(IslamToday ID) – Para pemimpin Palestina memenangkan dukungan baru Arab Saudi untuk pembentukan negara Palestina. Namun, mereka gagal membujuk Liga Arab untuk mengutuk kesepakatan normalisasi hubungan antara Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) yang terjadi pada bulan lalu.
Pada konferensi video para menteri luar negeri (Menlu) Liga Arab, kepemimpinan Palestina melunakkan kecamannya terhadap UEA. Hal ini terkait akan adanya 13 kesepakatan UEA-Israel yang akan diresmikan pada upacara penandatanganan di Gedung Putih minggu depan.
“Diskusi mengenai hal ini serius. Itu komprehensif dan memakan waktu. Tapi, itu tidak mengarah pada kesepakatan tentang rancangan komunikasi yang diusulkan oleh pihak Palestina,” kata Asisten Sekjen Liga Arab, Hossam Zaki, Rabu (9/9/2020), seperti dikutip di Reuters.
Kesepakatan Israel-UEA akomodasi pertama antara negara Arab dan Israel dalam lebih dari 20 tahun, dan sebagian ditempa oleh ketakutan bersama terhadap Iran.
Warga Palestina kecewa dengan langkah UEA, khawatir itu akan melemahkan posisi pan-Arab lama yang menyerukan penarikan Israel dari wilayah pendudukan dan penerimaan kenegaraan Palestina sebagai imbalan untuk hubungan normal dengan negara-negara Arab.
Dukungan Saudi
Pernyataan Saudi yang disampaikan oleh Menlu Pangeran Faisal bin Farhan al-Saud termasuk tidak disebutkan secara langsung tentang kesepakatan normalisasi.
Namun, Pangeran Faisal mengatakan Riyadh mendukung pembentukan negara Palestina berdasarkan perbatasan yang ada sebelum perang Timur Tengah 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya.
Amerika Serikat (AS), Israel, dan UEA telah mendesak para pemimpin Palestina untuk terlibat kembali dalam perundingan dengan Israel. Dalam perjalanan ke Emirates, menantu dan penasihat senior Presiden AS Donald Trump, Jared Kushner mengatakan warga Palestina tidak boleh terjebak di masa lalu.
Dalam komentar yang disiarkan televisi pada pertemuan itu, Menlu Palestina Riyad al-Maliki menyebut kesepakatan itu sebagai kejutan, dan “gempa bumi” untuk konsensus Arab, dan menyuarakan kekecewaan atas kegagalan mengadakan pertemuan darurat Arab setelah kesepakatan itu diumumkan.
Namun, ia menghindari kata-kata yang lebih kuat seperti “pengkhianatan” yang digunakan para pemimpin Palestina segera setelah pengumuman itu.
Maliki menggunakan bahasa yang lebih keras terhadap Israel, mengacu pada pendudukan kolonial dan rasis. Ia juga menuduh AS melakukan pemerasan, tekanan, dan penyerangan terhadap Palestina dan beberapa negara Arab. “Bahasa kecaman menghalangi kesepakatan,” kata Menlu UEA, Anwar Gargash dalam wawancara dengan TV Al Arabiya pada Rabu malam, mengacu pada pernyataan Palestina. [wip]