(IslamToday ID) – Wakil Menteri Luar Negeri (Menlu) Turki Sedat Onal dan Wakil Menlu Rusia Mikhail Bogdanov melakukan pertemuan di Moskow untuk membahas penyelesaian krisis di Libya dan Suriah pada Kamis (22/10/2020) malam waktu setempat.
Pertemuan Onal dan Bogdanov tersebut telah menghasilkan sejumlah kemajuan terkait negosiasi politik, militer, dan ekonomi intra-Libya. Keduanya menyoroti pentingnya dialog di antara warga Libya yang sejalan dengan konferensi Berlin dan keputusan Dewan Keamanan PBB (DK PBB).
Dalam konflik Libya, pusat-pusat kekuatan saling bersitegang untuk meraih kendali, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) merajalela, dan para pencari kesempatan menggunakan kekacauan untuk menyelundupkan migran yang putus asa dalam perjalanan laut yang berbahaya ke Eropa.
Ibukota Tripoli di barat dikuasai oleh Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB, sementara parlemen yang bermarkas di kota timur Tobruk didukung oleh pasukan tidak sah yang dipimpin oleh pemberontak Jenderal Khalifa Haftar.
Haftar, yang sebagian besar didukung oleh Rusia, Uni Emirat Arab (UEA) dan Mesir, melancarkan serangan di Tripoli pada April 2019, tetapi dipukul mundur awal tahun ini ketika pasukan pro-GNA mendapat dukungan penting dari Turki. Pertempuran telah terhenti di sekitar pusat kota pesisir Sirte.
Faksi-faksi yang bersaing di Libya telah menyetujui gencatan senjata dan membuka rute darat dan udara untuk internal. Utusan PBB untuk negara Afrika Utara yang bertikai itu mengatakan rasa optimisnya terkait prospek gencatan senjata.
“Di Jenewa kedua belah pihak sepakat untuk mendukung dan melanjutkan perdamaian saat ini di garis depan, serta menghindari eskalasi militer,” kata Stephanie Williams, penjabat Kepala Misi Dukungan PBB di Libya (UNSMIL) seperti dikutip dari Daily Sabah, Sabtu (24/10/2020).
“Saya cukup optimistis. Ada keseriusan dan komitmen,” tambahnya tentang prospek gencatan senjata.
Mengenai situasi di Suriah, kedua pihak menunjukkan relevansi upaya terkoordinasi lebih lanjut antara Rusia dan Turki, termasuk sebagai bagian dari proses Astana, dalam membantu mencapai penyelesaian yang komprehensif berdasarkan Resolusi 2254 DK PBB dan komitmen terhadap prinsip-prinsip persatuan, keutuhan wilayah, dan kedaulatan Suriah.
Proses perdamaian Astana untuk mengakhiri konflik Suriah diluncurkan pada Januari 2017 oleh Turki, Rusia, dan Iran. Sementara, Turki adalah pendukung utama kelompok oposisi moderat melawan rezim Suriah yang dipimpin oleh Bashar al-Assad. Rusia telah memberikan dukungan kuat kepada pemimpin rezim tersebut sejak keterlibatan militer langsungnya pada tahun 2015. [wip]