IslamToday ID — Gerakan Vladimir Putin, yang ia lakukan pada 10 Maret terasa seperti alur cerita yang tak terduga. Dua bulan sebelumnya ia mengumumkan rencana untuk mengubah konstitusi Rusia, dan mengirim pengamat domestik dan asing, dalam prediksi hiruk pikuk tentang rencana suksesinya ketika masa jabatan presidennya akan berakhir pada tahun 2024 mendatang.
Kemudian, dalam langkah kilat pada 10 Maret, Putin memilih skenario yang begitu mengejutkan sehingga ditolak oleh sebagian besar pengamat Rusia.
Valentina Tereshkova anggota perempuan pertama di Duma/Parlemen Rusia, mengajukan proposal untuk memungkinkan Putin mencalonkan kembali setelah masa jabatan presidennya berakhir di tahun 2024, yang akan dimasukkan dalam paket amandemen konstitusi parlemen Rusia.
Lalu, Putin diberitahu tentang proses pengajuan ini, kemudian segera pergi ke Duma (Parlemen), dimana ia menyampaikan pidato menyetujui proposal Valentina Tereshkova. Akhirnya, anggota parlemen Rusia memilih untuk meloloskan pengajuan Tersehkova.
Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi harus menyetujui amandemen itu dan akan dimasukkan ke pemungutan suara populer dalam kuasa-referendum nasional pada 22 April. Sedikit keraguan akan ada hambatan untuk itu.
Langkah Putin kemudian dikritik keras oleh kubu oposisi, namun bahkan pihak oposisi Rusia pun kehilangan kata-kata beberapa menit setelah itu terjadi.
Namun, tak lama kemudian, anggota kunci gerakan oposisi Aleksey Navaly, Leonid Volkov, menyebutnya “kudeta, berbicara secara teknis”, sementara para aktivis meluncurkan paket dibawah patung St.Vladimir di dekat Kremlin. Pada hari yang sama, kantor walikota Moskow memberlakukan larangan sementara pada pertemuan publik yang dihadiri lebih dari 5.000 peserta – seolah-olah karena ancaman virus corona.
Jelas, pihak berwenang setempat mengambil langkah-langkah untuk mencegah ledakan kemarahan publik di jalan-jalan ibukota Moskow. Terakhir kali, Putin memutuskan untuk memperpanjang kekuasaannya dengan memutarbalikkan Konstitusi, ia harus menghadapi gelombang aksi protes yang belum pernah terjadi sebelumnya yang mengguncang Moskow selama beberapa bulan di musim dingin 2011-2012. Pada akhirnya, ia selamat dari protes dan tetap menjadi presiden yang populer.
Putin telah menjadi perwujudan konsensus mayoritas Rusia tentang seperti apa seharusnya Rusia. Konsensus ini tentu saja cair, tetapi Kremlin telah bekerja keras untuk mempertahankannya.
Selain itu, penyelarasan unik faktor internal dan eksternal pemereintahannya telah membantu menjaga konsensus ini bertahan begitu lama.
Ada juga krisis panutan. Situasi hari ini tidak bisa lebih berbeda dari apa yang terjadi pada tahun 1991 ketika jutaan orang Rusia memeluk model tata kelola dan kemakmuran ekonomi Barat.
Selama bertahun-tahun, Putin menunjukkan bahwa ia dapat menawarkan standar hidup yang lebih tinggi tanpa risiko yang datang dengan liberalisasi politik. Hari ini, PDB per kapita Rusia disesuaikan dengan paritas daya beli setara dengan mantan anggota komunis Uni Eropa.
Pada saat yang sama, Georgia dan Ukraina terus memberikan contoh yang nyaman dari masalah yang bisa dihadapi Rusia, jika rakyatnya mendorong kebebasan politik melalui revolusi.
Akan tetapi pilar-pilar konsensus populer di sekitar Putin ini semakin goyah. Selama beberapa tahun, jajak pendapat telah menunjukkan perubahan tektonik dalam sikap populasi Rusia. Kebutuhan yang dirasakan akan stabilitas telah dikalahkan oleh permintaan akan perubahan.
Semangat nasionalistik seputar aneksasi Krimea juga telah hilang. Hari ini, Rusia menginginkan normalisasi dengan Ukraina dan Barat, sementara sikap bermusuhan semakin surut.
Ada juga generasi baru pemuda yang telah mengadakan protes tanpa berhenti dan berpartisipasi secara massal di kantor regional di seluruh negeri. Motivasi utama mereka untuk memprotes agar mereka tidak melihat Rusia selain Putin di sepanjang hidup mereka.
Penulis: R. Syeh Adni
.