IslamToday ID — Sejak 11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan COVID-19 atau virus korona sebagai peristiwa pandemi. Hal ini kemudian memicu status darurat global.
“Ini bukanlah sekedar krisis kesehatan publik biasa, ini adalah krisis yang akan mempengaruhi semua sektor, sehingga semua pihak dan individu harus terlibat dalam melawan krisis ini” demikian pernyataan Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Namun, Tahukah kamu? dalam lintasan sejarah, umat manusia telah menghadapi berbagai macam pandemi. Pandemi ini kemudian mengubah perilaku dan cara hidup manusia selanjutnya.
Dalam sejarah penyakit menular, pandemi adalah skenario terburuk. Ketika suatu penyakit menyebar secara masif di luar batas negara-negara hingga berbagai kawasan dunia saat itulah peristiwa itu secara resmi dikategorikan sebagai pandemi.
Menurut laman History, pada masa manusia hidup secara nomaden, hingga bergeser ke kehidupan agraris sekitar 10,000 tahun lalu persebaran penyakit menular dari komunitas ke komunitas masyarakat mulai terjadi.
Malaria, TBC (Tubercolosis), Kusta, Influenza, Cacar dan berbagai pernyakit lainnya pertama kali muncul selama periode ini.
Semakin banyak manusia yang hidup membangun masyarakat dan peradaban, membangun kota-kota, wilayah, dan merintis rute jalur perdagangan untuk terhubung dengan kota lainnya, bahkan ketika mengobarkan perang diantara mereka, semakin besar pula kemungkinan terjadinya pandemi.
Dalam lintasan sejarah, berbagai macam pandemi membinasakan penduduk dunia secara massif, hingga mengubah sejarah dunia. Mari kita simak catatan peristiwa sejarah pandemi berikut ini;
430 SM: Athena
Pandemi ini yang paling awal tercatat dalam sejarah. Wabah ini pun terjadi selama Perang Peloponnesia.
Penyakit menular ini merebak di wilayah Libya, Ethiopia dan Mesir, kemudain pandemi ini melintasi Tembok Athena ketika pasukan Sparta mengepung.
Sebanyak dua pertiga dari populasi di wilayah tersebut meninggal dunia.
Gejalanya meliputi demam, haus, tenggorokan dan lidah berdarah, kulit merah dan lesu.
Penyakit ini awalnya, diduga merupakan demam tifoid.
Wabah ini kemudian melemahkan Athena secara signifikan hingga menjadi faktor penting dalam kekalahan mereka dari Pasukan Sparta.
165 M: Wabah Antoninus
Wabah Antoninus diduga merupakan gejala penampakan awal cacar yang dimulai disebarkan oleh orang Hun atau Xiongnu, kawasan Asia Tengah atau Mongol.
Orang Hun kemudian menginfeksi orang Jerman, lalu menularkannya kepada orang Romawi pada masa pengepungan Seleucia antara 165-166 M.
Kemudian pasukan Romawi yang pulang menularkan wabah ini ke seluruh wilayah Kekaisaran Romawi.
Gejala penyakit ini termasuk demam, sakit tenggorokan, diare. Apabila pasien hidup cukup lama akan timbul luka bernanah.
Wabah ini berlanjut dari sekitar tahun 165 M hingga tahun 180 M., mengklaim Kaisar Marcus Aurelius sebagai salah satu korbannya.
Wabah ini kemudian disebut sebagai Wabah Antoninus karena telah merenggut nyawa Kaisar Romawi Lucius Verus, ia bermarga Antoninus yang berasal dari Dinasti Nerva-Antoninus, Ia juga merupakan saudara adopsi Kaisar Marcus Aurelius.
Wabah Antoninus kedua terjadi antara 251 hingga 266 M, pada masa puncaknya sekitar 5.000 orang meninggal dunia setiap harinya.
250 M.: Wabah Cyprian
Wabah ini disebut Cyprian karena korban pertamanya ialah seorang Uskup Kristen Kartago, Cyprian.
