ISLAMTODAY ID-Aljazair akan menandatangani kesepakatan senjata besar dengan Rusia yang menjadikannya target potensial untuk sanksi AS selanjutnya.
Menurut sebuah laporan yang dirilis pada 31 Oktober oleh outlet berita Afrika yang berbasis di Prancis, Africa Intelligence, Aljazair akan menandatangani kesepakatan besar dengan Rusia yang akan memasok negara Afrika Utara tersebut dengan senjata senilai setidaknya $12 miliar atau Rp 187 Triliun.
Laporan tersebut menyatakan bahwa negosiasi saat ini sedang berlangsung, dan bahwa perjanjian tersebut akan mencakup kerangka kerja di mana Aljazair akan menerima persenjataan dan peralatan militer dari Moskow selama dekade berikutnya.
Ia menambahkan bahwa ini akan menjadi topik diskusi selama kunjungan mendatang Presiden Aljazair Abdelmajid Tebboune ke Moskow pada bulan Desember.
“Badan militer Aljazair sangat tertarik dengan kapal selam dan pesawat tempur Rusia, yaitu tipe Su-57, Su-34, dan Su-30,” ungkap Intelijen Afrika, seperti dilansir dari The Cradle, Senin (31/10).
Rusia juga ingin membeli sistem pertahanan udara S-400 dan Anti-4000 Moskow.
Negosiasi datang pada saat anggaran militer negara Afrika Utara berpotensi berlipat ganda, menandai lompatan 130 persen – menjadi $22,6 juta, dan menjadikannya anggaran militer tertinggi di benua itu.
Ini bukan kesepakatan senjata signifikan pertama antara kedua negara.
Pada tanggal 30 September, dua puluh tujuh anggota Kongres mengirim surat yang ditujukan kepada Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken menyerukan sanksi yang akan dikenakan terhadap Aljazair atas kesepakatan senjata dengan Rusia.
Perjanjian senjata tersebut, yang ditandatangani tahun lalu, dilaporkan bernilai sekitar $7 miliar dan termasuk penjualan pesawat tempur Su-57 Rusia ke Aljazair yang belum diberikan Moskow kepada negara lain.
Hubungan antara kedua negara telah menguat baru-baru ini. Pada 20 Oktober, Aljazair dan Rusia memulai latihan militer bersama selama empat hari di Laut Mediterania.
Mereka berdua juga telah bekerja untuk Aljazair agar akhirnya menjadi anggota kelompok ekonomi berkembang Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan (BRICS).
Untuk diketahui, BRICS menjadi alternatif yang menguntungkan dalam menghadapi sistem ekonomi dominasi AS, terutama bagi negara-negara yang terkena dampak negatif sanksi barat.
(Resa/The Cradle)