(IslamToday ID) – Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev dan Perdana Menteri (PM) Armenia Nikol Pashinyan melakukan wawancara eksklusif dengan Sputniknews terkait konflik yang terjadi di Nagorno-Karabakh. Kedua pemimpin itu diberi waktu dan pertanyaan yang sama.
Aliyev menyatakan keyakinannya bahwa Pashinyan adalah produk miliarder dan dermawan Amerika Serikat (AS) George Soros, yang dikenal karena sumbangannya untuk tujuan politik.
“Runtuhnya Uni Soviet memang dimulai dengan separatisme di Nagorno-Karabakh. Itulah pemicunya. Orang-orang sering melupakan aksi unjuk rasa yang mengorganisir semua ini, yang berada di belakangnya,” kata Aliyev kepada Direktur Jenderal Kantor Berita Sputniknews, Dmitry Kiselev dalam wawancaranya, Jumat (16/10/2020).
“Saya sering mengatakan bahwa Pashinyan adalah produk Soros, dan saya yakin semua orang akan setuju dengan itu. Soros bukan hanya seorang individu, dia adalah sebuah konsep. Saya sama sekali tidak mengesampingkan bahwa instrumen semacam itu digunakan saat itu untuk menghancurkan bangsa. Ledakan dari dalam, taburkan perselisihan, mainkan rakyat, dan hancurkan negara.”
Azerbaijan Tak Pernah Menerima Kemerdekaan Nagorno-Karabakh
“Sikap kami selalu berdasarkan pragmatisme dan menurut saya ide-ide yang sudah ada di meja perundingan sudah jelas. Mengenai garis merah, kami telah menyatakan ini dengan jelas dan ketua bersama dari Grup Minsk mengetahui hal ini dengan baik. Dalam keadaan apapun integritas teritorial Azerbaijan tidak dapat dikompromikan. Dalam keadaan apapun Azerbaijan tidak dapat menyetujui untuk mengakui kemerdekaan Nagorno- Karabakh.”
Antara Perang Pembebasan dan Penaklukan
“Perang apapun berarti kekejaman, korban, penderitaan manusia, dan kehilangan orang yang dicintai. Tetapi perbedaannya adalah ini perang pembebasan untuk Azerbaijan dan perang penaklukan untuk Armenia. Bukan rahasia lagi, dan ini adalah sesuatu yang disadari oleh mediator internasional, bahwa tidak ada yang disebut angkatan bersenjata Nagorno-Karabakh. 90 Persen dari pasukan dalam kelompok yang disebut Armenia dengan nama ini adalah warga negara Armenia. Militer Armenia memanggil mereka dan mengirim mereka ke wilayah pendudukan Azerbaijan: Agdam, Fizuli, Gebrayil, Kalbajar, Qubadli, Lachin, Zangilan.”
Komunitas Armenia-Azerbaijan Dapat Hidup Berdampingan
“Pada saat yang sama, Baku percaya bahwa komunitas Armenia dan Azerbaijan dapat hidup damai dan berdampingan di Nagorno-Karabakh di masa depan,” kata Aliyev.
Ia menjelaskan hal ini sudah terjadi di daerah lain di Azerbaijan, termasuk ibukota Baku, dengan komunitas Armenia yang beribu-ribu orang, serta di Rusia, Georgia, dan negara-negara lain.
“Mengapa kita tidak memilikinya di sini?” kata Aliyev.
Tidak Ada Tentara Bayaran Asing yang Bertempur
Aliyev telah menegaskan kembali bahwa tidak ada tentara bayaran asing yang berperang bersama negaranya di Karabakh. Ia juga mencatat tidak ada yang memberikan bukti untuk mendukung klaim tersebut.
Aliyev menekankan bahwa Azerbaijan tidak memerlukan bantuan militer asing, karena jumlah tentaranya mencapai 100.000 orang. Jumlah tentara ini masih bisa ditambah berkali-kali jika diperlukan.
Ia melanjutkan, angkatan bersenjata Azerbaijan bisa melaksanakan tugas apapun. Menurutnya, tidak ada tentara bayaran yang profesionalisme dan kapasitasnya bisa dibanggakan.
“Kemampuan Angkatan Darat Azerbaijan bukan rahasia lagi. Kami tidak membutuhkan tambahan pasukan militer. Azerbaijan selalu konsisten memerangi terorisme internasional. Kami tidak akan pernah membiarkan organisasi teroris bersarang di wilayah kami dan menjadi ancaman pada rakyat dan tetangga kami. Kami tidak akan pernah mengizinkan ini. Tidak ada yang bisa membuktikan klaim bahwa formasi bersenjata asing hadir di wilayah Azerbaijan dan mengambil bagian dalam bentrokan yang sedang berlangsung. Kami tidak memiliki tentara bayaran asing, ini adalah sikap kami,” tegas Aliyev.
“Drone Azerbaijan telah menghancurkan peralatan militer Armenia senilai lebih dari 1 miliar dolar AS,” tambahnya.
Konflik antara Armenia dan Azerbaijan atas wilayah Nagorno-Karabakh dimulai pada tahun 1988. Dimulai dari sentimen nasionalis yang dipelopori oleh Mikhail Gorbachev dengan mendorong etnis Armenia yang tinggal di daerah otonomi Nagorno-Karabakh di Republik Sosialis Soviet Azerbaijan untuk ikut menuduh Baku melakukan diskriminasi. Mereka juga didorong untuk menghancurkan Azerbaijan dengan bergabung dengan Republik Sosialis Soviet Armenia.
Baku mencoba menghentikan hal itu, dan pada akhir 1991 parlemen secara resmi menghapus status otonomi Nagorno-Karabakh.
Antara 1992 dan 1994, kedua belah pihak terlibat perang brutal untuk berebut kendali. Perang tersebut menewaskan puluhan ribu tentara dan warga sipil, dan menyebabkan lebih dari 1,1 juta orang Armenia dan Azerbaijan mengungsi.
Puluhan tahun kemudian, Azerbaijan berulang kali menyatakan niatnya untuk merebut kembali wilayahnya yang hilang. Sementara, Armenia menyatakan etnis Armenia akan dibersihkan jika wilayah itu berhasil direbut Azerbaijan.
Kebuntuan yang telah berlangsung selama puluhan tahun meningkat pada 27 September lalu, dengan Baku dan Yerevan saling menuduh sebagai pemicu permusuhan. [wip]