ISLAMTODAY ID — Di bulan suci Ramadhan, Muslim Prancis berjuang dengan tempat ibadahnya yang dirusak. Setidaknya ada 2 serangan terhadap Masjid di Bordeaux dan Rennes
Jemaah Muslim di kota Bordeaux, Prancis kemarin menemukan lokasi pembangunan masjid yang dirusak dengan coretan pesan Islamofobia.
Dilansir dari TRTWorld, Kamis (22/4), Muslim Association of Talence mengumumkan serangan itu di halaman Facebook resmi mereka yang menyebut pesan-pesan itu “rasis, penuh kebencian, dan Islamofobia.”
Dalam pesannya di media sosial, Presiden masjid, Mohamed Boultam, mengatakan, “Merujuk pada tulisan dan gambar tempat ibadah ini sangat sulit untuk diatasi. Terutama karena itu adalah tempat peralihan bersama keluarga dan anak-anak. Tindakan itu tidak bisa diterima.”
Mohamed Boultam mengatakan bahwa masjid akan membuat pengaduan resmi dan mereka telah melakukan kontak dengan polisi setelah serangan hari Rabu (21/4)
Pesan di pintu masuk berbunyi “berhenti dengan masjid Anda” dan cercaan ofensif lainnya.
Boultam berusaha meyakinkan komunitas Muslim setempat dengan mendesak semua orang untuk tetap tenang.
Boultam menambahkan bahwa serangan itu adalah “tindakan provokasi untuk menyebarkan kekacauan di lingkungan dan kota, yang sebelumnya sangat damai. Anda harus membiarkan polisi melakukan tugasnya.”
Seorang politikus lokal, Emmanuel Sallaberry, juga berkomentar menyusul serangan itu.
“Situs Masjid Talence telah ditandai dengan pesan-pesan Islamofobia dan homofobik,” ujarnya dalam sebuah unggahan di Facebook.
“Saya mengutuk keras tindakan ini yang bertentangan dengan kebebasan fundamental dan nilai-nilai Republik kita … Saya percaya polisi dan sistem peradilan untuk menemukan dan mengutuk keras para pelakunya,” lanjut Sallaberry.
Serangan Islamofobia terbaru menyusul kejadian pada awal bulan ini, di mana pada malam bulan suci Ramadhan, dinding Masjid Avicenna dan pusat budaya Islam di Rennes, Prancis Barat, dirusak dengan grafiti xenofobia.
Pesan-pesan itu berbunyi “Hidup Prancis” dan “pembunuhan imigrasi.”
‘Nada Anti Islam’, Strategi Pemilu Presiden Macron
Menyusul laporan luas serangan itu, menteri dalam negeri sayap kanan negara itu Gerald Darmanin mengutuk tindakan tersebut dan mengklaim “solidaritas” dengan 5,4 juta Muslim di negara itu.
Dalam beberapa tahun terakhir, serangan dan retorika anti-Muslim telah meningkat di Prancis, terutama disebarkan oleh para politisi.
Gerald Darmanin, dalam wawancara televisi dengan pemimpin ekstrim kanan negara itu, Marine Le Pen, menuduhnya tidak cukup tangguh dalam Islam.
Tetapi Darmanin juga bertindak terutama atas perintah Presiden Prancis Emmanuel Macron. Presiden Perancis semakin diperangi setelah penanganannya yang buruk terhadap pandemi Covid-19 dan pemilu yang akan datang tahun depan.
Jumlah jajak pendapat Macron semakin ‘lesu’ selama berbulan-bulan, dengan lebih dari 60 persen orang Prancis tidak setuju dengan apa yang dia lakukan selama memerintah di negara itu.
“Menyerang Muslim” telah menjadi pilar utama dari strategi pemilihan ulang Macron saat ia berusaha untuk meningkatkan identitas sayap kanannya.
Apa yang disebut ‘RUU Separatisme’ yang saat ini sedang disahkan oleh badan legislatif Prancis akan berusaha membuat kehidupan Muslim jauh lebih sulit dan, sebagai akibatnya, juga memicu keberanian orang-orang fanatik anti-Muslim.
Bagian dari proposal tersebut adalah gadis Muslim di bawah usia 18 tahun dilarang mengenakan jilbab Muslim. Para muslimah yang mengenakan jilbab akan dilarang menghadiri perjalanan sekolah bersama anak-anak mereka, dan bendera Aljazair dapat dilarang di gedung-gedung resmi pemerintah.
Baru-baru ini, pemerintah Prancis menyangkal keberadaan Islamofobia sementara meminta kepemimpinan komunitas Muslim untuk menandatangani dokumen kontroversial yang disebut “Piagam Imam.”
Dokumen tersebut ialah proyek “pengkondisian” Macron, menguraikan serangkaian prinsip yang akan mendefinisikan Islam di Prancis. Mereka yang tidak menandatangani piagam akan dianggap ekstremis.
Piagam itu berisi yang antara lain melarang para imam berbicara atau berkomentar tentang langkah rasisme yang dipimpin negara.[Res]