Wabah Cyprian menyebabkan gejala seperti diare, muntah, radang tenggorokan, demam serta tangan dan kaki yang kasar.
Penduduk kota bermaksud melarikan diri dari Kartago untuk menghindari infeksi akan tetapi malah menyebarkan wabah ini lebih lanjut.
Penyebarannya dimulai melintasi Ethiopia, melewati Afrika Utara, ke Roma, lalu ke Mesir dan ke wilayah Utara.
Wabah ini berulang kali terjadi selama tiga abad berikutnya.
Pada 444 M, wabah ini menghantam Inggris. Bahkan wabah ini menghalangi pertahanan pasukan Inggris saat menghadapi serangan orang-orang Picts Skotlandia, Akhirnya, Inggris pun terpaksa mencari bantuan dari Saxon, yang kemudian menguasai kepulauan itu.
541 A.D .: Wabah Yustinianus
Wabah ini untuk pertama kalinya muncul di Mesir, dan kemudian menyebar melalui Palestina dan Kekaisaran Bizantium, hingga ke seluruh wilayah Mediterania.
Dampak wabah ini mengubah ambisi kekaisaran, bahkan memadamkan rencana Kaisar Justinian untuk menyatukan Kekaisaran Romawi dibawah kekuasaanya. Wabah ini pun menyebabkan krisis ekonomi besar pada masanya.
Menurut History, Wabah Yustinianus ini bahkan menciptakan suasana apokaliptik yang mendorong penyebaran masif agama Kristen.
Wabah ini pun kembali melanda selama dua abad berikutnya hingga akhirnya menewaskan sekitar 50 juta orang, 26 persen dari total populasi dunia.
Wabah ini diyakini sebagai gejala penampakan awal signifikan pertama dari penyakit PES, yang menampilkan kelenjar limfatik yang membesar. Wabah ini dibawa oleh tikus dan disebarkan oleh kutu.
Abad 11 M: Kusta
Meskipun penyakit ini dinilai telah ada sejak lama, kusta tumbuh menjadi pandemi di Eropa pada Abad Pertengahan,
Pandemi Kusta menjadi sebab dibangunnya banyak rumah sakit khusus kusta untuk melayani jumlah korban yang begitu besar.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang berkembang lambat yang menyebabkan luka dan cacat.
Pada masanya, penyakit kusta diyakini sebagai hukuman dari Tuhan yang menimpa keluarga. Keyakinan ini menyebabkan penilaian moral dan pengucilan terhadap korban.
Oleh pejabat setempat, para korban wabah kusta dikarantina di rumah khusus penderita penyakit ini, dan berada di lokasi terpencil yang jauh dari keramaian.
Kusta kemudian dikenal sebagai penyakit Hansen, dan masih menimpa puluhan ribu orang per tahunnya.
Kusta dapat berakibat fatal jika tidak diobati dengan antibiotik.
1350 M: Black Death
Black Death dikenal sebagai salah satu wabah paling mematikan di dunia. Wabah ini bertanggung jawab atas kematian sepertiga (1/3) dari populasi dunia.
Munculnya gelombang persebaran wabah kedua dari penyakit pes ini, dimulai di Asia dan bergerak ke Barat dengan karavan.
Wabah ini masuk melalui Sisilia pada tahun 1347 M. Ketika penderita wabah tiba di pelabuhan Messina, penyakit itu menyebar ke seluruh Eropa dengan cepat.
Menurut laporan History, pada masa wabah ini menjangkit, Mayat-mayat menjadi begitu lazim tergeletak membusuk di tanah sehingga kota-kota yang terjangkit pun berbau busuk.
Inggris dan Prancis sangat terdampak dan dilumpuhkan oleh wabah ‘Black Death’ sehingga kedua negara bahkan mengadakan gencatan senjata untuk sementara mengakhiri perang diantara mereka.
Sistem feodal Inggris pun runtuh ketika wabah ini kemudian mengubah kondisi perekonomian dan demografi Inggris.
