ISLAMTODAY — Strategi “pencegahan terpadu” pemerintahan Biden terhadap China telah mendapatkan momentum dalam beberapa bulan terakhir.
Tak lain ini terjadi karena AS melakukan lebih banyak kerja sama militer dan perluasan latihan angkatan laut dengan sekutu regional utama dan mitra strategis.
Bulan ini saja AS telah melakukan dua latihan besar dengan sekutunya di Indo-Pasifik.
Pertama adalah latihan angkatan laut antara regu tempur kapal induk AS dan Kapal Induk 21 Inggris (CSG21), bersama dengan kapal perang dek besar Jepang, di perairan lepas pantai prefektur Okinawa Jepang.
Seminggu kemudian, AS memulai fase kedua dari latihan besar-besaran Malabar 2021 dengan sesama kekuatan Dialog Keamanan Segiempat (Quad) Australia, India dan Jepang di Teluk Benggala.
Tak lama setelah itu, Filipina, sekutu perjanjian AS, juga mengumumkan pemulihan latihan bersama Balikatan ‘skala penuh’, dengan ribuan tentara dari kedua belah pihak diperkirakan akan ambil bagian dalam latihan perang besar ini.
Keputusan itu datang hanya beberapa bulan setelah kedua belah pihak memulihkan Perjanjian Pasukan Kunjungan (VFA).
Menjelang peringatan 70 tahun Perjanjian Pertahanan Bersama Filipina-AS, perjanjian itu menandakan kerja sama keamanan maritim yang lebih dalam mengingat meningkatnya ketegangan antara China dan Filipina.
Konsep “Pencegahan Terpadu” AS
Konsep “pencegahan terpadu” telah menjadi wacana strategis arus utama setelah pidato penting Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin di Singapura awal tahun ini.
Kepala pertahanan AS itu telah mengangkat konsep ini selama kunjungannya ke Komando Indo-Pasifik AS (INDOPACOM) di Hawaii pada bulan April.
“Sepanjang sejarah Amerika, pencegahan berarti memperbaiki kebenaran dasar di dalam pikiran musuh potensial kita: Dan kebenaran itu adalah bahwa biaya dan risiko agresi tidak sesuai dengan manfaat apa pun yang dapat dibayangkan,” kata Austin, menekankan sifat perang yang berubah dan tantangan strategis di abad ke-21.
“Untuk memperjelasnya hari ini, kami akan menggunakan kemampuan yang ada, dan membangun yang baru, dan menggunakan semuanya dengan cara berjejaring – bergandengan tangan dengan sekutu dan mitra kami,” tambahnya.
Ia lalu Menekankan bahwa “pencegahan masih bertumpu pada logika yang sama – tetapi sekarang mencakup banyak bidang, yang semuanya harus dikuasai untuk memastikan keamanan kita di abad ke-21.”
Dalam beberapa bulan terakhir, pejabat tinggi Pentagon lainnya telah menjelaskan lebih lanjut tentang doktrin pertahanan Amerika yang baru, hal itu mengingat kemampuan militer China yang berkembang pesat.
Melissa Dalton, asisten menteri pertahanan untuk strategi, rencana dan kemampuan, menjelaskan, “pencegahan terpadu” didasarkan pada asumsi bahwa AS tidak bisa lagi hanya bergantung pada kekuatan militernya sendiri untuk mencegah musuh menyerang.
“Musuh menekan untuk mendapatkan keuntungan di banyak bidang, dan departemen kami memerlukan pendekatan yang berbeda – pendekatan yang membutuhkan integrasi yang lebih dalam dengan sekutu, mitra, dan instrumen kekuatan nasional lainnya,” Ungkapnya selama dialog di Air Force Association.
Sementara itu, Gregory M Kausner, wakil menteri pertahanan untuk akuisisi dan keberlanjutan AS, menekankan bahwa “pencegahan terpadu” bergantung pada perpaduan yang tepat antara teknologi, konsep operasional, dan kemampuan yang saling terjalin bersama dan berjejaring dengan cara yang kredibel, dan fleksibel.
Serta tentunya harus begitu tangguh sehingga akan membuat musuh berhenti melakukan penyerangan ataupun provokasi.
Ia menggarisbawahi pentingnya proyeksi kekuatan proaktif dan kerjasama di berbagai bidang, yang disatukan dengan sekutu dan mitra, dan dibentengi oleh semua instrumen kekuatan nasional milik masing masing negara.
Latihan Militer Angkatan Laut Strategi Utama Dalam Konsep “Pencegahan Terpadu”
Kesepakatan kapal selam nuklir AUKUS (Australia, Inggris, dan AS) yang kontroversial jelas hanya puncak gunung es dari strategi “pencegahan terpadu” ini.
Hal itu karena pemerintahan Biden telah menggandakan kerja sama pertahanan berisiko tinggi dengan sekutu dan mitra lainnya di Indo-Pasifik.
Pada awal Oktober, Angkatan Laut AS bergabung dengan Angkatan Laut Kerajaan Inggris, Angkatan Laut Bela Diri Jepang, Angkatan Laut Kerajaan Kanada, Angkatan Laut Kerajaan Selandia Baru dan Angkatan Laut Kerajaan Belanda dalam latihan multinasional skala besar di lepas pantai Jepang.
