(IslamToday ID) – Proyek kota pintar Neom yang bernilai miliaran dolar dirancang dengan mempertimbangkan Israel dan masa depan monarki Saudi.
Ketika Uni Emirat Arab (UEA) menjadi negara Teluk pertama yang menentang negara Israel dan secara resmi menjalin hubungan diplomatik pada Jumat (14/8/2020) lalu, banyak pengamat yang mulai bertanya-tanya, siapa negara Arab berikutnya yang akan mengikuti.
Meskipun tidak dapat dihindari, semua negara di Teluk seperti Oman dan Bahrain kemungkinan besar akan menjadi yang berikutnya. Pertanyaannya adalah bagaimana Saudi, penjaga dua masjid suci umat Islam, akan menghadapi penderitaan masyarakat Palestina dan mengakui Israel?
Dengan mengakui Israel, sebuah negara yang menjajah Palestina sejak tahun 1948, UEA ingin memiliki suara yang kuat atas masalah-masalah regional di Washington, mendapatkan keuntungan ekonomi melalui bisnis dengan Tel Aviv, serta memperoleh teknologi pengawasan invasif dari Israel.
Seperti diketahui, penguasa UEA Mohammad bin Zayed memiliki kecenderungan kuat untuk memata-matai warganya. Apa untungnya bagi Saudi?
Mengutip TRTWorld, Selasa (18/8/2020), banyak pakar regional melihat proyek real estate ambisius Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Salman (MBS) bernama Neom, kota lintas batas masa depan di Provinsi Tabuk, sebagai penghubung kuat yang mungkin mengikat Saudi dengan Israel untuk jangka panjang.
Bagi MBS, Neom yang proyeknya senilai 500 miliar dolar AS adalah langkah menuju masa depan. Sebuah kota berteknologi tinggi yang akan meningkatkan ekonomi Saudi melalui pariwisata dan membantu kerajaan mengurangi ketergantungannya pada sumber daya minyak yang menyusut.
Dirancang dibangun di atas hamparan tanah gurun yang kering, dikelilingi perbukitan rendah, Neom terletak di sebelah Teluk Aqaba Saudi, berbatasan dengan pelabuhan Israel Eilat di utara, beberapa pelabuhan milik Mesir di selatan, pelabuhan Suez di timur, dan Yordania di perbatasan menuju barat laut.
Melibatkan perusahaan Israel dalam proyek pembangunan kota, tidak hanya menjadi pembicaraan di level penguasa Saudi. Selama beberapa tahun, pemerintah Saudi dan Israel diam-diam menjalin hubungan untuk memastikan kemudahan berbisnis dengan Tel Aviv.
Menurut laporan Reuters yang diterbitkan pada tahun 2017, pemerintah Saudi dan perusahaan Israel bekerja sama dalam kerahasiaan dan memastikan tidak ada perusahaan Israel yang dapat mengumumkan rincian kontak dengan dana Saudi, yang memiliki sekitar 230 miliar dolar AS aset yang dikelola.
Investigasi Jerusalem Post pada tahun yang sama mengungkapkan bahwa Saudi enggan bekerja sama dengan Israel secara formal, tetapi ketika menyangkut perusahaan modal ventura yang berasal dari sektor swasta, mereka tertarik untuk bekerja sama di semua bidang seperti tentang air, energi, ag-tech, dan foodtech.
“Ini adalah hal-hal yang ingin dipromosikan oleh pangeran Saudi di kota pintar,” tulis Jerusalem Post, mengutip sumber di sebuah perusahaan modal ventura Israel yang mengetahui proyek tersebut.
The Post juga melaporkan adanya hubungan antara diplomat Saudi dan pengusaha Israel yang membicarakan kerja sama ekonomi, dan sejumlah perusahaan Israel sudah menjual alat keamanan siber kepada Saudi.
Berperang Melawan Iran
Pada bulan Juni kemarin, akun Twitter kedutaan Kerajaan Saudi di Washington mengatakan dewan menteri Saudi telah setuju untuk merekrut perusahaan keamanan siber Israel, Check Point Software di NEOM.
Terkejut dengan kemarahan publik atas postingan tersebut, kedutaan akhirnya menghapus tweet tersebut.
