ISLAMTODAY ID-Beberapa faksi perlawanan Irak telah bersumpah untuk tidak mematuhi perjanjian politik apa pun yang akan menghentikan operasi militer terhadap Washington.
Sekretaris Jenderal faksi perlawanan Asaib Ahl al-Haq di Irak, Qais Khazali, mengatakan dalam pidatonya pada 6 Mei bahwa kelompok tersebut telah melakukan 5.000 operasi militer terhadap pendudukan pasukan AS di negara tersebut.
Pidato tersebut merupakan peringatan 20 tahun kelompok perlawanan.
“Operasi melawan penjajah Amerika akan berlanjut di Irak,” ungkap pemimpin perlawanan itu, seraya menambahkan bahwa Asaib Ahl al-Haq setia pada prinsip dan cita-cita yang mendasari pendiriannya.
“Kami siap menjadi yang pertama menyerahkan hidup kami untuk Irak dan rakyatnya,” ujar Khazali, seperti dilansir dari The Cradle, Ahad (7/5/2023).
Dia menambahkan bahwa kelompoknya telah memainkan peran kunci dalam menjaga tempat-tempat suci dari kelompok Takfiri seperti ISIS yang kehadirannya di Irak merupakan akibat langsung dari invasi AS pada tahun 2003.
Sementara Washington mengklaim telah mengakhiri ‘kehadiran tempurnya’ di negara itu, ia mempertahankan peran ‘penasihat’ melalui 2.500 personel militer AS yang akan “tetap berada di Irak,” seperti yang dijanjikan oleh Menteri Pertahanan Lloyd Austin selama kunjungan ke Baghdad pada bulan Maret.
Menurut sebuah laporan baru-baru ini, yang mengutip juru bicara kelompok perlawanan Irak Kataib Sayyid al-Shuhada (KSS), perlawanan Irak telah menghentikan serangan terhadap pasukan AS untuk memberikan waktu kepada Perdana Menteri Mohammed Shia al-Sudani untuk “mengatur ulang urusan di kabinetnya” dan “menetapkan keputusan [politik] yang mengikat” menyerukan pemecatan semua pasukan asing.
Juru bicara menambahkan bahwa saat ini ada negosiasi dengan Sudani mengenai masalah tersebut.
Dia menekankan bahwa jika perdana menteri tidak mengusir Washington secara diplomatis, maka perlawanan akan dilakukan dengan paksa.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa ini telah menjadi alasan di balik ‘masa tenang’ di Irak, yang telah melihat faksi-faksi perlawanan menahan diri dari tindakan militer terhadap Washington sejak pemerintah Sudan dibentuk.
Namun, seorang pemimpin kelompok Harakat Hezbollah al-Nujaba, Nasr al-Shammari, baru-baru ini mengatakan: “Harakat Hezbollah al-Nujaba tidak mematuhi perjanjian politik apa pun yang mencakup gencatan senjata atau pengurangan ketegangan dengan pasukan pendudukan Amerika.”
“Posisi resmi kami mengenai pengerahan pasukan AS ke Irak tidak berubah sama sekali. Kami tegaskan sekali lagi bahwa pasukan pendudukan adalah target yang sah di Irak dan di tempat lain di seluruh kawasan Asia Barat selama mereka ada,” ungkapnya.
(Resa/The Cradle)