KARACHI, (IslamToday.id) — Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menyatakan keprihatinan mendalam atas perkembangan di Kashmir baru-baru ini, terutama mengenai pencabutan status konstitusional khusus bagi wilayah Jammu Kashmir yang disengketakan oleh New Delhi dan Islamabad.
Dalam pertemuan darurat Kelompok Kontak OKI tentang Jammu dan Kashmir di Jeddah pada Selasa, Sekretaris Jenderal OKI Dr. Yousef bin Ahmed Al-Othaimeen, dalam sebuah pernyataan, menegaskan kembali dukungan penuh OKI kepada masyarakat Jammu dan Kashmir yang berjuang untuk mendapatkan hak-hak mereka, khususnya hak untuk menentukan nasib sendiri.
Kementerian Luar Negeri Pakistan mengatakan pernyataan itu dibacakan oleh Asisten Sekretaris Jenderal Samir Bakr Diab yang memimpin pertemuan tersebut mewakili sekjen.
Kelompok Kontak Jammu & Kashmir dibentuk pada 1994 untuk mengkoordinasikan kebijakan OKI tentang perselisihan Jammu dan Kashmir, yang beranggotakan Azerbaijan, Niger, Pakistan, Arab Saudi dan Turki.
Makhdoom Shah Mahmood Qureshi, yang memimpin delegasi Pakistan, memberi tahu para peserta tentang upaya India untuk memperkuat pendudukan yang tidak sah atas Kashmir.
Anggota lain dari Kelompok Kontak juga membuat pernyataan yang mengecam tindakan ilegal India dan menyatakan keprihatinan yang mendalam atas perkembangan tersebut.
“Kelompok juga menegaskan kembali dukungan terus-menerus bagi masyarakat Jammu dan Kashmir dan menyerukan resolusi damai dari India sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB dan aspirasi rakyat Kashmir ” tulis pernyataan itu, dikutip dari AA.
Grup Kontak menegaskan kembali bahwa Jammu dan Kashmir adalah perselisihan yang diakui secara internasional dan tertunda dalam agenda Dewan Keamanan PBB.
Kelompok Kontak mendesak India untuk memungkinkan akses ke Komisi Hak Asasi Manusia Permanen Independen OKI (IPHRC) dan lembaga hak internasional lainnya di Jammu dan Kashmir yang diduduki India untuk secara independen memverifikasi pelanggaran HAM berat dan terang-terangan.
Sejak 1947, Jammu dan Kashmir diberi ketentuan khusus untuk memberlakukan hukumnya sendiri.
Ketentuan tersebut juga melindungi hukum kewarganegaraannya, yang melarang orang luar untuk menetap atau memiliki tanah di wilayah tersebut.
Jammu dan Kashmir itu dikuasai oleh India dan Pakistan sebagian dan diklaim oleh keduanya secara penuh.
Sejak berpisah pada 1947, India dan Pakistan telah berperang sebanyak tiga kali – pada 1948, 1965 dan 1971 – dua di antaranya memperebutkan Kashmir.
Sejumlah kelompok Kashmir di Jammu dan Kashmir berperang melawan pasukan India untuk memperjuangkan kemerdekaan, atau untuk bersatu dengan negara tetangga Pakistan. Menurut sejumlah organisasi hak asasi manusia, ribuan orang tewas akibat konflik di wilayah itu sejak 1989.