(IslamToday ID) – Pengadilan terkait undang-undang (UU) pelarangan pemakaian pakaian keagamaan oleh beberapa pegawai negeri di Kanada akan berlangsung pekan ini di Provinsi Quebec, Kanda. Kelompok hak-hak sipil menilai undang-undang tersebut telah melanggar konstitusi negara
Seperti dikutip dari Al Jazeera, Selasa (3/11/2020), gugatan terhadap RUU 21 diajukan oleh Dewan Nasional Muslim Kanada (NCCM), Canadian Civil Liberties Association (CCLA), dan Ichrak Nourel Hak, seorang wanita muslim, dan akan disidangkan di Pengadilan Tinggi Quebec pada 2 November.
Sebelumnya, undang-undang tersebut telah disahkan pada Juni 2019 yang melarang beberapa guru, pengacara, petugas polisi, dan lainnya di ruang publik untuk mengenakan simbol agama saat bekerja, termasuk jilbab yang dikenakan oleh wanita muslim, kippah yang dikenakan oleh pria Yahudi, dan turban yang dikenakan oleh Sikh.
Undang-undang tersebut dinilai diskriminatif dan menciptakan kewarganegaran kelas dua di Kanada. Undang-undang tersebut telah menyebabkan sebagian orang kehilangan pekerjaan, hanya karena apa yang mereka kenakan dan apa yang mereka yakini.
Nour Farhat, seorang pengacara muslim dari Montreal yang mengenakan jilbab terpaksa harus bekerja di sebuah perusahaan swasta karena tidak bisa bekerja sebagai pegawai negeri dengan mengenakan jilbab.
Perdana Menteri Quebec, Francois Legault turut membela undang-undang tersebut, menurutnya hal tersebut adalah tindakan moderat yang tidak melanggar kebebasan beragama dan hal tersebut turut didukung oleh 63 persen penduduk Quebec.
Sementara, 37 persen memiliki pandangan positif tentang muslim dan hanya 28 persen yang memiliki pandangan positif tentang Islam.
Sementara pemerintah Quebec mengatakan RUU itu diterapkan untuk orang-orang dari semua agama secara setara, hak-hak sipil dan kelompok masyarakat mengatakan muslim menanggung beban akibatnya, terutama wanita muslim yang mengenakan jilbab.
Setelah RUU 21 diajukan pertama kali pada Maret 2019, Justice Femme, sebuah kelompok hak-hak perempuan Montreal, melaporkan menerima lebih dari 40 panggilan telepon dari perempuan muslim yang melaporkan insiden kebencian, termasuk pelecehan verbal dan fisik, diludahi, dan orang-orang berusaha merobek jilbab mereka.
Pembunuhan enam pria muslim di sebuah masjid Kota Quebec pada Januari 2017 semakin membuat Islamofobia di provinsi itu menjadi sorotan. Serangan anti-muslim baru-baru ini di luar Quebec juga menimbulkan kekhawatiran.
Pada bulan September, seorang pria muslim dibunuh di luar masjid di wilayah Toronto oleh seorang pria yang memiliki hubungan dengan ideologi supremasi kulit putih. Hal tersebut mengejutkan seluruh komunitas muslim Kanada.
Pada bulan Desember tahun lalu, Pengadilan Banding Quebec menolak mosi dari NCCM dan CCLA untuk menangguhkan permohonan undang-undang tersebut sampai kasus tersebut dapat disidangkan berdasarkan kelayakannya, dengan mengatakan bahwa klausul tidak membuat mereka memiliki pilihan selain memutuskan melawan penggugat.
Namun, terdapat beberapa ketentuan dalam piagam Kanada yang tidak tersentuh oleh klausul yang ada, seperti kesetaraan gender dan multikulturalisme, yang dapat digunakan untuk menantang RUU tersebut. “Kami ingin RUU itu dihapuskan secara keseluruhan,” kata Farooq dari NCCM. [wip]