(IslamToday ID) – Suriah menggelar pemilihan umum (pemilu) untuk memilih parlemen baru pada hari Minggu (19/7/2020), di tengah pergulatan sanksi internasional dan ekonomi yang hancur akibat perang. Rakyat Suriah mulai mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) terdekat sejak pagi hari.
Lebih dari 7.400 TPS dibuka sejak pukul 7.30 pagi (11.30 WIB) di wilayah-wilayah Suriah yang dikuasai pemerintah, termasuk untuk pertama kalinya di bekas kubu oposisi.
Partai Baath pimpinan Presiden Bashar al-Assad dan sekutu-sekutunya diperkirakan akan memenangkan sebagian besar dari 250 kursi parlemen dalam pemilu ketiga yang diadakan sejak perang mulai berkecamuk sembilan tahun lalu tersebut.
Kantor berita negara SANA melaporkan menjelang pemungutan suara itu, seorang tewas dan satu lagi cedera dalam dua ledakan di Damaskus.
Foto para kandidat sudah dipajang di seluruh ibukota selama berpekan-pekan dengan jumlah kandidat 1.658 orang, termasuk sejumlah pengusaha terkemuka.
Pemilu yang dua kali ditunda sejak April karena pandemi virus corona ini dilangsungkan pada saat sebagian besar warga Suriah mengkhawatirkan melambungnya biaya hidup.
Banyak kandidat menawarkan program yang menjanjikan untuk mengatasi inflasi dan memperbaiki infrastruktur yang rusak akibat perang. “Para wakil rakyat mesti melakukan upaya luar biasa dalam meningkatkan pelayanan,” kata Umaya, seorang wanita berusia 31 tahun yang praktik dokter gigi.
Jutaan warga Suriah yang tinggal di luar negeri setelah melarikan diri dari perang yang telah menewaskan lebih dari 380.000 orang, tidak berhak memilih.
Tetapi untuk pertama kalinya, pemungutan suara akan dilakukan di wilayah yang direbut kembali oleh pemerintah, termasuk di wilayah Ghouta Timur di luar Damaskus dan di selatan provinsi Idlib di barat laut negara itu.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia menyatakan, setelah serangkaian kemenangan militer yang didukung Rusia yang menjadi sekutu utama Suriah, pemerintah kembali menguasai sekitar 70 persen negara itu. Dalam pemilu terakhir pada 2016, jumlah pemilih mencapai 57 persen.
Pemilu tahun ini terjadi ketika Damaskus berjuang memperbaiki perekonomian yang terpukul oleh perang sembilan tahun, sanksi Barat, dan dampak krisis keuangan.
Program Pangan Dunia PBB (FAO) menyatakan harga pangan di Suriah melonjak lebih dari 200 persen dalam satu tahun terakhir dan kini mencapai 20 kali lipat dari tingkat sebelum perang.
Di negara di mana lebih dari 80 persen penduduknya hidup miskin, FAO memperingatkan bahwa Suriah kini menghadapi krisis kelaparan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pemilu ini juga terjadi pada saat Assad memasuki 10 tahun kedua kekuasaannya bulan ini. Dan sudah berminggu-minggu ini AS menjatuhkan sanksi baru kepada Suriah termasuk kepada istri Assad.
Pemilihan presiden berikutnya diperkirakan berlangsung pada 2021, dan para kandidat akan membutuhkan persetujuan tertulis dari paling tidak 35 anggota parlemen.
Menteri Luar Negeri Suriah, Walid al-Muallem bulan lalu mengatakan Assad akan tetap berkuasa sepanjang rakyat Suriah menginginkan ia tetap berkuasa. [wip]