(IslamToday ID) – Sebuah pesawat mata-mata milik Amerika Serikat (AS) dikabarkan berpatroli secara intensif antara Pulau Hainan dan Kepulauan Paracel, yang keduanya diklaim milik China. Namun, anehnya pesawat AS itu menyamar sebagai pesawat Malaysia.
Manuver berbahaya tersebut berisiko membingungkan pesawat sipil dan militer, yang di masa lalu telah mengakibatkan penembakan pesawat yang mematikan.
Menurut South China Sea Probing Initiative (SCSPI), sebuah wadah pemikir China yang terhubung ke Universitas Peking, sebuah pesawat mata-mata intelijen Angkatan Udara AS RC-135W Rivet Joint terlihat meninggalkan Pangkalan Angkatan Udara Kadena di Okinawa, Jepang pada hari Selasa (8/9/2020). Namun, secara misterius pesawat tersebut digantikan oleh apa yang tampak seperti pesawat Malaysia di atas Laut China Selatan.
“Setelah pesawat melintasi Laut China Selatan, ia kemudian berpatroli secara intensif di perairan internasional antara Pulau Hainan dan Kepulauan Paracel,” kata SCSPI seperti dikutip dari Sputniknews, Rabu (9/9/2020).
Untuk lokasi yang terakhir, AS telah menantang klaim kedaulatan Beijing.
Lembaga think tank itu mencatat RC-135W lain melakukan manuver yang sama beberapa hari sebelumnya, menyiarkan pengenal kode hex Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (IACO) yang tidak masuk akal saat berpatroli di Laut China Selatan, tetapi beralih kembali setelah memasuki Laut Filipina.
Kode hex pesawat adalah bagian dari pendaftarannya di IACO yang dikelola PBB dan jarang berubah. Kode mengidentifikasi pesawat di langit, memberi tahu pesawat lain, serta kontrol darat apa itu dan di mana itu.
Meskipun pesawat militer yang terlibat dalam patroli tempur biasanya tidak menyiarkan sinyal tersebut karena alasan yang cukup jelas, transponder berfungsi sebagai landasan keselamatan penerbangan sipil, mencegah tabrakan, serta kesalahan identifikasi.
Namun, praktik menggunakan kode transponder palsu untuk menyamarkan pesawat mata-matanya adalah praktik umum di Angkatan Udara AS. Pada tahun 2019, beberapa contoh muncul, semuanya melibatkan RC-135W Rivet Joints, yang memantau komunikasi dan emisi lainnya di sebagian besar spektrum elektromagnetik.
Satu insiden pada 23 Februari 2019, melihat RC-135W yang terbang dari Puerto Rico mulai menyiarkan kode hex palsu saat terbang mendekati wilayah udara Venezuela. Insiden itu terjadi pada hari yang sama dengan upaya penyeberangan paksa Jembatan Tienditas yang terkenal oleh pasukan pendukung oposisi Venezuela, yang mengklaim mereka mencoba untuk membawa bantuan kemanusiaan dari Kolombia.
Beberapa minggu sebelumnya, tokoh oposisi yang didukung AS Juan Guaido telah menyatakan dirinya sebagai presiden sementara negara itu dan berusaha mengumpulkan pendukung di dalam dan di luar Venezuela untuk menggulingkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro. [wip]