Israel telah menyebarkan tentakel diplomatiknya jauh ke dalam pemerintahan Saudi dan sekutu Teluk-nya. Februari lalu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terbang ke Warsawa untuk menghadiri konferensi, di mana dia bertemu dengan Menlu Saudi, UEA, dan dua negara Teluk lainnya.
Wakil Presiden AS Mike Pence menengahi pertemuan tersebut. Mereka membahas soal Iran, prospek normalisasi hubungan antara negara-negara Teluk dan Israel sebagian besar juga dibahas dalam pertemuan tersebut.
Dalam sesi konferensi tertutup, para peserta negara Teluk juga menganjurkan agar berperang melawan Iran. Kantor Netanyahu kemudian membocorkan video sesi tersebut.
Presiden AS Donald Trump juga memainkan peran penting dalam membantu Israel meraih dukungan dari negara-negara Teluk terkaya dengan mengorbankan penderitaan rakyat Palestina. Saat MBS memperkuat cengkeramannya pada kekuasaan, hubungan Saudi-Israel berubah dari dingin menjadi hangat.
Ketika Israel mengizinkan Mesir untuk mentransfer Kepulauan Laut Merah Tiran dan Sanafir ke Saudi pada tahun 2016, seorang pelobi Saudi bernama Salman Ansari menyerukan “aliansi kolaboratif” dengan Israel untuk membantu MBS mewujudkan Visi 2030, yaitu membangun Neom dan mengambil alih Saudi dalam reformasi ekonomi dan diversifikasi.
Di sisi lain, UEA di bawah putra mahkota Mohammed Bin Zayed bekerja sama dengan penguasa Mesir untuk melindungi kepentingan kerajaannya dan MBS.
Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi meresmikan pangkalan angkatan laut dan udara “Berenice” yang baru, satu dari tiga pangkalan baru yang dibangun Mesir di Laut Merah dan pantai Mediterania. Pangkalan tersebut dilaporkan untuk mendukung MBS di masa-masa sulit jika perebutan kekuasaannya dengan sepupunya Mohammed bin Nayef, mengalami kekerasan.
Jika Saudi tergelincir ke dalam perang internecine, pangkalan Mesir akan menjadi landasan bagi tentara Mesir untuk menyerang dan menguasai situs-situs suci di Mekah dan Madinah. Israel dan UEA akan menjadi bagian dari koalisi itu sejak plot potensial terungkap.
Untuk saat ini, dengan diumumkannya hubungan UEA dengan Israel, fokus Saudi adalah menarik investasi di bawah meja untuk Neom.
Proyek tersebut akan berfungsi sebagai jembatan antara Mesir dan Saudi. Melalui “Jembatan Raja Salman”, semua transportasi akan difasilitasi, termasuk kereta barang dan penumpang. Proyek ini juga akan menghubungkan Saudi barat laut ke provinsi selatan Sinai di timur laut Mesir. Itu juga akan melewati kota Mesir, Sharm el-Sheikh.
“Proyek membangun jembatan antara Mesir dan Saudi ini sebenarnya proyek lama. Proyek ini sudah diusulkan sejak zaman Raja Abdullah dan sekarang diusulkan lagi dalam proyek Neom,” ungkap Abdul Khaliq Farooq, seorang ahli urusan ekonomi Mesir tentang hubungan antara Jembatan Raja Salman dan proyek Neom.
“Tujuan Saudi dari rencana ini, di satu sisi adalah untuk membujuk Mesir, dan di sisi lain untuk mendapatkan persetujuan Israel, karena jembatan penghubung harus melintasi Gurun Negev (di Israel). Dan ini tidak mungkin terjadi tanpa persetujuan Israel.”
Mesir telah berjanji untuk mendukung perdagangan ekonomi Israel melalui selat dan perairan di bawah perjanjian Camp David. Mesir juga telah berjanji untuk memberikan keamanan maritim kepada Israel.
Oleh karena itu, menurut pakar Mesir Hamdi al-Jamal, wajar jika Israel sepenuhnya setuju dengan Saudi karena Neom menawarkan kesempatan untuk menggunakan pengaruh mereka yang luar biasa atas negara-negara Teluk dan membungkam hak dan perjuangan rakyat Palestina. [wip]