ISLAMTODAY ID — “Kesepakatan Belt and Road Initiative (BRI) China “digunakan untuk propaganda,” demikian pernyataan seorang pejabat tinggi Australia pada hari Kamis (22/4). Hal itu terjadi ketika ia membela keputusan Canberra untuk membatalkan kesepakatan pemerintah negara bagian Victoria dengan Beijing.
Pemerintah Australia membatalkan kesepakatan yang dibuat negara bagian Victoria dengan China sebagai bagian dari Inisiatif Satu Sabuk, Satu Jalan (Belt and Road Initiative). Langkah itu dilakukan setelah Victoria menolak membatalkan perjanjiannya dengan Beijing, yang ditandatangani pada 2018 silam.
Australia pada Rabu (21/4) menolak keputusan negara bagian Victoria untuk bergabung dengan Belt and Road Initiative (BRI). Penolakan tersebut dengan mengatakan perjanjian itu tidak konsisten dengan kebijakan luar negeri Australia.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Australia mengumumkan bahwa Menteri Luar Negeri Marise Payne telah menyetujui pembatalan empat perjanjian dan nota kesepahaman dengan China, Iran, dan Suriah.
“Setelah mengkaji hubungan luar negeri Australia, saya menganggap empat perjanjian ini tidak konsisten dengan kebijakan luar negeri Australia atau merugikan hubungan luar negeri kita,” terang Menlu Payne.
Inisiatif Satu Sabuk, Satu Jalan adalah program ambisius China untuk menghubungkan Asia dengan Afrika dan Eropa melalui jaringan darat dan maritim di sepanjang enam koridor untuk meningkatkan integrasi regional, meningkatkan perdagangan, dan merangsang pertumbuhan ekonomi.
Dalam pernyataan yang sama, Menlu Payne justru menyetujui nota kesepahaman tentang kerja sama energi dan sumber daya mineral antara negara bagian Australia Barat dan Indonesia.
Ini adalah pertama kalinya Menteri Payne menggunakan kekuasaannya di bawah undang-undang yang disahkan tahun lalu yang memungkinkannya untuk membatalkan perjanjian yang ditandatangani oleh pemerintah negara bagian dan teritori dengan negara asing.
BRI, Visi Geostrategis Xi Jinping
Diketahui BRI merupakan program unggulan dari visi geostrategis Presiden Xi Jinping untuk kawasan Asia-Pasifik.
Oleh karena hubungan antara kedua negara semakin memanas, Menteri Pertahanan Peter Dutton mengatakan Canberra “khawatir” tentang pemerintah daerah yang memasuki perjanjian semacam itu dengan Beijing.
“Kami tidak dapat membiarkan rapat semacam ini … muncul karena digunakan untuk alasan propaganda dan kami tidak akan membiarkan hal itu terjadi,” ujarnya kepada radio lokal dilansir dari Asia Times, Kamis (22/4).
Peter Dutton mengatakan masalah pemerintah bukanlah dengan orang-orang China melainkan “nilai-nilai atau kebajikan atau pandangan Partai Komunis China.”
Australia tahun lalu memberlakukan kekuatan baru yang secara luas dianggap menargetkan China. Kekuatan tersebut memungkinkannya membatalkan perjanjian apa pun antara otoritas negara dan negara asing yang dianggap mengancam kepentingan nasional.
Target pertama Canberra adalah BRI, jaringan investasi yang luas yang menurut para kritikus adalah perlindungan bagi Beijing untuk menciptakan pengaruh geopolitik dan finansial.
Reaksi Kedubes China
Dalam pernyataan yang dirilis Kamis pagi, Kedutaan Besar China di Australia menyebutnya sebagai langkah yang “tidak masuk akal dan provokatif”.
“Ini pasti akan membawa kerusakan lebih lanjut pada hubungan bilateral, dan hanya akan merugikan dirinya sendiri,” tambah pernyataan itu.
Peter Dutton mengatakan dia akan “sangat kecewa” jika China membalas, tetapi membalas bahwa Australia “tidak akan diganggu oleh siapa pun.”
“Kami akan mempertahankan apa yang kami yakini dan itulah yang telah kami lakukan di sini,” ungkapnya.
Memburuknya Hubungan Australia dan China
China telah memberlakukan tarif pada lebih dari selusin industri Australia, termasuk anggur, jelai, dan batu bara, dalam apa yang dilihat banyak orang sebagai hukuman atas sikap Canberra yang semakin tegas terhadap mitra dagang terbesarnya.
Australia membuat marah China dengan menyerukan penyelidikan independen terhadap asal-usul pandemi virus korona.
Canberra juga melarang perusahaan raksasa telekomunikasi kontroversial Huawei membangun jaringan 5G Australia dan memperketat undang-undang investasi asing untuk perusahaan.
Perjanjian lain antara kekuatan asing dan pemerintah lokal masih dalam pertimbangan, dan Canberra masih dapat menargetkan kehadiran Institut Konfusius yang didukung pemerintah China di universitas negeri Australia.
Kritikus mengatakan institut Konfusius tersebut, yang telah menjadi subyek kontroversi di beberapa kampus, mempromosikan versi budaya dan sejarah Tiongkok versi Partai Komunis yang mementingkan diri sendiri.[Res/Asia Times/Anadolu]