ISLAMTODAY ID— 9 April 1957, Kabinet Djuanda Dilantik. Seperti namanya, kabinet ini dipimpin oleh perdana menteri Ir. H. Djuanda.
Pada masa baktinya, Djuanda menorehkan tinta emas dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Ia menyempurnakan gagasan Negara Kesatuan yang dicetuskan M. Natsir.
Ide cemerlang itu di kenal dengan nama Deklarasi Djuanda. Tanpa dukungannya, gagasan M. Natsir mungkin akan berakhir sia-sia.
Salah satu maha karya yang ditorehkan oleh mantan guru SMA Muhammadiyah, Jakarta ini ialah Deklarasi Djuanda.
Guru SMA Jadi Perdana Menteri
Riwayat pendidikan Ir. Djuanda ialah menjalani pendidikan ala Barat. Mulai dari pendidikan dasarnya di Hollandsch Inlansdsch School (HIS) Tasikmalaya hingga pendidikan tingginya.
Lulus dari HIS Tasikmalaya ia melanjutkan ke Eropa Europesche Lagere School (ELS). Lulus dari ELS pada tahun 1924, ia melanjutkan ke Hogere Burger School (HBS) Bandung dan akhirnya lulus pada tahun 1929.
Lulus dari HBS Bandung, Ir. Djuanda segera melanjutkan ke Sekolah Tinggi Teknik (Technische Hooge School, THS, sekarang ITB) di Bandung. Mengambil jurusan teknik sipil, ia lulus pada tahun 1933.
Pengalamannya sebagai aktivis Muhamadiyah membuatnya lebih memilih mendedikasikan dirinya sebagai guru Muhammadiyah. Ia rela menerima gaji seadanya daripada menjadi asisten dosen di almamaternya.
“Dia memilih mengajar di SMA Muhammadiyah di Jakarta dengan gaji seadanya. Padahal, kala itu dia ditawari menjadi asisten dosen di THS dengan gaji lebih besar,” ungkap Lasa HS dalam 100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi terbitan Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah.
Profesinya sebagai guru di SMA Muhamamdiyah Jakarta itu ditekuninya hingga tahun 1937. Ia lantas menekuni dunia profesional sebagai lulusan teknik sipil.
Tokoh kelahiran Tasikmalaya pada 14 Januari 1911 itu akhirnya menekuni jalur professional. Ia bekerja di Jawatann Irigasi Jawa Barat.
Negarawan Ulung
Perjuangan Djuanda terlihat ketika ia duduk dalam pemerintahan. Bahkan pada periode revolusi kemerdekaan, ia telah mengambil sejumlah peran.
Ia memimpin para pemuda melakukan ambil alih Jawatan kereta api Jepang. Tidak hanya itu ia juga mengambil alih Jawatan Pertambangan di Kotapraja, Karisidenan, dan obyek-obyek militer di Gudang Utara Bandung.
Berbagai pengalaman dan kiprahnya ini mendorongnya menduduki sejumlah jabatan penting sebelum bergabung dengan kabinet Bung Karno. Tercatat ia pernah menjadi Kepala Jawatan Kereta Api untuk wilayah Jawa dan Madura.
Memasuki tahun 1946, ia dipercaya Bung Karno menjadi Menteri Muda Perhubungan. Setelah itu ia dipercaya menduduki sejumlah jabatan menteri, mulai dari Menteri Pengairan, Kemakmuran, Keuangan, Pertahanan hingga Perdana Menteri.
“Dari tahun 1946 sampai meninggalnya tahun 1963, beliau menjabat sebagai menteri muda sekali, 14 kali sebagai menteri, dan menjadi Perdana Menteri satu kali,” ujarnya
Sikapnya sebagai seorang negarawan pernah diuji ketika ia ditangkap Belanda pada Agresi Militer II Belanda. Saat itu Belanda membujuknya untuk bergabung ke Negara Pasundan.
“Djuanda sempat ditangkap tentara Belanda saat Agresi Militer II tanggal 19 Desember 1948. Dia dibujuk agar bersedia ikut dalam pemerintahan Negara Pasundan,” jelas Lasa.
Mengenang jasa dan perjuangannya untuk Indonesia, pemerintah bahkan telah menganugerahkannya gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Namanya bahkan ditetapkan sebagai nama bandara di Jawa Timur dan nama taman hutan raya di Bandung.
Penulis: Kukuh Subekti