(IslamToday ID) – Menteri Luar Negeri Mesir, Sudan, dan Ethiopia melanjutkan perundingan terkait sengketa aliran Sungai Nil akibat dibangunnya Bendungan Renaisans oleh Ethiopia.
Perundingan yang sempat macet selama dua bulan itu bertujuan untuk mencapai kesepakatan komprehensif dan mengikat tentang pengoperasian bendungan.
Lanjutan perundingan itu menyusul pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tentang hak Mesir untuk melakukan tindakan militer demi mempertahankan kepentingannya di Sungai Nil.
Trump, saat mengumumkan normalisasi antara Sudan dengan Israel 23 Oktober lalu, membahas sengketa bendungan sebagai prioritas agenda luar negerinya untuk Sudan. Ia meminta Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok untuk melakukan sesuatu terhadap Ethiopia.
“Saya telah membuat kesepakatan untuk mereka, dan sayangnya, Ethiopia melanggar kesepakatan yang seharusnya tidak mereka lakukan. Itu adalah kesalahan besar,” kata Trump seperti dikutip dari Al Monitor, Sabtu (31/10/2020).
Ia menyatakan AS telah menangguhkan bantuan untuk Ethiopia karena penolakannya terhadap kesepakatan itu. “Mereka tidak akan pernah melihat bantuan itu, kecuali mereka mematuhi perjanjian.”
Trump tidak hanya menyerang Ethiopia karena melanggar perjanjian yang ditengahi oleh Washington dan Bank Dunia pada Februari lalu, tetapi juga memperingatkan kemungkinan Mesir bisa menggunakan solusi militer.
“Mereka (Mesir) akhirnya akan meledakkan bendungan. Dan saya mengatakannya dengan keras dan jelas. Mereka akan meledakkan bendungan itu. Dan mereka harus melakukan sesuatu,” katanya. “Mereka seharusnya menghentikannya (pembangunan bendungan) sebelum dimulai.”
Kairo diam dan tidak secara resmi mengomentari ancaman Trump tentang kemungkinan Mesir menggunakan solusi militer untuk melindungi kepentingannya di Sungai Nil. Namun pihak Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mengeluarkan pernyataan tegas bahwa Ethiopia akan tetap mengisi bendungan sesuai dengan rencana awal.
“Ethiopia tidak akan menyerah pada agresi dalam bentuk apapun,” bunyi pernyataan itu.
“Pernyataan tentang ancaman perang agar Ethiopia menyerah pada persyaratan yang tidak adil masih berseliweran. Ancaman dan penghinaan terhadap kedaulatan Ethiopia ini jelas merupakan pelanggaran hukum internasional.”
Menanggapi pernyataan Trump, Kementerian Luar Negeri Ethiopia memanggil Duta Besar AS Mike Raynor pada tanggal 24 Oktober. Menteri Luar Negeri Ethiopia Gedu Andargachew berkata, “Dorongan perang antara Ethiopia dan Mesir oleh presiden AS tidak mencerminkan kemitraan yang telah berlangsung lama antara Ethiopia dan AS. Juga tidak dapat diterima dalam hukum internasional yang mengatur hubungan antarnegara.”
Sementara itu, Kedutaan Besar Ethiopia di Washington meluncurkan kampanye penggalangan donasi untuk mendukung bendungan tersebut. Duta Besar Ethiopia untuk Washington, Fitsum Arega berterima kasih kepada para donatur di halaman Twitter-nya atas dukungan mereka.
Meskipun Kairo setuju untuk kembali bernegosiasi di bawah payung Uni Afrika, pertemuan pertama yang diadakan pada 27 Oktober gagal untuk membahas poin-poin perdebatan yang belum terselesaikan.
Negosiasi Tanpa Parameter
Posisi Mesir dan Ethiopia dan visi mereka tentang perjanjian yang akan ditandatangani tetap tidak berubah. Menurut pernyataan Kementerian Sumber Daya Air Sudan, pertemuan tersebut diakhiri dengan kesepakatan Sudan untuk mengadakan pertemuan lain. Di mana agenda yang jelas dan rinci akan disepakati, bersama dengan jadwal untuk jalur negosiasi, dan daftar jelas sesuatu yang harus dicapai.