Black Death bahkan merenggut populasi di wilayah Greenland. Bangsa Viking pun kehilangan kekuatan untuk berperang melawan penduduk pribumi, dan penjelajahan mereka di wilayah Amerika Utara terhenti akibat wabah ini.
1492: ‘The Columbian Exchange’
Menyusul kedatangan bangsa Spanyol di Karibia, penyakit seperti cacar, campak dan wabah pes ditularkan pada penduduk pribumi disana oleh bangsa Eropa.
Tanpa paparan sebelumnya, penyakit ini membinasakan para penduduk asli, dengan sebanyak 90 persen meninggal dunia di seluruh kawasan wilayah Utara dan Selatan.
Setibanya di Pulau Hispaniola, Christopher Columbus bertemu dengan orang Taino, dengan populasi 60.000 jiwa. Pada tahun 1548, jumlah penduduk Taino berkurang drastis hanya menjadi 500 jiwa. Skenario semacam ini berulang kali terjadi di seluruh wilayah Amerika.
Pada 1520, salah satu sebab kekalahan Imperium Aztec disebabkan oleh infeksi penyakit cacar melalui budak Afrika yang dibawa Spanyol.
Penyakit ini membunuh banyak korban jiwa. Wabah ini membinasakan populasi Aztec sehingga mereka tidak dapat menghalau serangan penjajah Spanyol dan membuat para petani tidak dapat bekerja mengolah lahan-lahan pertanian mereka sehingga mengalami krisis pangan.
Penelitian pada 2019 menyimpulkan bahwa kematian sekitar 56 juta penduduk asli ‘pribumi’ Amerika pada abad ke 16 dan 17 M, sebagian besar disebabkan oleh infeksi penyakit.
Menurut History, Peristiwa ini mengubah iklim Bumi karena pertumbuhan vegetasi di lahan yang sebelumnya digarap menarik lebih banyak CO2 dari atmosfer dan menyebabkan proses pendinginan.
1665: Wabah Besar London
Dalam peristiwa wabah dahsyat lainnya, wabah pes menyebabkan kematian 20 persen jumlah penduduk London.
Ketika jumlah kematian manusia meningkat dan kuburan massal terpaksa bermunculan, ratusan ribu kucing dan anjing dibantai karena dianggap sebagai penyebab penularan. Wabah ini menyebar melalui pelabuhan di sepanjang Sungai Thames.
Yang terburuk dari wabah ini memuncak pada musim gugur tahun 1666, bertepatan dalam periode yang sama dengan peristiwa dahsyat lainnya, yakni Kebakaran Besar London, The Great Fire of London (2-5 September 1666).
1817: Pandemi Kolera Pertama
Gelombang pertama dari tujuh pandemi kolera selama 150 tahun berikutnya, yakni infeksi usus halus atau usus kecil yang berasal dari Rusia, ini mengakibatkan satu juta orang meninggal dunia.
Penularan penyakit ini melalui air dan makanan yang terinfeksi tinja. bakteri ini disebarkan oleh tentara Inggris yang membawanya ke wilayah India dimana membinasakan jutaan korban jiwa lain.
Jangkauan luas pasukan Kerajaan Inggris dan Armada Lautnya kemudian menyebarkan kolera hingga ke Spanyol, Afrika, Indonesia, Cina, Jepang, Italia, Jerman dan Amerika, hingga merenggut nyawa 150.000 jiwa. Vaksin Kolera ditemukan pada tahun 1885, akan tetapi pandemi berlanjut.
Kolera sebelumnya dikenal sebagai epidemi tetapi wabah ini memiliki syarat sebagai pandemi, karena persebaran dan dampak masifnya pada dunia.
Menurut Richard J. Evans, kolera menyebar luas ke berbagai belahan dunia dalam gelombang dan menewaskan ratusan ribu jiwa.
