IslamToday ID – Permenkes No. 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, dinilai sebagai kebijakangan yang serba tanggung.
Sebelumnya, PSBB dipilih Presiden Jokowi sebagai langkah penangan covid-19, dibandingkan desakan melakukan karantina wilayah. Keputusan Presiden kemudian disusul dengan terbitnya Permenkes No. 9/2020 yang menjadi dasar pelaksanaan PSBB.
Memperlambat Penanganan
Sejumlah pakar hukum menilai, Permenkes tersebut justru memperlambat penanganan wabah covid-19. Indikatornya, adalah ketentuan permohonan PSBB harus disertai dengan sejumlah data sebagai mana yang diatur dalam Pasal 4 Permenkes No. 9/2020.
Data yang dimaksud antara lain, peningkatan jumlah kasus menurut waktu; penyebaran kasus menurut waktu; dan kejadian transmisi lokal. Data peningkatan jumlah kasus menurut waktu disertai dengan kurva epidemiologi dan data penyebaran kasus menurut waktu disertai dengan peta penyebaran menurut waktu.
Padahal, pemerintah pusat menurut sudah melakukan penghimpunan dan pengolahan data pada setiap wilayah, berdasarkan laporan laboratorium tes Covid-19 yang ditetapkan Kementerian Kesehatan.
Dengan demikian Kementerian Kesehatan sudah memiliki data daerah mana saja yang mendesak untuk dilakukan PSBB atau karantina wilayah. Sehingga, tidak perlu lagi menunggu permohonan PSBB oleh pemerintah daerah. Jika pemerintah pusat menunggu permohonan pemerintah daerah, maka memperpanjang proses birokrasi.
“Birokrasi yang semakin panjang terlihat dalam tata cara penetapan status PSBB sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Permenkes No.9 Tahun 2020 itu,” kata Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nursyamsi, Senin (6/4/2020)
Menurut Fajri, penyebaran Covid-19 tidak dapat dibatasi oleh sekat wilayah. Usulan tidak mungkin dilakukan oleh satu wilayah saja, tapi semestinya ditentukan secara nasional.
Selain itu, Pasal 9 ayat (2) dalam permenkes tersebut juga kontroversial. Sebab Penetapan PSBB turut mempertimbangkan kesiapan terutama ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat; ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial untuk rakyat terdampak; dan aspek keamanan.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran, misalnya terdapat suatu daerah dengan kasus kasus positif covid-19 tinggi dan penyebaranhnya cepat, namun tidak siap dalam menyediakan sejumlah kebutuhan yang disebut dalam pasal 9 ayat 2 tersebut.
“Apabila pemerintah daerah menyatakan ada ketidaksiapan dari salah satu aspek tersebut, maka pemerintah pusat wajib menyediakannya,”ujar Fahri.
Fahri mendesak Menteri Kesehatan segera merevisi Permenkes No.9/2020 terutama ketentuan yang birokratif. Ia juga meminta Presiden melakukan restrukturisasi Gugus Tugas, yakni menempatkan Presiden/Wakil Presiden atau Menteri Kesehatan sebagai Ketua Gugus Tugas, sebab yang terjadi adalah darurat kesehatan bukan kebencanaan.
Ia turut meminta DPR harus menghentikan seluruh agenda legislasi, kecuali pembahasan Perppu No.1 Tahun 2020 dan fokus mengawasi kebiajakan penanganan Covid-19.
Serba Tanggung
Kritik juga datang dari Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra.Menurutnya, Permenkes tersebut masih belum mengatur soal penegakan disiplin masyarakat. Aturan itu tidak dicantumkan soal sanksi pelanggaran, sehingga PSBB rawan dilanggar.
Menurut Yusril, sanksi hanya dapat diatur dalam undang-undang. Sedangkan, , UU Karantina Kesehatan tidak mengatur sanksi bagi mereka yang melanggar PSBB. Seharunya, Presiden jeli dalam hal ini jika memilih PSBB sebagai solusi pencegahan.
“Itu sebabnya sejak lebih sebulan yang lalu saya katakan sebaiknya Presiden terbitkan perppu yang komprehensif untuk menghadapi COVID-19,” kata Yusril melalui keterangannya di Jakarta, Minggu (5/3)
Alih-alih menerbitkan perpu untuk mengatasi kekurangan dalam UU Kekarantinaan. Pemerintah justru memilih membuat peraturan yang merujuk pada UU Kesehatan, UU Wabah Penyakit, dan UU Karantina Kesehatan.
“Nah, akhirnya peraturan apa pun yang dibuat dengan mengacu pada tiga UU di atas, semuanya serbatanggung,’ imbuh Yusril
Penulis: Arief Setiyanto
Sumber: Tempo.co. Katadata.co.id, CNNIndonesia.com, hukumonline.com