ISLAMTODAY ID— Kiai Haji (KH) Masjkur merupakan panglima laskar sabilillah yang pernah menjadi Menteri Agama (Menag) terlama selama perang kemerdekaan. Ia juga termasuk menteri yang ikut aksi gerilya.
KH Masjkur dilahirkan di Singosari, Malang pada 30 Desember 1899 atau bertepatan dengan tahun 1315 Hijriyah. Putra dari pasangan Kiai Maksum dan Maemunah.
Keikutsertaan KH Masjkur dalam pertempuran 10 November 1945, tidak lain untuk memenuhi panggilan jihad KH Hasyim Asy’ari. Ia dan pasukannya menempati benteng pertahananya di depan Stasiun Gubeng dan Jalan Pemuda Surabaya.
Pertempuran Surabaya itu berakhir dengan adanya genjatan senjata pada 14 Oktober 1946.
Untuk mengenang jasa para Laskar Sabilillah itu dibangunlah Monumen Sabilillah yang bernama Masjid Sabilillah. Ornamen masjid di pusat Kota Malang ini cukup unik, terdiri atas 17 tiang yang tingginya 8 meter dengan tinggi menaranya mencapai 45 meter.
Pengalaman KH Masjkur sebagai Panglima Laskar Sabilillah tidak bisa dilepaskan dari pengalamannya selama ia mengikuti pelatihan militer era Jepang.
Ia tercatat pernah menjadi anggota Barisan Pelajar (Sim Sim Tai) dan menjadi pendiri Pembela Tanah Air (PETA) di Malang.
Selama periode 1945 sampai 1947 ia dipercaya menjadi Ketua Markas Tertinggi Sabilillah dengan mengomandoi Laskar Sabilillah di 14 provinsi.
Ia pun terlibat aktif dalam perang gerilya, di bawah komando Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Peran penting ulama dan santri pun mendapat perhatian serius pemerintah. Pada 12 November 1946, pemerintah melalui Menteri Pertahanan (Menhan) Amir Syarifuddin membentuk Dewan Kelaskaran Pusat.
KH Masjkur dipercaya menjadi salah satu pimpinan laskar. Ia memimpin pasukan umat Islam dari laskar Sabilillah sementara dari Hizbullah dikomandoi oleh Zainul Arifin.
Selanjutnya pada masa Kabinet Amir Syarifuddin, KH Masjkur dipercaya sebagai anggota Badan Pembela Pertahanan Negara. Ia menjadi perwakilan dari Masyumi.
Menteri Agama
Selain di ranah militer, ia juga tercatat aktif dalam dunia pemerintahan. Diawali dengan menjadi anggota Badan Pembela Pertahanan Negara, selanjutnya pada periode kabinet Amir Syarifudin yang kedua ia menjadi Menteri Agama (Menag).
Ia tercatat sebagai Menag terlama selama periode perang revolusi kemerdekaan. Ia adalah salah satu Menag yang ikut dalam periode perang gerilya.
KH Masjkur terpilih menjadi Menag hingga lima periode pemerintahan. Ia tercatat menjadi menteri agama ketiga di Indonesia sejak Kabinet Amir Syarifuddin II hingga era Ali Sastroamidjojo I yang berkuasa hingga 12 Agustus 1955.
Jabatan Menteri Agama kali pertama hanya berlangsung singkat, terhitung sejak 11 November 1947 hingga 23 Januari 1948. Dalam waktu selama dua setengah bulan itu, ia berhasil mengeluarkan sejumlah kebijakan penting.
Beberapa kebijakan itu diantaranya Peraturan Menteri Agama No.5/1947 tentang biaya perkara Pengadilan Agama yang harus disetor ke kas Negara. Pada periode yang singkat itu pula berlangsunglah Konferensi Agama dengan Jawatan-jawatan agama seluruh Indonesia yang berlangsung di Yogyakarta pada 13-16 November 1947.
Hasilnya sejumlah keputusan penting diambil pada Kongres Kemenag tersebut. Beberapa diantaranya ditambahkannya bagian Penyiaran dan Penerangaan Agama di semua kantor Jawatan Agama.
Pasca pemberontakan PKI Madiun tahun 1948, ia menerjunkan tim khusus Kemenag. Mereka diminta mendata jumlah korban keganasan PKI dari kalangan umat Islam terutama naib, penghulu, ulama, santri dan pesantren.
Ia adalah tokoh di balik berdirinya Kantor Urusan Agama (KUA) Kediri. KUA Kabupaten Kediri tercatat sebagai kantor KUA pertama di Indonesia yang dipimpin oleh Kiai Mohammad Makhin.
Selama masa kepemimpinannya, KH Masjkur tercatat pernah menetapkan sejumlah kebijakan penting sebagai berikut:
- Bidang pendidikan, ia mengeluarkan Peraturan Menteri Agama (Permenag) No. 2/ 1948 tentang bantuan kepada perguruan agama.
- Bidang haji, mengirimkan misi haji pertama setelah Perang Dunia Dua yang dipimpin oleh KH Adnan. Sebelumnya pengiriman jamaah haji dihentikan oleh pemerintah melalui Maklumat Kemenag No.4/1947 tentang penghentian ibadah haji di masa perang.
- Bidang perkawinan, keluarnya Permenag No.1/1948 dan Permenag No.3/1948 masing-masing berisi pencabutan peraturan sebelumnya dan juga tentang biaya tambahan.
Setelah purna tugas sebagai Menag ia aktif di dunia politik. Pada periode Kabinet Ali Sastroamidjojo 2, ia menjadi anggota Dewan Konstituante. Kiprahnya di parlemen berlanjut selama periode Orde Baru.
Pada periodenya menjadi Ketua Fraksi Persatuan Pembangunan di DPR, terdapat polemik tentang Rancangan Undang-undang (RUU) Perkawinan.
KH Masjkur juga aktif dalam dunia pendidikan, ia menjadi Ketua Yayasan Universitas Islam Malang (UNISMA) dan Dewan Kurator Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ). Amanah tersebut diembannya hingga akhir hayatnya pada 18 Desember 1992.
Penulis: Kukuh Subekti