Gelombang pertama dimulai di India pada tahun 1817, kemudian menyebar ke Tiongkok, Jepang dan sebagian Asia Tenggara, ke Madagascar dan Afrika Timur dan berakhir di Anatolia dan Kaukus pada 1823.
Gelombang terakhirnya berlangsung pada 1861 sampai 1975 yang dengan serius menimpa kawasan Asia, termasuk Indonesia. Seluruh gelombang pandemi ini membuat semua wilayah benua di dunia pernah menghadapi wabah kolera.
Sementara menurut laporan WHO, pada abad ke-19, kolera menyebar ke seluruh belahan dunia dari delta Sungai Gangga, India. Asalnya dari beras yang terkontaminasi. Kolera kemudian menyebar cepat ke sebagian besar wilayah India, Myanmar, dan Sri Lanka.
Pada 1820, kolera menyebar ke Thailand, Indonesia( tercatat menewaskan 100.000 jiwa di pulau Jawa), lalu ke Filipina. Penyakit ini juga menyebar ke China pada tahun 1820 dan Jepang pada tahun 1822 melalui orang-orang yang terinfeksi di kapal.
Kolera juga menyebar ke luar Asia. Pada tahun 1821, pasukan Inggris yang melakukan perjalanan dari India ke Oman membawa penyakit kolera ke Teluk Persia. Penyakit ini akhirnya mencapai Eropa, Turki, Suriah, dan Rusia Selatan.
Pandemi ini sempat mereda setelah enam tahun, diduga karena dampak musim dingin yang parah pada 1823-1824. Kondisi ini dinilai dapat membunuh bakteri yang hidup dalam persediaan air.
Enam pandemi kolera berikutnya membunuh jutaan jiwa di berbagai belahan dunia. Kini adalah pandemi ketujuh, yang dimulai di wilayah Asia Selatan pada 1961, dan mencapai Afrika pada 1971, lalu Amerika pada 1991. WHO menyebutkan bahwa Kolera merupakan pandemi terpanjang di dunia.
Menurut Richard J. Evans, pandemi kolera yang panjang menciptakan dampak politik hebat di sejumlah wilayah. Perang Franco-Prussian adalah salah satu yang terdampak wabah kolera.
Pada 1871 pandemi ini telah sampai di Eropa, tempat perang Franco-Prussian berlangsung. Akibatnya adalah demobilisasi pasukan di pihak Perancis karena banyak pasukannya terjangkit kolera sehingga menyebabkan berakhinya perang ini.
Perancis terkena dampak serius dari pandemi kolera selama puluhan tahun. Lebih kurang 40 tahun sebelumnya, Richard J. Evans mencatat pandemi kolera menyebabkan Revolusi Paris pada 1832. Pada waktu itu, Paris adalah kota yang kotor dan membuat wabah kolera mudah tersebar luas. 20 ribu jiwa meninggal dunia akibat Kolera di Paris.
Begitu cepatnya tingkat kematian pandemi ini membuat masyarakat Paris panik serta was-was sehingga terpancing oleh isu bahwa pengidap kolera yang dirawat sengaja dibunuh. Isu tersebut berubah menjadi gerakan perlawanan setelah anggota parlemen yang terkenal kritis, Jean Maximilien Lamarque meninggal akibat kolera.
Kelompok Société des droits de l’homme pun menghimpun massa hingga akhirnya pecah revolusi. Ribuan warga menduduki distrik-distrik di Perancis dan menciptakan pergolakan dengan Garda Nasional selama beberapa jam. Hasilnya, 160 orang di kedua belah pihak meninggal. Namun upaya pemberontakan akhirnya gagal.
1855: Pandemi Wabah Ketiga
Pandemi ini bermula di Cina dan pindah menyebar ke India dan Hong Kong, Wabah Pes ini merenggut 15 juta korban jiwa.
Pada awalnya wabah ini disebarkan oleh kutu selama boomingnya pertambangan di Yunnan.
Bahkan, wabah ini dianggap sebagai faktor dalam Pemberontakan Parthay dan Pemberontakan Taiping.
