(IslamToday ID) – Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak hanya membawa kebahagiaan bagi rakyatnya, tetapi juga kesan baik bagi bangsa lain seperti Turki.
Omer Faruk Kose, yang tinggal di ibukota Ankara, mengatakan dirinya mengetahui tentang Indonesia sejak kunjungan presiden pertamanya ke Turki pada 24 April 1959. Soekarno, yang hanya memiliki satu nama, disambut oleh mantan Perdana Menteri Turki Adnan Menderes di Ankara.
“Bagi saya yang saat itu berusia 13 tahun, itu seperti perayaan liburan. Saya memiliki ingatan seperti itu dari masa kecil saya,” kata Kose kepada Anadolu Agency, Rabu (19/8/2020).
Setelah mendengar kabar kedatangan Soekarno ke Ankara, Kose mengatakan akan menyambutnya di pinggir jalan yang menghubungkan pusat kota dengan Bandara Ankara.
“Dari mobil convertible, Soekarno menyapa masyarakat yang menyambutnya di jalanan. Saya salut pada mereka (Soekarno dan Menderes),” lanjutnya.
“Masyarakat menunggu sekitar tiga jam untuk melihat presiden Indonesia. Bendera Indonesia dan Turki juga dipajang di pinggir jalan. Saya juga ingat foto Menderes dan Soekarno dipajang berdampingan,” kata Kose yang sudah lima kali berkunjung ke Indonesia.
Ia mengatakan saat itu Menderes sedang berusaha membangun hubungan baik dengan dunia muslim. “Menderes mencoba mengubah arah ke geografi Islam. Dia juga mengundang para pemimpin Islam ke Turki,” tambahnya.
Persahabatan Habibie-Erbakan
Selain Soekarno, presiden ketiga Indonesia Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie juga terkenal di kalangan masyarakat Turki.
Ali Cetin, warga Istanbul, mengatakan Habibie memiliki tempat khusus di hati masyarakat Turki. “Kami menghormati dia, karena dia adalah pelopor dan pemimpin muslim yang sukses,” katanya.
Habibie, bersama dengan mantan Perdana Menteri Turki Necmettin Erbakan memainkan peran utama dalam pembentukan D-8, pengelompokan delapan negara berkembang Islam termasuk Bangladesh, Mesir, Indonesia, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan, dan Turki.
Cetin mengatakan Erbakan adalah teman dekat Habibie, sejak mereka kuliah di perguruan tinggi yang sama di Jerman.
Menurutnya, hubungan Indonesia-Turki dimulai sejak abad ke-12, saat para ulama Turki berkunjung ke Indonesia pada masa itu untuk menyebarkan Islam.
“Pada tahun 1565, Kesultanan Utsmaniyah mengirimkan pasukannya untuk mendukung Kesultanan Aceh dalam berperang melawan kerajaan Portugis di Malaka,” tambahnya.
Hubungan diplomatik antara kedua negara dimulai pada tahun 1950, di bawah kepemimpinan Adnan Menderes, Perdana Menteri Turki pertama yang terpilih secara demokratis.
Berdasarkan skripsi yang ditulis oleh Ismail Ayhan dari Dicle University, Soekarno tiba di Ankara pada hari Jumat, 24 April 1959 bersama rombongan.
Kunjungan tersebut disambut dengan parade militer. Usai acara penyambutan, Soekarno dianugerahi gelar “warga kehormatan” oleh pemerintah Ankara.
Keesokan harinya, Soekarno mengunjungi Istanbul dengan kereta api. Ia mengunjungi Istana Topkapi, Museum Hagia Sophia, Masjid Sultan Ahmet, dan Masjid Suleymaniye. Pada 27 April 1959, Soekarno menerima gelar doktor kehormatan dari Universitas Istanbul. [wip]