ISLAMTODAY ID—Mempelajari ilmu falak atau astronomi berarti menjaga keteraturan beribadah. Ibadah bagi seorang muslim sangat bergantung pada ketepatan waktu seperti dalam salat, dan puasa Ramadan.
Mempelajari ilmu falak pada awalnya adalah suatu keharusan yang harus disegerakan. Hal ini sangat berkaitan erat dengan syiar Islam di seluruh penjuru dunia.
“Timbullah kebutuhan untuk mempelajarinya guna menentukan waktu-waktu salat sesuai kondisi letak geografis dan perubahan musim. Begitu pula penentuan arah kiblat, awal Ramadan, haji dan sebagainya,” ungkap Prof. Raghib As Sirjani dalam Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia.
Ilmu astronomi awalnya dipelajari oleh para ilmuwan muslim dari kitab-kitab para ilmuwan pra-Islam. Mereka melakukan penerjemahan terhadap kitab-kitab Yunani, Kalanda, Suryan, Persi hingga India.
Kitab Yunani pertama yang diterjemahkan ialah kitab karya Hermes. Kitab yang diterjemahkan dalam bahasa Arab dan diberi judul Mafatih An-Nujum itu dilakukan pada masa Daulah Umawiyah.
Lalu pada masa Abbasiyah, ilmuwan muslim kembali menerjemahkan kitab Yunani karangan Ptolomeus yang berjudul Almagest. Selanjutnya ilmu falak terus mengalami perkembangan terutama di bawah kekuasaan Khalifah al-Ma’mun.
Era Abbasiyah dan setelahnya
Pada masa Khalifah Al-Mamun muncul ilmuwan muslim ternama di bidang astronomi seperti Musa bin Syakir, Yahya bin Abu Manshur, Al-Khawarizmi hingga Muhammad bin Musa bin Syakir.
Ia mendorong para ilmuwan muslim yang menjadi ahli ilmu astronomi untuk giat melakukan penelitian. Terutama untuk mengoreksi kebenaran teori Ptolomeus.
Para ahli astronomi di Baghdad saat itu dimintanya untuk meneropong bintang-bintang langit lalu mencatat hasilnya. Mereka selalu menguji pernyataan dan kesimpulan yang disampaikan Ptolomeus dengan penelitian ilmiah.
Berbagai kemudahan dan fasilitas yang diberikan oleh Khalifah Al-Mamun para peneliti semangat dalam menekuni dunia astronomi. Terbukti dengan ditemukannya ilmu hisab arudh atau aritmatika oleh anak-anak Musa bin Syakir.
Khalifah juga membangun sejumlah tempat sebagai observatorium mulai dari pinggiran Kota Baghdad dekat dengan pintu gerbang Syamsyiah. Ia juga membangun obervatorium di Jundisabur dan di Qasiyun, Damaskus dan diikuti oleh pembangunan di kota-kota Islam lainnya.
Salahsatunya di Persia, di sana terdapat teropong Maragha yang dibangun oleh Nasiruddin al-Thusi. Teropong tersebut termasuk teropong paling terkenal dan terbesar, sehingga hasil pengamatannya lebih detail.
“Tempat ini dijadikan pegangan oleh para ilmuwan Eropa pada masa renaissance dan sesudahnya dalam pembahasan dan penelitian di bidang astronomi,” jelas Prof. Raghib.
Tidak hanya itu para ahli astronomi dan bangunan observatoriumnya juga bisa kita jumpai Ibnu Syathir
di Syam, Ad-Dinawariyi di Asfahan, lalu Ulugh beg di Samarkand. Pada setiap bangunan observatorium ini dilengkapi dengan sejumlah alat-alat pendukung seperti pasak, pemangkas, alat segi empat cekung, segi empat melengkung, alat pelobang, alat petunjuk zenit, mengenal titik arah dan ketinggian, alat lingkaran kestabilan dan berbagai macam pengukur sudut dan alat deteksi untuk memperkirakan waktu.
Para ilmuwan muslim juga masih memanfaatkan sejumlah alat-alat pengamatan era Yunani, seperti alat astrolabe (perkirakan tinggi bintang). Namun demikian para ilmuwan muslim tetap melakukan pembaruan di bidang rumus sesuai hasil penelitian yang mereka temukan.
Alat lainnya yang digunakan selama proses pengamatan bintang-bintang adalah alamanak perbintangan dan teropong bintang. Almanak paling terkenal ialah Almanakn Ibnu Yunus oleh Ali bin Abdurahman bin Yunus.
Para Astronom Muslim
-
Abdurahman As-Sufi
Abdurahman As-Sufi termasuk ilmuwan pertama yang membuat jadwal terbit bintang-bintang secara mendetail. Hal ini ia tuliskan dalam Kitab Bintang-bintang Terbit yang ditulis pada tahun 299H bertepatan dengan tahun 911 M.
