(IslamToday ID) – Turki bakal dikeroyok negara-negara Uni Eropa (UE) akibat perseteruannya dengan Yunani. Wujud pengeroyokan itu adalah sederet sanksi baru yang bakal dijatuhkan pada Ankara jika tidak mengakhiri pertikaian di meja perundingan.
Ancaman sanksi ramai-ramai itu dilontarkan tujuh negara Mediterania yang jadi bagian dari UE pada hari Kamis (10/9/2020). Meski demikian, sikap ketujuh negara itu tidak mencerminkan sikap resmi blok Eropa secara keseluruhan.
Ketegangan berkobar antara UE dan Turki setelah Ankara mengirim kapal survei untuk memetakan kemungkinan prospek pengeboran minyak dan gas di perairan teritorial yang diklaim oleh Yunani dan wilayah yang diklaim oleh Siprus.
Tujuh anggota UE dengan garis pantai Mediterania telah berkumpul untuk pertemuan puncak di Corsica, Perancis. Mereka menegaskan kembali dukungan penuh dan solidaritas dengan Siprus dan Yunani dalam menghadapi pelanggaran yang berulang atas kedaulatan mereka juga sebagai tindakan konfrontatif oleh Turki.
“Kami mempertahankan bahwa dengan tidak adanya kemajuan dalam melibatkan Turki ke dalam dialog dan kecuali jika itu mengakhiri kegiatan sepihaknya, UE siap untuk mengembangkan daftar langkah-langkah pembatasan lebih lanjut yang dapat dibahas di Dewan Eropa pada 24-25 September,” bunyi pernyataan tujuh negara UE tersebut seperti dikutip di Reuters, Jumat (11/9/2020).
Proposal Siprus pada bulan Juni untuk memberlakukan sanksi UE pada lebih banyak perusahaan dan individu Turki belum disetujui, karena banyak negara UE termasuk Jerman ingin meredakan kebuntuan Turki melalui dialog.
Berbicara pada konferensi pers di akhir KTT Corsica, Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis mengatakan Ankara masih memiliki waktu untuk mengakhiri kegiatan eksplorasi di zona maritim tanpa batas sebelum KTT UE berakhir bulan ini.
“Kami akan menghindari upaya Turki untuk memecah Eropa,” katanya. Ia menambahkan bahwa Yunani telah memenuhi kewajibannya dalam melindungi perbatasan UE dan mengharapkan solidaritas sebagai balasannya.
Sebelumnya, pada hari Selasa Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan masalahnya bukan pada orang-orang Turki yang sangat dia hormati, tetapi dengan pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Sebagai tanggapan, juru bicara Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa di pemerintahan Erdogan, Omer Celik menulis di Twitter bahwa Macron menyebarkan permainan “kolonialis” dengan mencoba membuat perpecahan antara Erdogan dan rakyat Turki.
“Negara tempat Anda menggunakan bahasa yang mengancam adalah Turki. Turki akan memberi Anda tanggapan yang paling tepat. Macron, jangan sampai kami bingung dengan keadaan kesukuan yang bisa Anda tipu dengan mudah. Tidak ada yang memiliki kekuatan untuk memisahkan presiden terpilih negara ini dan rakyatnya,” tulis Celik. [wip]