ISLAMTODAY ID— Haji Agus Salim adalah tokoh kunci dibalik suksesnya pengakuan kedaulatan Indonesia.
Agus Salim memang sosok negarawan yang istimewa. Ia menguasai berbagai macam bahasa. Seperti Arab, Belanda, Perancis, Inggris, Jepang, Jerman hingga Turki.
Tak hanya itu, pria yang lahir dengan nama Masyhudul Haq ini juga terkenal cerdik dalam diplomasi dan politik. Tidak heran jika Bung Karno mempercayakan upaya menggalang pengakuan internasional kepadanya.
Ia dipercaya sebagai ketua rombongan delegasi Indonesia ke Timur Tengah. Sejumlah nama seperti Dr. Nazir Sutan Pamuntjak (ahli hukum), HM Rasyidi (lulusan Mesir yang ahli Agama dan bahasa Arab), dan AR Baswedan (Wartawan Senior) sebagai anggota delegasi.
Haji Agus Salim lahir di Bukittinggi tanggal 8 Oktober 1884 yang bertepatan dengan tanggal 18 Dzulhijah 1301 H. Kedua orang tuanya adalah orang terpandang.
Mukayat dalam Haji Agus Salim Karya dan Pengabdiannya menjelaskan jika ayah Haji Agus Salim, Sutan Mohammad Salim adalah seorang Kepala Jaksa di Riau. Sementara sang ibu, Siti Zaenah juga merupakan keluarga terpandang.
Ia sendiri menjalani pendidikannya di sekolah-sekolah Eropa seperti Europeesche Lagere School (ELS) (Bukittingi), Hogere Burger School (HBS) (Batavia-Jakarta).
Setamat dari HBS ia lebih memilih bekerja (1903-1906). Berbagai pekerjaan telah ia lakoni, mulai dari penerjemah bahasa asing (Jakarta), pembantu notaris (Bukittinggi) hingga Sekretaris Konsulat Belanda Jedah.
Selama berada di Makkah hampir lima tahun lamanya (1906-1911), ia justru lebih banyak memperdalam agama. Ia banyak belajar pada pamannya, Syekh Ahmad Khatib.
Sekembalinya dari Makkah, ia memilih bekerja di Jakarta. Kuarang lebih setahun lamanya (1911-1912), ia bekerja di Departement Onderwijs en Feredienst (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan era Hindia Belanda) dan Burgerlijke Openbare Werken (Jawatan Pekerjaan Umum).
Tak puas menjadi seorag pegawai pemerintah ia lantas memilih keluar. Ia justru memilih berjuang mendirikan sebuah sekolah khusus untuk rakyat pribumi, Hollands lnlandse School (HIS) di kampung halamannya, Kota Gadang.
Keseriusannya dalam berjuang di bidang pendidikan juga dibuktikannya dengan mengambil akta keguruan. Namun minatnya untuk menjadi guru terpaksa gugur karena ia dinilai tidak fasih berbahasa Belanda.
Ia tak putus asa, pada tahun 1915 Haji Agus Salim kembali memutuskan merantau ke Jakarta. Ia sempat bekerja sebagai penerjemah di Balai Pustaka, lalu tertarik untuk menekuni dunia pers dan politik.
Ia sempat bekerja sebagai Redaktur II Surat Kabar Neraca bersama Abdul Muis, seorang aktivis Sarekat Islam (SI). Sebagai surat kabar propaganda milik pemerintah kolonial hal ini membuat Abdul Muis memilih mundur, dan digantikan Haji Agus Salim.
Penunjukkan Haji Agus Salim justru semakin membuat Surat Kabar Neraca semakin menunjukkan perlawanannya di bidang pers. Ia tak segan-segan mengkritisi perdebatan yang berlangsung di dewan, Volksraad.
“Perdebatan-perdebatan yang terjadi di Volksraad diulas dengan tangkas dan dikomentari dengan tegas, sehingga jelas perbedaan kepentingan antara “kaum sana” (penjajah) dan “kaum sini” (si terjajah). lstilah kaum sana dan kaum sini diintroduksi oleh Haji Agus Salim,” ungkap Mukayat
Perseteruan dengan pemilik surat kabar Neraca, Lajumin Sutan Tumenggung membuatnya memilih keluar dari Surat Kabar Neraca. Ia pun memilih bergabung dan aktif bergabung dengan SI yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto.
Menggalang Persatuan
- Mempersatukan Ulama
Haji Agus Salim dalam perkembangannya melakukan berbagai cara demi memperstukan rakyat pribumi. Pertama, ia bersama SI memprakarsai pelaksanaan Kongres Al-Islam pada 21 Oktober-2 November 1922.
- Membentuk Organisasi Buruh
Pada Desember, 1919, Haji Agus Salim dan SI membentuk Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB). Organisasi ini selain untuk mempersatukan rakyat pribumi. Tidak hanya itu, dalam rangka membendung pengaruh komunis di Hindia Belanda dengan membentuk organisasi Perserikatan Buruh Islam Indonesia.
- Membina Organisasi Pemuda
Haji Agus Salim adalah tokoh yang menginspirasi berdirinya Jong Islamietend Bond (JIB). Pada Kongres I JIB di Yogyakarta, 25 Desember 1926, ia dipercaya pembina JIB.
Pada masa kemerdekaan sejumlah peran penting ia jalankan. Ia merupakan salah satu anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Lalu Menteri Luar Negeri (Menlu), pada periode sebagai Menlu inilah dia menjalankan tugasnya sebagai ketua rombongan delegasi ke Timur Tengah.
Kehebatannya di bidang diplomasi yang mampu meyakinkan dunia internasional hanya dalam hitungan bulan saja, pada tahun 1947 diakui dunia. Salah satunya disampaikan oleh Duta Besar Pakisan yang hadir mewakili Corps Diplomatique.
“Almarhum adalah seorang pemimpin besar di dunia yang mampu memeperlihatkan kelebihannya pada sifat-sifatnya serta personalitasnya. Haji Agus Salim bukanlah hanya kepunyaan Indonesia melainkan j uga milik dari seluruh dunia,” pungkas Mukayat.
Penulis: Kukuh Subekti