India menghadapi korban paling besar akibat wabah ini, dan epidemi digunakan sebagai alasan dan dalih atas kebijakan represif yang memicu beberapa pemberontakan terhadap Inggris.
Pandemi ini merebak hingga tahun 1960, saat itu kasus mulai menurun di bawah beberapa ratus saja.
1875: Pandemi Campak Fiji
Setelah Fiji menjadi koloni Kerajaan Inggris, Rombongan pemimpin Fiji mengunjungi Australia untuk memberikan hadiah pada Ratu Victoria. Mereka tiba saat wabah campak melanda, akhirnya pihak rombongan itu membawa wabah campak itu kembali ke pulau mereka, dan wabah pun menyebar lebih lanjut dari kepala-kepla suku dan polisi yang bertemu dengan rombongan delegasi saat mereka kembali ke Fiji.
Wabah ini menyebar dengan cepat, pulau itu kemudian dipenuhi dengan mayat-mayat yang tergeletak dan dipungut oleh binatang liar. Seluruh desa mati dan dibakar, kadang-kadang dibakar bersama dengan orang sakit yang terperangkap disana. Sepertiga total penduduk Fiji, sekitar 40.000 jiwa, meninggal dunia.
1889: Flu Rusia
Pandemi flu pertama ini secara signifikan dimulai di Siberia dan Kazakhstan, kemudian tersebar hingga ke Moskow, wilayah Finlandia serta Polandia, hingga akhirnya menghantam seluruh Eropa.
Pada tahun berikutnya, wabah flu rusia ini menyeberangi lautan hingga ke Amerika Utara dan Afrika. Pada akhir 1890, tercatat 360.000 jiwa meninggal dunia.
1918: Flu Spanyol
Wabah Flu kali ini yang ditularkan melalui unggas hingga mengakibatkan kematian 50 juta penduduk dunia.
Wabah yang kemudian disebut ‘Flu Spanyol ini, pertama kali pada tahun 1918 muncul di Eropa, Amerika Serikat dan sebagian wilayah Asia sebelum kemudian tersebar secara cepat ke seluruh dunia.
Pada saat itu, tidak ada obat atau vaksin yang efektif untuk mengobati jenis flu yang mematikan ini.
Laporan layanan telegram tentang wabah flu ini muncul pertama kali di Madrid pada musim semi 1918 sehingga pandemi ini dinamakan “Flu Spanyol.”
Pada Oktober, ratusan ribu warga Amerika meninggal dunia dan kelangkaan penyimpanan jenazah mencapai tingkat level krisis.
Akan Tetapi ancaman pandemi flu ini menghilang pada musim panas 1919 ketika sebagian besar yang terinfeksi telah memperoleh kekebalan tubuh ataupun meninggal.
1957: Flu Asia
Pada tahun 1957, terjadi pandemi yang disebabkan oleh kerabat virus influenza yang bermutasi menjadi H2N2 atau dikenal dengan “Asian Flu”. Virus ini merenggut 100.000 jiwa.
Wabah ini bermula di Hongkong kemudian menyebar ke seluruh China, hingga ke Amerika Serikat.
Flu Asia menyebar luas di Inggris, selama lebih dari enam bulan menyebabkan 14.000 jiwa meninggal dunia.
Gelombang kedua Flu Asia terjadi pada awal tahun 1958, menyebabkan total sekitar 1,1 juta kematian di seluruh dunia, dan 116.000 kematian di Amerika Serikat. Vaksin dikembangkan secara efektif untuk menanggulangi pandemi flu ini.
1981: HIV/AIDS
Penyakit ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1981. AIDS menghancurkan sistem kekebalan tubuh seseorang. Pada akhirnya menyebabkan kematian karena kekebalan tubuh (imun) yang seharusnya berfungsi melawan penyakit dalam kondisi lemah.
Mereka yang terinfeksi oleh virus HIV mengalami demam, sakit kepala, dan pembesaran kelenjar getah bening setelah terinfeksi. Virus HIV ini menular dan berpindah melalui cairan tubuh seperti darah dan cairan genital (kelamin) melalui perilaku seksual dan penggunaan jarum suntik.