“Selain dua kelompok kapal induk Angkatan Laut AS, saya merasa sangat terhormat untuk dapat berlatih dengan kelompok kapal induk paling canggih Angkatan Laut Kerajaan, yang merupakan pengalaman yang sangat berharga,”
kata komandan JMSDF Escort Flotilla 2 Laksamana Muda Konno Yasushige dalam sebuah pernyataan.
“Pelatihan yang menyatukan tiga CSG ini mewujudkan keinginan kuat negara-negara peserta untuk mewujudkan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. JMSDF akan bekerja sama dengan angkatan laut yang bersekutu dan bersahabat, yang memiliki tujuan yang sama, untuk menanggapi tantangan global dan mempertahankan ketertiban maritim berdasarkan aturan hukum, ”tambahnya
Lalu setelah itu AS mengadakan Latihan Malabar Tahap II dengan kekuatan Quad lainnya di Teluk Benggala, setelah menyelesaikan tahap pertama latihan di dekat Guam awal tahun ini.
Latihan Quad bulan ini menampilkan, antara lain, pelatihan perang anti-kapal selam, latihan meriam permukaan, operasi helikopter dan sejumlah latihan lain yang bertujuan untuk mengintegrasikan operasi keamanan maritim di antara empat kekuatan angkatan laut di Samudra Hindia.
Pentagon mengerahkan US Carrier Strike Group (CSG) 1, yang terdiri dari kapal induk USS Carl Vinson, kapal perusak rudal kelas Arleigh Burke USS Stockdale dan pesawat patroli dan pengintai maritim 8A Poseidon.
Angkatan Laut India, pada bagiannya, mengerahkan perusak rudal berpemandu kelas Rajput INS Ranvijay, fregat siluman multi-peran kelas Shivalik INS Satpura dan pesawat patroli dan pengintai maritim P-8I.
Mereka bergabung dengan kapal perusak operasi multiguna kelas Izumo JMSDF JS Kaga dan kapal perusak kelas Murasame JS Murasame milik Jepang serta fregat kelas Anzac Angkatan Laut Australia HMAS Ballarat dan HMAS Sirius.
“Kunjungan ke Carl Vinson selama Malabar ini merupakan kesempatan penting untuk melihat secara langsung integrasi antara kedua angkatan laut kami di laut,” kata Laksamana Angkatan Laut AS Michael Gilday.
Ia juga menekankan bagaimana “angkatan laut kami terus berlatih bersama, seperti yang kita lakukan sekarang bersama angkatan laut Jepang dan Australia, tidak diragukan lagi kemitraan kita akan terus tumbuh.
“Kerja sama ini mempromosikan kebebasan dan perdamaian, dan mencegah pemaksaan, intimidasi dan agresi.”
Filipina Sekutu Penting Dalam Strategi “Pencegahan Terpadu”
Sebagai negara penuntut langsung di Laut Cina Selatan dan sekutu AS yang berusia seabad, Filipina juga merupakan simpul penting dalam strategi “pencegahan terpadu” AS.
Hingga tahun 2019, kedua sekutu tersebut telah melakukan sebanyak 280 kegiatan pertahanan bilateral, terbanyak di antara semua mitra INDOPACOM.
Tetapi tahun berikutnya, Presiden Filipina yang bersahabat dengan Beijing, Rodrigo Duterte, untuk sementara membatalkan perjanjian dengan AS, yang akhirnya mengakhiri kerjasama latihan pertahanan bilateral skala besar, termasuk Balikatan.
Ditambah dengan pandemi Covid-19 presiden Filipina mengancam akan menghentikan 318 kegiatan militer yang dijadwalkan antara AS dan Filipina.
Namun itu semua berubah saat China dan Filipina tak akur dan dengan Duterte memasuki bulan-bulan terakhir di kantornya, Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) dengan bersemangat memulihkan hubungan pertahanan dengan Pentagon.
“Kami telah menyusun sejumlah kegiatan yang akan semakin memperkuat hubungan bilateral antara kedua militer kami dan seperti yang disebutkan, kami akan melakukan Balikatan skala penuh tahun depan,” kata Kepala Staf AFP yang baru Jenderal Jose Faustino Jr pada 14 Oktober.
Panglima militer Filipina itu mengumumkan bahwa hingga 300 kegiatan pertahanan bersama dijadwalkan untuk tahun depan.
Bila kita lihat kembali pada tahun 2019, latihan angkatan laut Balikatan menampilkan latihan amfibi, yang melibatkan sebanyak 4.000 tentara Filipina bergabung dengan 3.500 tentara Amerika dan 50 tentara Australia.
Tahun depan kemungkinan kita akan melihat latihan skala besar yang serupa, terutama karena kedua sekutu sepakat untuk sepenuhnya menerapkan kesepakatan pertahanan bilateral utama, termasuk Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan, dan mengejar kerangka kerja pertahanan baru yang fokus pada keamanan maritim dengan latar belakang perang sengketa Laut Cina Selatan.
“Saya optimis bahwa aliansi kami akan terus kuat mengingat tantangan keamanan b yang dihadapi negara kami. Bagaimanapun, kami memiliki tujuan yang sama untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan ini,” tambah panglima militer Filipina itu. (Rasya)