“Mesir telah menunjukkan fleksibilitas sepanjang putaran negosiasi sejak penandatanganan Deklarasi Prinsip pada tahun 2015. Namun posisi Mesir belum dan tidak akan mau ada perubahan mengenai aspek hukum dari perjanjian menjadi mengikat dan untuk menetapkan mekanisme yang jelas untuk penyelesaian sengketa dan kerja sama dalam mengelola perairan di timur Cekungan Nil sesuai dengan perjanjian sejarah yang melindungi hak Mesir atas perairan Nil,” ungkap seorang pejabat diplomatik Mesir yang terlibat dalam negosiasi dan enggan disebut namanya.
“Mesir masih terbuka untuk solusi konsensual apa pun untuk menyelesaikan konflik yang ada dan untuk bekerja sama dengan Ethiopia. Posisi Mesir dalam negosiasi menjadi jelas bagi pengamat dan komunitas internasional. Tapi kami masih menerima pesan yang tidak optimis dari pihak Ethiopia. Ethiopia masih bersikeras pada kebijakan sepihaknya dalam menyelesaikan bendungan dan melanjutkan tahap kedua tanpa menandatangani kesepakatan,” tambahnya.
“Pemerintahan politik Mesir mematuhi semua jalur diplomatik untuk menyelesaikan perselisihan dengan Ethiopia mengenai pengisian dan pengoperasian bendungan dan pengelolaan air di masa depan di cekungan Nil timur.”
“Melanjutkan negosiasi tanpa parameter yang jelas dan tidak dapat dipahami akan menjadi kebijakan acak yang diadopsi oleh AU dalam upaya untuk memenuhi tujuan penundaan Ethiopia. Mesir tidak boleh terlibat dalam jalur negosiasi ini tanpa parameter yang jelas. Kairo harus mengambil langkah diplomatik lainnya, seperti merujuk pada Dewan Keamanan PBB,” kata Muhammad Nasreddin Allam, mantan Menteri Sumber Daya Air Mesir.
Allam mengatakan bahwa pidato Trump, meskipun itu datang lama setelah Ethiopia menolak penandatanganan perjanjian Washington, memberi lampu hijau kepada kepemimpinan Mesir jika merasa dipaksa untuk membela kepentingannya soal Sungai Nil.
“Mesir telah berulang kali menegaskan bahwa tidak ingin menggunakan solusi militer terkait dengan krisis Bendungan GERD. Namun, Mesir harus mempertahankan kepentingannya ketika tidak ada pilihan atau alternatif lain.”
Allam juga menyebut posisi ambigu Sudan dalam masalah itu. “Meskipun Sudan mengkonfirmasi ketidakpuasannya dengan posisi negosiasi Ethiopia, ia belum menandatangani perjanjian Washington,” katanya.
“Sudan harus mengambil sikap yang lebih efektif dengan Mesir dalam menghadapi kebijakan Ethiopia.”
Dengan negosiasi kembali ke jalurnya, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, Kepala Dewan Penguasa Sudan, melakukan kunjungan resmi ke Kairo pada 27 Oktober. Ia menekankan pentingnya air Sungai Nil bagi rakyat Mesir dan Sudan, dengan menyebut masalah itu sebagai masalah keamanan nasional bersama.
Burhan juga menekankan perlunya mencapai kesepakatan mengikat yang menjamin kondisi untuk mengisi dan mengoperasikan Bendungan GERD.
Setelah Trump memberi lampu hijau kepada Mesir untuk menggunakan solusi militer, Mesir dan Sudan melanjutkan koordinasi untuk menemukan solusi bersama dan bekerja sama dalam mengelola konflik dengan Ethiopia di cekungan Nil timur.
Tetapi, untuk sementara negosiasi yang disponsori Uni Afrika kembali tanpa mekanisme atau bahkan kesepakatan tentang agenda tertentu. Ethiopia bersikeras sesuai jadwal untuk menyelesaikan bendungan, bahkan jika pun tanpa kesepakatan dengan dua negara tetangganya, Mesir dan Sudan. [wip]