ISLAMTODAY ID—Bukti bahwa laskar Hizbullah menjadi unsur utama terbentuknya Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak hanya terjadi di Jawa. Hal senada juga terjadi kepada laskar umat Islam di Sumatera.
Hal ini cukup logis mengingat aksi perjuangan laskar umat Islam melawan tentara sekutu demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia tidak hanya berlangsung di Pulau Jawa. Di Sumatera, tepatnya di Sumatera Utara aksi perlawanan juga berlangsung di Kota Medan.
Integrasi laskar ke dalam TNI di Medan terjadi ketika laskar Hizbullah Al Washliyah tengah berperang melawan Belanda yang terus membombardir Kota Medan pada 27 Juli 1947.
Pada waktu itu kebijakan integrasi laskar ditetapkan oleh Presiden Soekarno sudah ada sejak 5 Mei 1947 dan diresmikan pada 3 Juni 1947.
Aksi heroik laskar umat Islam di Sumatera Utara terpusat di dua kota yakni Pematangsiantar dan Tebing Tinggi. Dua kota itu merupakan markas besar bagi seluruh laskar Al Washliyah.
Aksi perlawanan laskar umat Islam Al Washliyah itu dipimpin langsung oleh Pendiri Al Washliyah, Syaikh Muhammad Arsyad Thalib Lubis. Ia melakukan berbagai upaya untuk mendorong semangat jihad para pemuda muslim di Medan.
Salah satunya dengan mengaktifkan kembali peran Majalah Medan Islam yang terbit kembali pada November 1945. Kemudian menerbitkan majalah khusus bagi pemuda, Majalah Pelopor Pemuda.
Ia bahkan menerbitkan sebuah buku khusus panduan jihad fi sabilillah mempertahankan agama, bangsa, dan tanah air dari segala bentuk penjajahan. Buku yang dituliskannya langsung itu berjudul Penuntun Perang Sabil.
Berikut dua Muktamar Al Washliyah yang berisi seruan perlawanan kepada tentara sekutu-NICA. Pasukan sekutu tersebut tiba di Medan pada tanggal 9 Oktober 1945, dibawah pimpinan Brigjend T.E.D Kelly.
Kongres Pematangsiantar
Menyikapi kedatangan pasukan sekutu, maka Al Washliyah segera mengambil sejumlah tindakan. Salah satunya dengan mengonsolidasikan kekuatan mereka melalui kongres.
Kongres Muktamar Al Washliyah kelima pada tanggal 30 Nopember-2 Desember 1945, misalnya menghasilkan sebuah kesepakatan untuk membentuk ‘Majelis Pertahanan Kemerdekaan Indonesia Al Washliyah’. Sebagai tindaklanjut dibentuklah laskar Hizbullah Al Washliyah.
Aliman Saragih dalam Kontribusi Al-Jamiyatul Washliyah Terhadap Kemerdekaan Indonesia 1930-1950 mengungkapkan tentang kiprah Laskar Hizbullah Al Washliyah. Pada periode itu Laskar Hizbullah Al Washliyah berkolaborasi dengan laskar Islam lainnya di Sumatera Utara dan membentuk Barisan Sabilillah.
“Hizbullah Al Washliyah, Partai Muslimin Indonesia dan lain-lain digabungkan semuanya dengan persatuan nama yang sama di seluruh Sumatera khususnya dan Indonesia umumnya; bahwa Hizbullah ditukar dengan nama Barisan Sabilillah. Dan Barisan Sabilillah ini semuanya menjadi satu gabungan di bawah Dewan Pimpinan Majelis Islam Tinggi. Oleh karena itu semua Barisan Hizbullah yang telah didirikan, hendaklah namanya di tukar (dengan) Barisan Sabilillah,” ungkap Aliman.
Aliman menambahkan tentang fatwa wajib hukumnya bagi umat Islam untuk menolak kedatangan sekutu, Belanda. Bahkan jamaah Al Washliyah juga diserukan untuk ikut dalam pelatihan perang.
Kongres Tebing Tinggi
Strategi peperangan yang dilakukan oleh laskar dari Al Washliyah makin matang pasca Kongres Muktamar keenam Al Washliyah pada 13-15 Juni 1947 di Tebing Tinggi. Pada muktamar itu terbentuklah Badan Pertahanan Al Washliyah.
Badan Pertahanan Al Washliyah memiliki struktur organisasi yang lebih matang. Susunannya terdiri atas Ketua Udin Syamsuddin; Wakil Ketua Muhammad Arsyad Thalib Lubis; Ketua Pertahanan Abd. Wahab; Ketua Perlengkapan dan Ketua Persenjataan Zainal Abidin Rangkuti; Ketua Kelaskaran Ja’far Jaduny; Wakil Ketua Kelaskaran Anas Tanjung; Anggota Persenjataan Abdullah dan Abd. Chalid Mhd.
Pada waktu itu peresmian Badan Pertahanan Al Washliyah dan Laskar Al Washliyah berlangsung pada bulan Ramadhan. Jumlah anggota yang ikut dilatih berkisar antara 160 orang yang berasal dari berbaagai kalangan seperti ulama, guru, kepanduan serta para pimpinan Al Washliyah.
Selain matang secara organisasi Laskar Al Washliyah bahkan memiliki peralatan perang yang modern. Mereka memiliki seperangkat kebutuhan perang yang terdiri atas dua truk pengangkutan, sebuah mobil tiga suku, dua buah mobil kecil, enam buah mobil fiet, 49 Karabiyn, 17 buah pistol, 8 buah tomong, 6 buah mitraliyur, beratus granat tangan serta berpeti-peti peluru.
Laskar Al Washliyah Tebing Tinggi tercatat tiga kali mengirim pasukan ke Medan Area. Pasukan pertama dipimpin oleh Ramli bersama dengan Udin Syamsuddin, H. Adnan Lubis dan Anas Tanjung.
Pasukan kedua dipimpin oleh Ja’far Jaduny dan dibantu oleh Hubban Usman. Sementara pasukan ketiga dipimpin oleh M. Daud dan dibantu oleh Bahauddin Rangkuti, dan Zakaria Ya’kub.
Pasukan laskar Hizbullah Al Washliyah berperang dengan menggunakan taktik perang gerilya. Aksi mereka cukup membuat Belanda kewalahan terbukti Belanda akhirnya melakukan perundingan Renvile.
Perjuangan Al Washliyah yang lainnya ialah pada saat mereka menentang berdirinya Negara Sumatera Timur (NST). Hal ini tertuang dalam hasil Kongres Al Washliyah ketujuh yang berlangsung pada 11-14 April 1950.
Keputusan Kongres Al Washliyah semakin menguatkan Kongres Rakyat Sumatera Timur pada 27 April 1950. Kala itu rakyat menuntut dibubarkannya NST dan kembali pada Republik Indonesia.
Akhirnya tepat pada 15 Agustus 1950 NST pun dinyatakan telah bubar. Selanjutnya tanggal 17 Agustus 1950 terbentuklah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Penulis: Kukuh Subekti