ISLAMTODAY ID-China dan India telah menghadapi krisis energi yang serius ketika ekonomi kedua negara Asia itu berjuang untuk pulih dari krisis yang ditimbulkan oleh pandemi virus corona.
China dan India, dua ekonomi terbesar di Asia, telah menderita krisis energi yang memburuk karena pasar saham dan obligasi global goyah di tengah kekhawatiran bahwa kenaikan biaya energi akan menghambat pemulihan ekonomi dari pandemi virus corona.
Harga listrik mencapai rekor tertinggi dalam beberapa pekan terakhir, didorong oleh kekurangan di Asia dan Eropa, dengan krisis energi di China diperkirakan akan mempengaruhi ekonomi terbesar kedua di dunia dan eksportir utama.
Beijing memutuskan untuk mengizinkan pembangkit listrik tenaga batu bara untuk meneruskan biaya pembangkitan yang tinggi ke beberapa pengguna akhir melalui harga listrik yang didorong oleh pasar.
Bersamaan dengan meroketnya harga energi, hujan lebat dan banjir menghancurkan tambang batu bara di provinsi Shanxi, China utara.
Selain itu, setidaknya 60 tambang batu bara ditutup sementara di provinsi Shanxi pada akhir pekan karena bencana tersebut.
Krisis Energi di India
Sementara itu, India juga menghadapi krisis listrik yang semakin dalam karena stok pembangkit listrik tenaga batu bara menurun ke tingkat yang tidak terduga.
Lebih lanjut, beberapa negara bagian di seluruh negeri mulai memperingatkan kemungkinan pemadaman listrik.
India adalah produsen batu bara terbesar kedua di dunia, dengan cadangan terbesar keempat, tetapi lonjakan tajam dalam permintaan listrik yang telah melampaui tingkat pra-pandemi di ekonomi terbesar ketiga di Asia itu berarti pasokan Batubara India yang dikelola negara tidak lagi mencukupi.
Pasokan batu bara ke pembangkit listrik termal hampir habis.
Menurut otoritas listrik pusat India, hampir 80 persen pembangkit listrik yang mengubah panas dari batu bara menjadi listrik, berada dalam tahap “superkritis” atau kritis yang berarti stok bisa habis dalam waktu kurang dari lima hari.
Negara bagian Rajasthan, Jharkhand, dan Bihar di negara itu telah mengalami pemadaman listrik, hingga 14 jam belakangan ini.
Negara bagian Maharashtra menutup 13 pembangkit listrik termal sementara tiga pembangkit listrik di Punjab menghentikan pembangkit listrik.
Apa Penyebab Utama Krisis?
Ketika ekonomi dunia muncul dari pandemi, pasokan listrik mulai berkurang dibandingkan dengan permintaan yang meningkat.
Upaya transformasi dari pembangkit batubara ke sumber terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi telah menyebabkan kerentanan bagi banyak negara dengan penutupan pembangkit batubara dan stok gas turun di bawah tingkat pra-pandemi.
Upaya pengurangan emisi karbon menyebabkan penutupan ratusan tambang batu bara di China.
Selain itu, pasokan batubara di dalam negeri dan dari luar negeri dibatasi karena berbagai alasan.
Hujan minggu lalu menghantam dua pusat penambangan batu bara China yang penting yang semakin memperburuk situasi di negara itu.
Harga batu bara yang digunakan di pembangkit termal untuk menghasilkan listrik telah meningkat karena kontrak berjangka naik 11 persen di Zhengzhou Commodity Exchange dengan mencapai USD 234 per metrik ton.
Pada hari Senin (11/10), harga naik delapan persen.
Produsen batu bara milik negara India itu dituduh tidak menimbun jumlah yang cukup untuk memenuhi prediksi kebutuhan energi, karena pembukaan kembali ekonomi.
“Krisis saat ini tidak dimanifestasikan oleh kekurangan kapasitas penambangan batubara, tetapi lebih disebabkan karena kejelian, perencanaan dan stocking batubara oleh pembangkit listrik dan regulator energi di dalam negeri,” ujar Sunil Dahiya dari Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih kepada Guardian, seperti dilansir dari TRTWorld, Rabu (13/11).
Sementara itu, hujan monsun yang deras dipandang sebagai faktor lain yang mengurangi penambangan batubara domestik dengan menyebabkan banjir dan mencegah penambangan.
India saat ini memenuhi sekitar 70 persen kebutuhan listriknya dari batu bara.
(Resa/The Guardian/TRTWorld)