ISLAMTODAY ID — Pengacara dan aktivis HAM mengatakan penganiayaan terhadap Muslim Rohingya terus berlanjut meskipun ada tindakan PBB.
Myanmar terus melakukan genosida terhadap Muslim Rohingya yang melanggar perintah pengadilan tinggi PBB, demikian menurut pengacara dan aktivis hak asasi manusia.
Pengadilan internasional, international court of justice (ICJ) pada bulan Januari menolak argumen yang dibuat secara pribadi oleh pemimpin sipil Myanmar, Aung San Suu Kyi, di Den Haag dan memberlakukan tindakan sementara yang mendesak pada negara yang mayoritas beragama Buddha itu.
ICJ memerintahkan Myanmar untuk menghentikan tindakan genosida, mencegah penghancuran bukti kejahatan terhadap Rohingya dan melaporkan kembali ke PBB setiap enam bulan.
“Genosida masih berlangsung,” pungkas Tun Khin, Presiden Organisasi Rohingya Burma Inggris seperti dilansir dari The Guardians (23/11).
Kelompok tersebut adalah salah satu organisasi hak asasi Rohingya paling terkemuka.
“Pemerintah dan militer Myanmar sedang menghitung bahwa mereka dapat dengan aman mengabaikan tindakan sementara dan tidak menghadapi konsekuensi apa pun,” ujarnya.
Tindakan keras militer yang brutal pada tahun 2017 diperkirakan telah menewaskan ribuan orang dan memaksa sekitar 750.000 etnis Rohingya mengungsi ke kamp-kamp pengungsi di Bangladesh.
Sekitar 600.000 lebih etnis Rohingya bertahan di Myanmar atas kondisi apartheid yang mereka hadapi.
Myanmar membantah melakukan genosida, tetapi membenarkan operasi militer 2017 sebagai dalih untuk membasmi pemberontak Rohingya.
M Arsalan Suleman, penasihat hukum yang menangani kasus terhadap Myanmar, membenarkan pada hari Senin bahwa negara telah menyerahkan laporan tepat waktu.
Tetapi para aktivis mendesak ICJ untuk memaksa pemerintah Myanmar mempublikasikannya untuk memungkinkan pengawasan penuh.
“Bagi Rohingya, kurangnya transparansi ini adalah ketidakadilan lainnya,” pungkas Tun Khin.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengutuk pengecualian hampir mutlak Rohingya dari pemungutan suara pada pemilihan November dan pencemaran nama baik mereka yang dituduh sebagai penyusup ilegal.
“Myanmar tidak melakukan apa pun untuk mengatasi akar penyebab diskriminasi dan impunitas yang meningkatkan risiko genosida terhadap Rohingya,” ujar Grant Shubin, Direktur Hukum Pusat Keadilan Global yang berbasis di New York.
Krisis Muslim Rohingya telah merusak reputasi internasional Myanmar dan Aung San Suu Kyi.
Sidang umum PBB pekan lalu secara mayoritas mendukung rancangan resolusi yang mengungkapkan “keprihatinan mendalam yang begitu besar” atas pelanggaran hak berat terhadap Muslim Rohingya, atas keputusan yang secara serius melanggar HAM. Bahkan tindakan Myanmar ini dinilai sangat “mengganggu” dan “tidak sah”.
Negara tersebut telah mengakui bahwa tentaranya mungkin telah menggunakan kekuatan “tidak proporsional” dalam penumpasan dan operasi tahun 2017, tetapi bersikeras bahwa mereka akan diselidiki dan diadili oleh sistem peradilan pidana Myanmar.
Dalam proses hukum terpisah dari kasus ICJ, pengadilan pidana internasional tahun lalu membuka penyelidikan atas penganiayaan terhadap Rohingya.
Sebuah kasus juga telah diajukan di Argentina berdasarkan prinsip yurisdiksi universal, yang memungkinkan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan diadili di mana saja.[Res]