(IslamToday ID) – Kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran, Mohammad Javad Zarif ke Irak disambut dengan serangan roket yang menghantam Zona Hijau Baghdad pada Minggu (19/7/2020) siang. Setidaknya dua roket mengenai luar kedutaan AS di zona keamanan tinggi itu.
Belasan serangan roket telah menargetkan Zona Hijau yang merupakan instalasi militer dan diplomatik Amerika Serikat (AS) di Irak sejak Oktober. Tetapi biasanya serangan dilakukan di malam hari.
Kali ini, serangan itu terjadi di siang yang panas ketika diplomat top Iran mengadakan pertemuan back-to-back dengan pejabat senior Irak.
Zarif pertama kali bertemu dengan koleganya Menlu Irak, Fuad Hussein pada hari Minggu pagi, kemudian berturut-turut bertemu Perdana Menteri Mustafa al Kadhimi, Presiden Barham Saleh, Ketua Parlemen Mohammed Al Halbussi, dan Kepala Dewan Kehakiman Tertinggi Irak Faeq Zeidan.
Kunjungan Zarif ke Irak adalah yang pertama sejak tewasnya Jenderal Iran Qassem Soleimani di luar bandara internasional Baghdad pada bulan Januari.
Serangan pesawat tak berawak itu menyeret Irak masuk ke pusaran perang proksi antara AS-Iran yang bisa menggoyahkan Timur Tengah.
Zarif juga akan melakukan perjalanan ke utara ke ibukota regional Kurdi, Erbil untuk bertemu dengan para pejabat di sana. Perjalanan itu dilakukan menjelang kesibukan diplomatik Kadhimi yang akan mengunjungi Arab Saudi pada hari Senin.
Menjadi Mediator Langka
Para pejabat Irak akan tinggal di NEOM, sebuah wilayah di barat laut Kerajaan Saudi yang saat ini sedang dikembangkan sebagai kota futuristik.
Kadhimi akan bertemu Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), yang dikenal memiliki ikatan pribadi yang hangat.
Rombongan Kadhimi kemudian akan melanjutkan perjalanan ke Teheran pada Selasa malam. Kadhimi diperkirakan akan bertemu dengan pemimpin tertinggi Ali Khamenei.
Seorang pengamat menyatakan, melakukan dua perjalanan sekaligus itu (ke Saudi dan Iran) adalah upaya untuk menyeimbangkan hubungan Irak yang rumit dengan kedua negara tersebut.
Iran memiliki pengaruh militer dan politik yang besar di Baghdad dan merupakan pengekspor barang-barang konsumen terbesar kedua ke Irak. Tetapi pengaruhnya mengganggu Saudi dan AS, yang kemudian mendesak Irak untuk mengembangkan hubungan diplomatik dan ekonomi dengan tetangga-tetangga Teluk-nya.
Kadhimi dilantik menjadi perdana menteri pada Mei 2020 setelah menjabat sebagai kepala Badan Intelijen Nasional Irak selama hampir empat tahun.
Ia membangun hubungan dekat dengan Teheran, Washington, dan Riyadh selama ini, sehingga memicu spekulasi bahwa ia bisa berfungsi sebagai mediator langka di antara ketiga negara.
Kadhimi juga akan mengunjungi Washington dalam beberapa minggu mendatang, yang merupakan tonggak utama dalam dialog strategis antara AS dan Irak.
Sebagai bagian dari dialog, pemerintah Irak telah berjanji untuk melindungi instalasi AS dari serangan roket dengan lebih baik. Sedangkan AS berjanji untuk terus menarik jumlah pasukannya di seluruh Irak. [wip]