“Guru itu harus sanggup mencarikan gaya dan variasi dalam menerangkan pelajaran pada muridnya, sehingga pelajaran itu menjadi hidup dalam pikiran jiwa murid-murid tersebut.”
(Rahmah El Yunusiyah)
ISLAMTODAY ID— Sumatera Barat melahirkan banyak ulama, salah satunya Syekhah Rahmah El Yunusiah. Kiprahnya dalam memajukan pendidikan kaum perempuan membuat dunia tercengang.
Perguruan tinggi Al Azhar Cairo bahkan mengadopsi gagasannya. Sebagai penghormatan, Alazhar menganugerahkan gelar Syekhah bagi Rahmah El Yunusiah.
Rahmah El Yunusiah merupakan puteri bungsu dari pasangan Syekh Muhammad Yunus dan Rafi’ah. Ia lahir di Bukit Surungan, Padang Panjang, Sumatera Barat pada Jum’at pagi 1 Rajab 1318H atau 29 Desember 1900 M.
Ia lahir dan tumbuh dari lingkungan ulama. Ayahnya, Syekh Muhammad Yunus (1846-1906) merupakan ulama Naqsabandiyah yang juga qadhi dan ahli falak di Pandai Sikat.
Semenjak sang ayah wafat, Rahmah El Yunusiyah diasuh oleh sang ibu dan kakak-kakak laki-lakinya, Zainuddin Labay El-Yunusiy dan Mohammad Rasyad. Ia sama sekali tidak pernah mengalami pendidikan formal.
Ilmu yang ia miliki adalah berkat ajaran dan didikan dari keluarganya. Melalui sang bunda, Rahmah El Yunusiyah kecil belajar membaca, menulis dan berhitung dengan angka-angka melayu. Dari dua kakaknya ia belajar bahasa Arab, Belanda dan Inggris.
Pendidikan formal ia ikuti setelah sang kakak mendirikan Diniyat School Sumatera pada 10 Oktober 1915. Pendidikan lainnya ia tempuh dengan belajar pada ulama-ulama ternama di Padang Panjang. Misalnya sejak umur enam tahun, ia belajar membaca Al-Qur’an pada Engku Uzair, murid dari Syekh Muhammad Yunus.
Ulama ternama lainnya yang menjadi guru bagi Rahmah El Yunusiah ialah ayah Buya Hamka, Haji Abdul Karim Amrullah atau Haji Rasul, Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim (Pemimpin Sekolah Thawalib Padang Panjang), Syekh Muhammad Jamil Jambek, Syekh Abdul Latif Rasyidi dan Syekh Daud Rasyidi.
Pada Haji Rasul¸ Rahmah El Yunusiyah mulai memperdalam ilmu agama terutama yang berkaitan dengan kehidupan kaum muslimah. Ia secara khusus mempelajari bahasa Arab, ilmu fiqih dan ushul fiqih.
Di tengah-tengah aktivitas ‘belajar’ ia sempat menikah dengan ulama ternama, Haji Bahauddin Latif pada 15 Mei 1916. Namun rumah tangga yang dibina oleh Rahmah dan sang suami hanya berumur pendak, yakni enam tahun.
Kiprah Perjuangan
Setelah itu dunia Rahmah El Yunusiyah disibukkan dengan aktivitas belajar dan berjuang. Salah satu aktivitas belajar yang ditekuninya ialah ilmu kesehatan.
Selama periode 1931 sampai dengan 1935, Rahmah El Yunusiyah mengikuti berbagai kursus Kesehatan mulai dari kursus kebidanan di RSU Kayu Tanam, lalu kursus Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) hingga olahraga dan senam dengan orang Belanda bernama Nona Oliver.
Kiprah perjuangan sosok Rahmah El Yunusiyah dimulai ketika ia mulai merintis berdirinya lembaga pendidikan, Madrasah Diniyah Puteri. Sebuah madrasah yang didirikan khusus untuk mencerdaskan kaum muslimah di Padang Panjang pada 1 November 1923.
Pada awalnya pengajaran di Madrasah Diniyah Puteri hanya diikuti oleh 71 orang siswa yang terdiri atas ibu-ibu muda. Saat itu sistem pembelajaran yang digunakan masih sangat sederhana yakni menggunakan metode halaqah dengan memanfaatkan salah satu ruangan di Masjid Pasar Usang.
