ISLAMTODAY ID-Polisi Aljazair menangkap 17 anggota kelompok separatis pada hari Rabu (13/10) dan mengklaim mereka merencanakan serangan bersenjata dengan bantuan Israel.
Menurut Ennahar TV yang berbasis di Bir Mourad Ras, mereka yang ditangkap adalah anggota Gerakan Penentuan Nasib Sendiri Kabylie (MAK), sebuah kelompok separatis Imazighen yang mencari pemerintahan sendiri untuk wilayah Kabylie di pegunungan Tell Atlas Aljazair.
“Mereka didakwa dengan tindakan kriminal yang menargetkan keamanan dalam negeri,” ungkap Ennahar TV, seperti dilansir dari Sputniknews, Kamis (14/10).
Outlet berita mencatat bahwa polisi telah menyita senjata dan selebaran agitasi politik dalam serangan itu, serta dokumen yang menunjukkan kontak terus menerus dengan “entitas Zionis,” atau Israel.
Organisasi tersebut juga menjadi sasaran penggerebekan pada pertengahan September setelah disalahkan atas serangkaian kebakaran hutan di Kabylie yang menewaskan puluhan orang.
Pada saat itu, Aljazair menuduh Maroko mendorong separatis dan membantu memicu kebakaran, dan memutuskan hubungan diplomatik dengan tetangga baratnya.
Pada Mei 2020, MAK yang berbasis di Paris dan kelompok lain yang berbasis di London, Rachad, dilarang oleh pemerintah Aljazair.
Labih lanjut, pemerintah Aljazair menyatakan entitas teroris di bawah undang-undang baru yang menghukum orang Aljazair di luar negeri karena bergabung dengan kelompok apa pun yang “merusak kepentingan negara”.
Pada tahun 2011, beberapa mantan anggota senior MAK mengklaim bahwa kelompok tersebut menerima tunjangan bulanan dari pemerintah Maroko sebesar €250.000.
Pada Mei 2021, beberapa anggota kelompok tersebut juga ditangkap dan dituduh tertangkap menanam bom mobil.
Setelah Maroko menormalkan hubungan dengan Israel pada Desember 2020, menjadi negara Arab keempat yang melakukannya tahun itu, pemerintah Aljazair bergerak untuk melarang pembicaraan tentang pembicaraan damai dengan Israel.
Seperti negara-negara Arab lainnya, Aljazair adalah penandatangan Perjanjian Khartoum 1967, di mana para pemimpin Arab berjanji untuk berpegang pada “tiga tidak” mengenai Israel setelah Perang Enam Hari yang menghancurkan: tidak ada perdamaian, tidak ada pengakuan, dan tidak ada negosiasi.
Sejak itu, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko telah melanggar perjanjian itu.
Sementara itu, Tunisia melakukan langkah serupa ke Aljazair setelah perang 11 hari Israel di Gaza, yang menewaskan 256 orang Palestina dan 13 orang Israel.
(Resa/Sputniknews/Ennahar TV)