(IslamToday ID) – Pengungsi Rohingya di kamp-kamp penuh sesak di Bangladesh terancam terpapar virus corona. Sebagian besar dari mereka adalah lansia sehingga berisiko tinggi dan sangat berbahaya.
Demikian diungkapkan oleh hak asasi manusia Amnesty International dalam sebuah pernyataannya, Senin (6/4/2020).
Pihak berwenang di Bangladesh, PBB, beserta organisasi kemanusiaan lainnya menyatakan telah berupaya mengurangi risiko penyebaran Covid-19 di kamp-kamp di luar Cox’s Bazar. Langkah ini termasuk meningkatkan bantuan, menghentikan pertemuan-pertemuan, dan serangkaian tindak pencegahan lain.
Tetapi diakui, informasi dasar dan akurat terkait penyakit dan langkah untuk mencegah penyebarannya gagal menjangkau banyak orang di kamp-kamp, dan terutama orang-orang lanjut usia.
Kebanyakan para lansia hanya menerima sedikit informasi tentang Covid-19. Memang, ada beberapa pertemuan untuk menyebarkan informasi di kamp-kamp, tetapi banyak orang lansia yang tidak diberi tahu. Mereka yang tahu pun banyak yang tidak bisa datang karena kondisi fisik yang terbatas dan medan yang menyulitkan.
“Saya sangat takut, jika virus datang ke kamp, tidak ada yang akan selamat karena di sini banyak orang tinggal berdesakan,” ujar Hotiza, seorang perempuan berusia sekitar 85 tahun.
Akses informasi untuk semua penguni kamp pengungsi telah dibatasi sejak otoritas Bangladesh memutus akses telekomunikasi dan internet pada September 2019. Banyak organisasi kemanusiaan meminta agar pembatasan ini segera dicabut.
Bahkan, jika akses informasi telah pulih, butuh upaya khusus untuk melindungi dan memberikan informasi yang benar kepada para lansia yang tinggal di kamp pengungsian.
Selama ini, beredar asumsi bahwa para lansia akan memperoleh informasi terkait wabah dan pencegahannya lewat keluarga mereka. Akan tetapi asumsi ini tidak benar.
Pihak berwenang Bangladesh telah merancang cara kreatif untuk menyebarluaskan informasi, seperti menggunakan megaphone di atas tuktuk dan menyampaikan arahan terkait wabah corona ke kamp-kamp dalam bahasa Rohingya. Tetapi sayangnya, para warga lansia mengatakan bahwa mereka sering kali tidak bisa mendengar arahan itu dengan baik.
“Saya tidak tahu apa-apa tentang virus itu. Hanya mendengar orang mengatakan sesuatu tentang virus lewat megaphone, tetapi pendengaran saya kurang baik, karena itu saya tidak tahu apa-apa. Saya berpikir, mereka itu bicara apa ya lewat megaphone,” kata seorang lansia, Sayeda (80).
Tak Ada Masker
Sementara warga lansia lain bahkan tidak tahu apa-apa tentang virus ini. “Saya tidak mendengar hal-hal baru, hanya orang mengatakan penyakit telah datang, berdoalah,” kata Abdu Salaam (70). Ia juga tidak memiliki akses ke perawatan yang memadai untuk mengatasi masalah kesehatan signifikan lain yang ia derita.
Badan Pengungsi PBB, UNHCR mengindikasikan ada lebih dari 31.500 orang pengungsi berusia 60 tahun atau lebih yang tinggal di kamp-kamp di Bangladesh.
Di Kamp Kutapalong, hampir tidak ada masker yang tersedia, cairan pembersih tangan pun langka. Lupakan menjaga jarak jika tiap gubuk pengungsian hanya berukuran 10 meter persegi dan diisi 12 orang. “Anda dapat mendengar tetangga bernapas,” ujar salah seorang pekerja sukarelawan.
“Nyaris mustahil menerapkan jarak sosial di kamp-kamp itu,” kata pimpinan Dokter Lintas Batas di Bangladesh, Paul Brockman.
“Skala tantangannya sangat besar. Populasi yang rentan seperti Rohingya kemungkinan akan terpengaruh secara tidak proporsional oleh Covid-19,” ujar Brockman.
Bangladesh hanya melaporkan sedikit kematian akibat virus corona, tetapi masyarakat dan para ahli khawatir sebenarnya ada kasus lebih banyak lagi.
Kekhawatiran juga meningkat sejak sebuah keluarga Rohingya yang terdiri dari empat orang kembali dari India dikarantina di pusat transit PBB untuk dites Covid-19. Seorang perempuan Bangladesh di kamp Cox’s Bazar yang dites positif mengidap virus corona juga menambah ketegangan. (wip)
Sumber: Dw.com, Detik.com