ISLAMTODAY ID-Bloomberg melaporkan pembicaraan Israel & Arab Saudi terkait militer bertujuan untuk menghadapi musuh regional yaitu Iran.
Lebih lanjut, laporan tersebut menyebutkan bahwa pejabat Israel dan Saudi mengadakan pertemuan menjelang kelompok kerja pertahanan dan keamanan baru-baru ini antara Amerika Serikat dan Dewan Kerjasama Teluk.
Diskusi tambahan diharapkan berlangsung di Praha bertepatan dengan Konferensi Keamanan Munich, yang dimulai Jumat, 17 Februari.
Sebagai sekutu penting AS di kawasan itu, Israel dan Arab Saudi telah lama bekerja sama, khususnya dalam perang untuk menggulingkan pemerintah Suriah yang dimulai pada 2011.
Kedua negara sekarang tampaknya semakin menuju normalisasi hubungan resmi.
Dalam pidatonya di Knesset sebagai calon pemimpin oposisi, Yair Lapid mengatakan bulan lalu telah meletakkan dasar bagi Arab Saudi untuk bergabung dengan Abraham Accords.
Untuk diketahui, perjanjian Abraham merupakan penyataan Israel yang menormalkan hubungan antara negara-negara Arab di UEA, Bahrain, dan Maroko.
“Jika pemerintah melanjutkan jalur ini, kemungkinan normalisasi dengan Arab Saudi akan tercapai dalam waktu singkat,” ungkap Lapid, seperti dilansir dari The Cradle, Ahad (19/2/2023).
Namun, kerja sama Israel-Saudi jarang diakui secara terbuka, mengingat ketidakpopuleran di kalangan publik Saudi atas penjajahan ilegal Israel yang sedang berlangsung dan pendudukan Palestina yang tetap menjadi hambatan untuk normalisasi penuh hubungan.
Para pemimpin Saudi telah menuntut normalisasi hubungan apa pun bergantung pada implementasi solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina.
Pada bulan Januari, diplomat top Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al-Saud menyatakan di sela-sela Forum Ekonomi Dunia di Davos bahwa, “Normalisasi sejati dan stabilitas sejati hanya akan terwujud melalui… memberi Palestina sebuah negara.”
Tuntutan Saudi berasal dari proposal tahun 2002 yang menawarkan Israel normalisasi penuh hubungan dengan semua anggota Liga Arab jika Israel setuju untuk menerapkan resolusi PBB yang relevan yang menyerukan solusi dua negara berdasarkan perbatasan tahun 1967 dan resolusi yang adil untuk masalah pengungsi Palestina.
Wartawan Nawaf Obaid dan Nimrod Novik baru-baru ini berargumen di Jerusalem Post bahwa setiap normalisasi formal hubungan dengan Israel sebelum negara Palestina didirikan dapat digunakan oleh Iran, Hamas, Hizbullah, dan organisasi perlawanan lainnya untuk melemahkan legitimasi monarki Saudi.
Mereka akan menuduh “Penjaga Dua Masjid Suci di Mekkah dan Madinah mengabaikan provokasi terhadap yang ketiga, di Yerusalem, dan mengabaikan aspirasi Palestina.”
Pada saat yang sama, para pemimpin Israel telah menolak setiap kemajuan menuju solusi dua negara, dan kolonisasi Tepi Barat telah dipercepat di bawah pemerintahan baru yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Lebih lanjut, Obaid dan Novik berpendapat bahwa klaim Netanyahu tentang “hak eksklusif Yahudi atas kedaulatan antara Sungai Yordan dan Laut Mediterania dan upaya mitra koalisi ekstremisnya untuk membangun supremasi Yahudi atas Al-Aqsa, hanyalah non-starter” untuk normalisasi formal dengan Arab Saudi.
(Resa/The Cradle)