ISLAMTODAY ID-Menyusul kerusuhan musim panas, otoritas Kuba menuding AS karena berusaha menggulingkan pemerintah komunis dan menimbulkan ketidakstabilan di negara itu.
Pemerintah Kuba mengatakan bahwa keputusan untuk melarang demonstrasi oposisi tidak akan merusak citranya dan menuduh Amerika Serikat dan kelompok anti-Castro di Florida menghasut pawai yang direncanakan minggu depan.
“Realitas adalah apa yang menentukan citra,” ujar Menteri Luar Negeri Kuba Bruno Rodriguez kepada media ketika ditanya tentang protes yang telah diselenggarakan dan dibahas secara luas di media sosial.
Pawai protes yang dijadwalkan Senin (15/11) akan bertepatan dengan pembukaan kembali negara itu setelah 20 bulan dikunci karena pandemi virus corona dan dengan peringatan 502 berdirinya Havana.
“Jejaring sosial adalah medan yang rumit, di mana bersama dengan pengetahuan dan kebenaran, banyak kebohongan dan berita palsu tersebar,” ungkap Rodríguez, seperti dilansir dari TRTWorld, Kamis (11/11).
“Saya yakin tidak mungkin untuk menjelekkan atau mengisolasi Kuba secara internasional.”
Protes ini direncanakan oleh inisiatif Archipielago (Archipelago) Facebook.
Penyelenggara meminta izin untuk mengadakan pawai tetapi ditolak dan sekarang mendesak orang untuk turun ke jalan.
Kementerian Luar Negeri memanggil ratusan diplomat asing ke pertemuan Rabu (10/11) dan menuduh pemerintah AS menghasut protes sebagai bagian dari rencana untuk mengacaukan negara.
Pemerintah sosialis bermaksud mencegah terulangnya protes jalanan terbesar dalam dua dekade yang mengejutkan para pejabat pada bulan Juli.
Mereka menyalahkan kerusuhan itu sebagian pada sanksi ekonomi AS dan musuh yang berbasis di AS.
“Kami sama sekali tidak akan membiarkan agresi permanen Amerika Serikat … untuk menghasilkan kondisi subversi internal … untuk merusak partai,” ujar Rodriguez kepada para diplomat.
Mulai Senin, Kuba akan mencabut sebagian besar pembatasan penerbangan komersial, kehadiran di sekolah, transportasi, restoran, dan toko.
Kasus virus corona harian telah menurun drastis dalam beberapa pekan terakhir berkat program vaksinasi massal.
Rodriguez menyebut protes yang direncanakan sebagai “operasi” oleh pemerintah dan pejabat Amerika Serikat untuk menghapus sistem Kuba.
Dia mengatakan sanksi AS terhadap Kuba berusaha untuk mencekik pulau itu, menghasilkan protes sosial dan menciptakan citra “negara gagal.”
Tidak ada diplomat AS yang menghadiri pertemuan itu.
Kedutaan Besar AS telah dibuka sejak tahun 2015, tetapi operasinya berkurang tajam selama pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Pada hari Selasa (9/11) , juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price tweeted: “Generasi baru bergabung dengan aktivis hak asasi manusia Kuba dan memohon pemerintah mereka untuk menghormati hak asasi manusia. Pada 15 November, pemerintah Kuba dapat membuat pilihan yang tepat – untuk mendengarkan rakyatnya saat mereka berbaris dengan damai agar suara mereka didengar.”
Grup Archipelago dipimpin oleh penulis drama Yunior Garcia Aguilera, yang membantah menerima pendanaan atau arahan dari luar Kuba.
Dia mengatakan pawai itu dimaksudkan untuk damai dan menuntut pihak berwenang membebaskan orang-orang yang ditangkap pada 11 dan 12 Juli dan memberikan lebih banyak hak asasi manusia.
Ribuan orang Kuba turun ke jalan pada bulan Juli memprotes pemadaman listrik, kekurangan, harga tinggi dan antrean panjang dan mencela pemerintah.
Pemerintah belum mengatakan berapa banyak yang ditahan, tetapi beberapa kelompok hak asasi manusia mengatakan ratusan orang ditangkap atau hilang setelah ambil bagian.
(Resa/TRTWorld)