AIDS pertama kali diamati menjangkit komunitas gay Amerika akan tetapi diyakini telah berkembang dari virus simpanse dari Afrika Barat pada 1920-an. Penyakit, ini menyebar melalui cairan tubuh tertentu, bahkan menyebar luas ke Haiti pada 1960-an, dan kemudian New York dan San Francisco pada 1970-an.
Perawatan telah dikembangkan untuk memperlambat perkembangan penyakit AIDS ini, akan tetapi 35 juta orang di seluruh dunia telah meninggal karena AIDS sejak penyakit ini ditemukan, hingga kini obat HIV AIDS belum ditemukan.
2003: SARS
Penyakit ini untuk pertama kali diidentifikasi pada tahun 2003 setelah beberapa bulan tercatat kasus terjadi.
Virus yang kemudian disebut Sindrom Pernafasan Akut Parah, Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) diyakini dimulai dari kelelawar, menyebar ke kucing dan kemudian ke manusia di China, kemudian menyebar di 26 negara lain, serta menginfeksi 8.096 orang, dengan 774 kematian.
Gejala SARS ditandai dengan masalah pernapasan, batuk kering, demam dan sakit kepala dan bagian tubuh. SARS menyebar melalui cairan dahak dari batuk (droplet) dan bersin.
Upaya karantina terbukti efektif dan pada bulan Juli, virus ini dapat teratasi dan belum muncul kembali sejak itu. China dikritik karena berusaha menekan informasi tentang virus ini pada awal wabah melanda.
SARS dipandang oleh para profesional kesehatan global sebagai peringatan untuk meningkatkan protokol penanganan wabah, dan pelajaran dari pandemi ini digunakan untuk mengatasi penyakit seperti H1N1, Ebola dan Zika agar terkendali.
2019: COVID-19
Corona Virus Diseases 2019
Pada 11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia mengumumkan bahwa virus COVID-19 secara resmi bahwa Virus Corona menjadi pandemi setelah menyebar cepat ke 114 negara dalam tiga bulan serta menginfeksi lebih dari 118.000 orang. Dan penyebarannya ke seluruh dunia pun belum selesai.
COVID-19 disebabkan oleh coronavirus baru — jenis coronavirus baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya pada manusia. Gejalanya meliputi masalah pernapasan, demam dan batuk, dan dapat menyebabkan pneumonia dan kematian. Seperti SARS, itu menyebar melalui tetesan dari bersin.
Kasus pertama dilaporkan terjadi di China pada 17 November 2019, di Provinsi Hubei, tetapi tidak dikenali. Delapan kasus lanjutan muncul pada bulan Desember dengan para peneliti mengatakan virus ini tidak diketahui sebelumnya.
Banyak yang mengetahui tentang COVID-19 ketika seorang dokter spesialis mata Dr. Li Wenliang menentang perintah pemerintah dan memberikan informasi keselamatan kepada dokter lainnya. Pada hari berikutnya, Tiongkok memberitahukan WHO dan mendakwa Li dengan kejahatan. Akhirnya, Li Wenliang meninggal dunia karena COVID-19 sebulan kemudian.
Tanpa vaksin yang tersedia, virus menyebar ke luar perbatasan Cina dan pada pertengahan Maret, virus itu telah menyebar secara global ke lebih dari 163 negara. Pada 11 Februari, infeksi penyakit ini secara resmi disebut sebagai COVID-19.
Hingga artikel ini diterbitkan pandemi COVID 19 telah menyebar ke 213 negara di seluruh dunia, dengan catatan 2.088.861 kasus, 134.755 kematian, dan 516.010 sembuh, menurut laman worldometer.info
Demikian sejarah mencatat berbagai macam pandemi yang kemudian mengubah perilaku dan cara hidup manusia selanjutnya.
Penulis: Tori Nuariza