ISLAMTODAY ID-Artikel ini ditulis oleh Shereena Qazi, Produser Senior di TRT World dengan judul Taliban claims it wants inclusive government, not a ‘monopoly’ on power.
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan TRT World, juru bicara Taliban Suhail Shaheen mengatakan bahwa para pemimpin kelompok bersenjata itu sedang dalam pembicaraan dengan para politisi Afghanistan dalam upaya membentuk “pemerintahan yang inklusif”.
Kelompok Taliban yang menguasai Afghanistan pada hari Ahad (15/8), setelah hampir 20 tahun digulingkan oleh koalisi militer AS, sedang bekerja untuk membentuk pemerintahan yang inklusif dan Islami ungkap seorang juru bicara kelompok itu.
“Kami sedang bekerja untuk mendirikan pemerintahan inklusif yang berarti kami tidak percaya atau menginginkan monopoli kekuasaan,” ujar Suhail Shaheen kepada TRT World, seperti dilansir dari TRTWorld, Rabu (18/8).
“Kami ingin warga Afghanistan dari semua etnis bersatu dan menjadi bagian dari pemerintah karena sekarang adalah waktu untuk membangun Afghanistan setelah pasukan asing pergi.”
Pada hari Rabu (18/8), seorang komandan Taliban dan pemimpin senior kelompok bersenjata Jaringan Haqqani, Anas Haqqani, bertemu dengan mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai untuk melakukan pembicaraan.
Utusan perdamaian utama pemerintah lama, Abdullah Abdullah, juga hadir dalam pertemuan itu, menurut sumber-sumber Taliban yang tidak ingin disebutkan namanya.
Shaheen tidak merinci apa arti kerangka kerja pemerintah inklusif itu karena pembicaraan masih berlangsung.
Taliban bersikeras ingin membangun sistem damai dalam kerangka nilai-nilai Islam.
“Setiap warga Afghanistan akan dilindungi,” ungkapnya.
Ketika ditanya apakah hak untuk berkumpul atau protes politik akan dilindungi, Shaheen menjawab secara diplomatis dengan, “semuanya dimulai dari awal sekarang. Jadi tentu saja, kerangka kerja baru akan dibuat, dengan mengingat hak dasar rakyat untuk berkumpul dan protes. ”
Sementara itu, pada hari Rabu (18/8), Mullah Abdul Ghani Baradar telah kembali ke Afghanistan untuk pertama kalinya dalam lebih dari 10 tahun.
Pertemuan tersebut merupakan pembicaraan dengan para pemimpin Afghanistan dan untuk mengamankan komitmen jangka panjang dari masyarakat internasional.
Untuk diketahui, Baradar ditangkap pada 2010, tetapi dibebaskan dari penjara pada tahun 2018 atas permintaan pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump sehingga ia dapat berpartisipasi dalam pembicaraan damai.
Hak Minoritas, Perempuan
Hazara, adalah etnis minoritas yang selama beberapa dekade menjadi sasaran kelompok bersenjata, termasuk Taliban dan Daesh, karena etnis dan keyakinan agama mereka.
Sebagian besar Hazara adalah Muslim Syiah, yang telah menghadapi penganiayaan dan kekerasan selama beberapa dekade, termasuk serangan baru-baru ini di rumah sakit bersalin dan sekolah perempuan.
Shaheen mengatakan kepada TRT World bahwa mereka akan memastikan perlindungan komunitas untuk memastikan tidak ada serangan terhadap komunitas Hazara.
“Kami berjanji untuk melindungi minoritas Hazara di Afghanistan, mereka orang Afghanistan, mereka akan membantu membentuk masa depan negara ini,” ujar Shaheen.
“Kami tidak ingin ada pertumpahan darah lagi dan inilah mengapa kami memutuskan untuk berbicara, menyatukan semua pihak.”
Sementara itu, pada hari Selasa, kelompok bersenjata menawarkan amnesti kepada semua orang dan bersumpah tidak ada pembalasan terhadap lawan, menghormati hak-hak perempuan, minoritas dan orang asing.
Kelompok Taliban tidak menjelaskan secara rinci tentang bagaimana mereka akan memerintah negara itu tetapi telah menyarankan sikap yang lebih lembut daripada selama pemerintahan mereka dari tahun 1996 hingga tahun 2001.
Kelompok bersenjata menerapkan interpretasi radikal Islam selama pemerintahan mereka, di mana perempuan tidak bisa bekerja dan anak perempuan tidak diizinkan untuk bersekolah.
Perempuan harus menutupi wajah mereka dan ditemani oleh kerabat laki-laki jika mereka meninggalkan rumah mereka.
Mereka juga melarang olahraga dan kegiatan seperti musik, televisi, dan bioskop.
Namun, pada hari kedua pengambilalihan Taliban, seorang jurnalis perempuan TOLONews, Beheshta Arghand, mewawancarai perwakilan senior Taliban Abdul Haq Hammad di udara.
Langkah ini menjadi pemandangan yang tak terbayangkan saat pemerintahan Taliban puluhan tahun lalu.
Kelompok bersenjata juga mendorong perempuan untuk kembali bekerja dan mengizinkan anak perempuan kembali ke sekolah.
Tetapi banyak orang Afghanistan yang skeptis dan khawatir mengatakan bahwa Taliban tidak dapat dipercaya.
Menanggapi kekhawatiran rakyat Afghanistan, Shaheen mengatakan bahwa mereka tidak ingin lagi kehancuran negara dan pertumpahan darah.
“Inilah mengapa kami memilih untuk bernegosiasi, melakukan dialog untuk menyatukan semua orang dan berada di halaman yang sama sebelum kami mengumumkan pemerintahan baru,” ujarnya.
“Semua pihak telah belajar dari kesalahan masa lalu mereka, kami berjanji negara akan melihat perdamaian dan kemakmuran dalam waktu dekat.”
(Resa/TRTWorld)