Kitab tersebut menyebutkan tentang sejarah, tempat orbit, hingga pergerakan 1000 bintang. Berkat karyanya tersebut, para ilmuwan menisbatkan namanya pada sebuah tempat pendaratan di bulan.
- Al-Farghani
Astronom-astronom hebat era Islam diantaranya ada Al-Farghani, yang menjadi rujukan bagi astronom Eropa Barat dan Asia. Lalu al-Batani lewat karyanya yang terkenal Az-Zaijush Shabi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin pada abad ke-12.
“Al-Batani juga mengarang kitab di bidang astronomi (berjudul) Makrifat Mathali’in Nujum, juga kitab Ta’dil al-Kawakib,” ucap Prof. Raghib.
- Abu Wafa’ al-Buzajani
Abu Wafa’ al-Buzajani ialah penemu alat Muadalat, alat untuk meluruskan tempat-tempat bulan. Ia adalah ilmuwan yang berjasa dalam mengembangkan ilmu astronomi dan mekanika, sebab ia berhasil mengungkapkan adanya kekeliruan dalam teori gerakan bulan.
- Abu Ishak An-Naqash Az-Zarqani
Abu Ishak An-Naqash Az-Zarqani, seorang ilmuwan muslim kelahiran tahun 1028 M yang tidak hanya dikenal dalam ilmu astronomi namun juga matematika.
Ia adalah ilmuwan muslim asal Andalusia atau Spanyol, penemu Lembaran Toledo. Sebuah temuan yang disematkan karena nama Kota Toledo di Spanyol.
Hasil temuannya dia abadikan dalam Kitab Ash-Shahifatu Az-Zaijiyah. Melalui karyanya ini ia membertahu cara baru penggunaan astrolabe.
Tidak hanya itu Abu Ishak An-Naqash Az-Zarqani juga berjasa dalam penemuan gerakan kemiringan orbit matahari terhadap bintang-bintang.
“Terbukti belakangan bahwa bahwa nomor yang benar adalah 12,8 detik,” tutur Prof Raghib.
- Abu Basar Bahauddin Al-Kharaqi.
Abu Basar Bahauddin Al-Kharaqi seorang ilmuwan muslim ternama abad keenam hijriyah. Karya-karyanya yang terkenal ialah At-Tabshirah dan Muntaha Al-Idrak fi Taqsim Al-Aflak.
- Badi’ Al-Asthralabi
Badi’ Al-Asthralabi seorang ilmuwan era tahun 534 Hijriyah atau 1139 M yang dikenal ahli dalam menciptakan alat-alat astronomi. Karyanya yang melegenda ialah susunan jadwal astronomi pada masa Sultan As-Saluji di Baghdad.
Hal ini ia tulis dalam kitabnya berjudul Az-Zanji Al-Mahmudi. Penamaan ini ia nisbatkan pada nama penguasa saat itu Mahmud Abu Al-Qashim bin Muhammad.
- Ibnu Syathir
Ibnu Syathir seorang ilmuwan muslim era Utsmani yang hidup pada tahun 778 Hijriyah atau 1375 Masehi. Temuannya menjadi panduan dalam bidang astronomi selama beberapa abad di Eropa dan Asia.
Temuannya yang terkenal adalah Almanak Perbintangan Ibnu Syathir. Sebuah kitab petunjuk cara-cara pemanfaatan alat astronomi untuk melengkapi temuan-temuan ilmuwan terdahulu.
Selanjutnya pada masa Sultan Murad I, ia membuat karya yang berjudul kifayah qunu’ fil amal bir rubu al-Maqthu. Bahkan mahakaryanya ini terbukti dijiplak oleh ilmuwan Barat, Copernicus.
“Hal itu diketahui sesudah tiga tahun (1393H/ 1973 M) selepas ditemukan manuskrip Arab di Polandia yang menjelaskan bahwa Copernicus telah menjiplak darinya,” ungkap Prof. Raghib.
- Ulugh beg
Ulugh beg yang juga ilmuwan era Utsmani ini dikenal lewat alat-alat teropongnya yang baru. Penelitiannya yang berlangsung sejak tahun 727 H sampai tahun 839 H yang bertepatan dengan 1327 M sampai tahun 1435 M ialah berupa almanak Ulugh beg.
Ia berhasil menetapkan tempat-tempat bintang dengan detail dan teliti termasuk gerhana matahar dan bulan.
- Ar-Rudani Syamsuddin Al-Fasi
Ar-Rudani Syamsuddin Al-Fasi merupakan ilmuwan astronom periode akhir. Dia menciptakan alat astronomi untuk mengetahui tentang waktu yang dilengkapi dengan gambar-gambar bercat putih berlapis varnis kapas. Risalahnya yang lain adalah tentang tata cara pembuatan dan penggunaannya.
Penulis: Kukuh Subekti