak bisa bergerak lagi sebab semua hasil bumi dan minyak ditangani oleh kaki tangan Jepang,” ungkap Mufti.
Penutupan PUPERA oleh Jepang membuatnya harus memilih ‘alat’ perjuangan yang baru. Pada 1 Maret 1947, ia dipercaya sebagai Kepala Radio Perjuangan Banten.
Sochari menjadi pihak yang menyebarluaskan informasi terkini terkait Indonesia pada masa perang revolusi kemerdekaan Indonesia. Ia juga yang menjadi penghubung antara pemerintahan di Banten dan pemerintah pusat.
Kiprahnya di dunia politik dan pemerintahan makin terasah ketika ia bergabung dalam anggota dewan. Pasca Indonesia merdeka ia, bergabung di dalam Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID-DPRD sekarang) Banten.
Usul ‘Provinsi’ Banten
Kiprah lainnya yang juga didedikasikannya untuk Banten ialah, memperjuangkan Banten menjadi provinsi. Perjuangannya ini pun akbhirnya dikabulkan oleh pemerintah pusat pada tahun 2000. Sochari sejak tahun 1963, telah mengemukakan gagasannya agar Banten bisa dimekarkan menjadi provinsi.
Pada waktu itu ia bersama dengan sejumlah tokoh Banten pun telah membentuk Panitia Pembentukan Provinsi Banten. Perjuangannya sungguh-sungguh ia lakukan bahkan pada tahun 1964, Rancangan Undang-undang (RUU) Provinsi Banten di sidangkan di DPRGR.
Namun perjuangannya itu menemui jalan buntu akibat isu PKI, sebab dalam kepanitiaan pembentukan provinsi Banten terdapat dua kader PKI, sebelum partai itu dinyatakan terlarang di Indonesia.
“Usaha Sochari Chatib, Gogo Sandjadiredja, Ayip Zuchri dkk untuk mendirikan provinsi Banten mengalami kegagalan karena fitnah bahwa upaya tersebut ditunggangi kepentingan PKI.Aidit, katanya, menaruh harapan besar dapat memanfaatkan aspirasi rakyat Banten untuk pendirian provinsi agar PKI memperoleh dukungan dan simpatisan dari sana,” ucap Mufti.
Penulis: Kukuh Subekti