Kemudian pada tahun 1924 ia mendirikan Sekolah Menyesal, sekolah khusus bagi para ibu rumah tangga yang masih buta huruf. Pada tahun 1926, sekolah ini telah memiliki 125 orang siswa dari kalangan ibu-ibu rumah tangga.
Masih dalam dunia pendidikan, Rahmah mulai mendirikan sekolah khusus anak-anak atau Freubel School pada tahun 1934.
Madrasah Diniyah Putri yang didirikannya itu mulai dikembangkan hingga ke luar Sumatera pada tahun 1935. Terutama setelah ia mengikuti Kongres Perempuan Indonesia di Jakarta.
Di Jakarta, ia pun mendirikan beberapa sekolah cabang Diniyah Putri Padang Panjang seperti di Kwitang dan Tanah Abang masing-masing pada tanggal 2 dan 7 September 1935. Setelah itu pada tahun 1950 mulai dibangun sekolah di kawasan Jatinegara dan Rawasari.
Para gurunya sengaja merupakan murid-murid yang dididik di Madrasah Diniyah Putri Padang Panjang.
Sementara itu selama Kongres Perempuan Islam berlangsung, Rahmah El Yunusiyah gigih memperjuangkan penggunaan jilbab atau kerudung di ruang-ruang publik.
Kiprah dan dedikasi Rahmah El Yunusiyah tidak hanya berhenti di dunia pendidikan saja. Rahmah pun terjun dalam dunia sosial dan politik.
Ia juga sosok yang aktif dalam berorganisasi, pada tahun 1933 ia mendirikan Perikatan Guru-guru Putri Agama Islam (PGPAI). Ia pun menjadi ketuanya.
Pada tahun 1932, ia memimpin gerakan menentang kebijakan pernikahan secara sipil. Ia juga memimpin gerakan menentang kebijakan ordonatie sekolah liar.
Pada tahun 1938 menghadiri Kongres Perempuan Indonesia di Bandung. Pada April 1940, ia diundang menghadiri kongres Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) di Aceh.
Ia tercatat pernah menjadi anggota pengurus Serikat Kaum Ibu Sumatera di Padang Panjang.
Pada masa penjajahan Jepang, ia memimpin berdirinya sebuah gerakan yang bernama Anggota Daerah Ibu (ADI). Sebuah gerakan yang berdiri di Sumatera Tengah dengan tujuan untuk menentang kebijakan pemerintah Jepang yang memanfaatkan para perempuan lokal sebagai wanita penghibur atau jugun ianfu.
Pengibar bendera pusaka pertama di kawasan Padang Panjang dan sekitarnya.
Kiprah Rahmah El Yunusiyah yang lain ialah menjadi Ketua Haha Nokai dari Gyugun Ko En Kai atau Organisasi Kaum Ibu di Sumatera Tengah. Selanjutnya pada masa perang kemerdekaan, ia memprakarsai berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang ia kumpulkan dari laskar Gyugun.
Kiprahnya di medan pertempuran juga terlihat dalam Agresi Militer Belanda II. Pada awal tahun 1949, ia ikut bergerilya bersama para tentara dengan mendirikan dapur umum.
Hingga akhirnya pada 7 Januari 1949, ia ditangkap Belanda dan dibawa ke Padang. Sebagai tahanan kota ia pun akhirnya diizinkan Belanda untuk menghadiri Kongres Pendidikan Antar Indonesia di Yogyakarta pada bulan Oktober 1949.
Kiprah Rahmah El Yunusiyah tetap berlanjut ketika Indonesia merdeka. Hasil pemilu tahun 1955, mengantarkannya menjadi anggota DPR dari Partai Masyumi untuk mewakili Sumatera Tengah.
Salah satu dedikasinya yang mendapat perhatian dunia internasional ialah di bidang pendidikan. Pada tahun 1957, usai pulang dari ibadah haji ia diundang ke Al- Azhar, Mesir untuk mendapatkan gelar kehormatan ‘honoris causa’, Syaikhah.
Ia bahkan menjadi inspirasi bagi Universitas Al-Azhar untuk membuka pendidikan khusus perempuan. Terbukti pada tahun 1958, lulusan dari Diniyah Putri Padang Panjang sebanyak delapan orang menjadi siswa angkatan pertama Al-Azhar.
Rahmah El Yunusiah wafat pada hari Rabu tanggal 9 Dzulhijah 1388H atau bertepatan dengan tanggal 26 Februari 1969.
Penulis: Kukuh Subekti