ISLAMTODAY ID – Pemimpin dan tokoh oposisi Malaysia, termasuk Anwar Ibrahim, eks PM Mahathir, dilaporkan menggelar demonstrasi di depan gedung parlemen menuntut Perdana Menteri Muhyiddin Yassin mundur soal penanganan Covid-19, Senin (2/8).
Aksi demonstrasi berlangsung setelah PM Muhyiddin disebut menunda rapat khusus parlemen hari ini demi menghindari upaya menyampaikan mosi tidak percaya terhadap pemerintahannya.
Sejumlah anggota parlemen oposisi pemerintah berkeras mendatangi gedung legislatif meski Muhyiddin membatalkan rapat hari ini.
Para anggota parlemen dari partai oposisi tersebut sebelumnya berkumpul di Merdeka Square, Kuala Lumpur, setelah jalan menuju Gedung Parlemen diblokir polisi.
Media lokal The Star mengungkapkan anggota dewan tersebut mencoba berjalan kaki ke parlemen yang berjarak sekitar dua kilometer dari Merdeka Square, tetapi dihentikan oleh polisi.
Anwar mencoba bernegosiasi dengan polisi agar diizinkan bergerak ke Gedung Parlemen, sambil beberapa anggota dewan menyerukan “hidup rakyat, panjang umur raja”.
Anwar kemudian menyampaikan pidato singkat dan kelompok tersebut membubarkan diri dengan damai sekitar pukul 11.00 waktu setempat.
Aparat kepolisian dikerahkan di sepanjang jalan menuju gedung parlemen Malaysia. Para politikus juga dilarang memasuki gedung oleh polisi antihuru-hara yang berjaga di depan kompleks parlemen.
“Muhyiddin sebagai perdana menteri telah lengser hari ini,” pungkas pemimpin koalisi oposisi pemerintah Malaysia, Anwar Ibrahim, dalam pidatonya di depan gedung parlemen seperti dilansir Reuters.
Anwar Ibrahim mengatakan seluruh 107 anggota parlemen oposisi bersatu mencari cara melengserkan Muhyiddin karena diduga melanggar konstitusi negara dengan melangkahi kewenangan raja.
Pemerintahan Kabinet Muhyiddin semakin berada di ujung tanduk setelah berselisih dengan Raja Malaysia, Yang di-Pertuan Agong Sultan Abdullah Ahmad Shah, akibat pemberlakuan status darurat nasional pandemi Covid-19.
Kisruh penerapan status darurat berlangsung ketika salah satu menteri Muhyiddin mengumumkan pemerintah tidak akan memperpanjang status darurat Covid-19 yang akan berakhir pada 1 Agustus mendatang.
Padahal keputusan perpanjangan dan pencabutan status darurat adalah wewenang raja. Raja Malaysia, Yang di-Pertuan Agong Sultan Abdullah Ahmad Shah, merasa tersinggung dan dalam pernyataannya menganggap belum memutuskan menyetujui atau tidak rencana pemerintah mencabut status darurat tersebut.
“Hanya melalui cara ini, gejolak politik yang berkepanjangan ini dapat berakhir dan fokus dapat sepenuhnya diberikan dalam upaya menyelesaikan krisis kesehatan, ekonomi, dan sosial yang dihadapi negara ini sejak 17 bulan lalu,” jelas mantan PM Malaysia, Mahathir Mohamad, dalam pernyataannya.
Rapat Khusus Parlemen Dibatalkan, Dalih Kasus Covid-19
Sementara itu, pemerintahan Muhyiddin beralasan menunda sesi rapat parlemen hari ini setelah beberapa pejabat legislatif terinfeksi Covid-19.
Wakil Perdana Menteri Malaysia, Ismail Sabri Yaakob, membantah bahwa penundaan rapat disebabkan alasan politik. Ia berkeras penundaan rapat parlemen diputuskan berdasarkan pertimbangan kesehatan.
Kementerian Kesehatan Malaysia menganjurkan rapat parlemen dan pertemuan lainnya ditunda hingga dua pekan ke depan.
Menteri Kesehatan Malaysia, Noor Hisham Abdullah, mengatakan anjuran itu dibuat berdasarkan penilaian risiko kesehatan dan demi mencegah penularan Covid-19 di parlemen.
Status Darurat Nasional
Raja Malaysia menerapkan status darurat Covid-19 sejak 12 Januari lalu setelah mendapat masukan dari Muhyiddin. Saat itu, Muhyiddin berpendapat status darurat diperlukan untuk meredam penularan virus corona.
Deklarasi status darurat memberikan Muhyiddin kewenangan untuk menghentikan masa sidang parlemen (reses). Dengan begitu, Muhyiddin dapat menerapkan kebijakan penanganan pandemi tanpa harus mendapat persetujuan legislatif.
Saat awal pandemi, kabinet Muhyiddin dinilai berhasil menekan penyebaran dan laju infeksi Covid-19, salah satunya dengan menerapkan penguncian wilayah (lockdown) pada Maret tahun lalu. Saat itu, laju infeksi harian corona dapat ditekan.
Akan tetapi, setelah menerapkan serangkaian pelonggaran, Malaysia kembali didera gelombang baru penularan Covid-19 yang diperparah dengan penyebaran varian Delta corona yang lebih menular.
Muhyiddin menerapkan lockdown lebih ketat pada 1 Juni hingga hari ini. Namun, terlepas dari lockdown dan status darurat, penularan Covid-19 Malaysia semakin buruk dan memicu kemarahan publik.
Situasi pandemi yang terus memburuk ini pun memicu amarah publik, terutama kelompok oposisi pemerintah di parlemen hingga membuat kepemimpinan Muhyiddin kembali terancam.
Hal ini diperkuat dengan langkat partai politik terbesar Malaysia, UMNO, yang memutuskan menarik diri dan dukungan terhadap koalisi pemerintah, salah satu alasannya karena pemerintahan Muhyiddin dinilai gagal menangani pandemi Covid-19.
Bahkan UMNO mendesak PM Muhyiddin mundur, dengan santernya opini publik terkait kegagalan kebijakan kabinet serta makin ramainya desakan oposisi Malaysia, posisi PM Muhyiddin dan kabinetnya memang nampak berada dalam situasi pelik.[Reuters/ Anadolu/The Star]