ISLAMTODAY ID-Investigasi CNN menemukan bukti lubang pembakaran yang mengarah ke kerajaan yang memproduksi senjata balistiknya sendiri.
Investigasi baru menemukan bahwa Arab Saudi sedang membangun rudal balistiknya sendiri dengan bantuan China, menurut citra satelit dan intelijen AS.
Eksklusif CNN tentang langkah Arab Saudi itu terungkap setelah citra satelit menunjukkan bahwa kerajaan itu memproduksi senjata setidaknya di satu lokasi.
Gambar-gambar tersebut mengungkapkan operasi pembakaran yang terjadi di sebuah fasilitas di dekat Dawadmi, yang merupakan bukti bahwa mereka membuang produksi rudal yang berlebihan.
Ketika ditanya tentang transfer teknologi rudal balistik sensitif baru-baru ini antara China dan Arab Saudi, juru bicara Kementerian Luar Negeri China mengatakan kepada CNN bahwa kedua negara adalah “mitra strategis yang komprehensif” dan “telah mempertahankan kerja sama yang bersahabat di semua bidang, termasuk di bidang perdagangan militer”.
“Kerja sama semacam itu tidak melanggar hukum internasional dan tidak melibatkan proliferasi senjata pemusnah massal,” ujar pernyataan itu kepada CNN, seperti dilansir dari MEE, Kamis (23/12).
Importir Senjata Terbesar
Arab Saudi adalah importir senjata tunggal terbesar di dunia dan diketahui telah membeli senjata dari China di masa lalu, tetapi sampai sekarang tidak pernah dapat membangunnya sendiri.
Pada bulan Maret, sebuah laporan oleh Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (Sipri) menemukan bahwa Arab Saudi mengalami peningkatan 61 persen dalam impor senjata selama lima tahun terakhir.
Awal tahun ini, Riyadh mengumumkan akan menginvestasikan lebih dari USD 20 miliar di industri senjata domestiknya, dengan tujuan 2030 menghabiskan sekitar 50 persen anggaran militernya untuk sumber-sumber lokal.
Membangun lebih banyak sistem senjata secara lokal secara alami akan mengurangi kebutuhan Arab Saudi untuk mengimpor sebagian besar perangkat keras, amunisi, dan suku cadang militernya – seperti yang terjadi saat ini.
Arab Saudi sebelumnya berusaha membuat senjata dengan bantuan negara lain, sehingga sulit untuk mengidentifikasi sistem senjata mana yang sedang dibangun di fasilitas yang terlihat pada gambar satelit, ujar pakar senjata Jeffrey Lewis yang dikutip CNN.
Namun, upaya kerajaan untuk mengembangkan rudalnya sendiri dapat menyebabkan masalah yang lebih luas di kawasan itu, karena diskusi untuk membatasi teknologi rudal Iran oleh AS dan negara-negara Teluk lainnya mungkin terpengaruh.
Sementara itu, setiap tanggapan AS terhadap teknologi senjata yang sedang dikembangkan dapat diperumit oleh hubungan Washington dengan China.
Selain itu, berita itu juga muncul saat Senat AS mendukung penjualan rudal senilai USD 650 juta ke Riyadh awal bulan ini.
Rudal tersebut, termasuk 280 AIM-120C-7/C-8 Advanced Medium-Range Air-to-Air Missiles (AMRAAM) dan 596 LAU-128 Missile Rail Launchers (MRL), akan digunakan untuk mempersenjatai jet tempur selama perang yang sedang berlangsung di Yaman melawan Houthi.
Namun, kesepakatan rudal itu mendapat reaksi keras ketika senator AS menolaknya, mengutip keterlibatan negara itu dalam perang Yaman, di mana jutaan orang menghadapi kelaparan dan bergantung pada dukungan bantuan.
Sebuah laporan PBB yang diterbitkan pada bulan November memproyeksikan bahwa jumlah korban tewas akibat perang akan mencapai 377.000 pada akhir tahun 2021.
(Resa/MEE/CNN)