(IslamToday ID)—Presiden AS Joe Biden, yang membela Israel selama kunjungannya ke Tel Aviv, telah menjadi sasaran para pengunjuk rasa yang marah karena gencarnya pemboman Israel di Gaza yang terkepung.
Biden yang menyampaikan dukungan penuh AS kepada Israel secara langsung selama kunjungan solidaritas ke Tel Aviv pada hari Rabu (18/10/2023) menambah kemarahan yang terlihat di jalan-jalan di banyak negara.
Di Amman, sebuah tanda yang dikibarkan oleh seorang pengunjuk rasa yang menyebut Biden dan PM Israel Benjamin Netanyahu sebagai penjahat perang, bertuliskan: “Mitra dalam Kejahatan.”
“Hari ini, rakyat Yordania menyatakan bahwa Amerika adalah musuh, sama seperti musuh Israel,” ungkap aktivis politik Rania al Nimr, seperti dilansir dari TRTWorld, Kamis (19/10/2023).
“Tidak ada kedutaan Zionis di tanah Arab,” teriak para pengunjuk rasa di ibu kota Yordania setelah salat Dzuhur.
‘Joe Biden, Tak Tahu Malu’
Di kamp pengungsi Palestina Ein el Hilweh di Lebanon selatan, pengunjuk rasa membakar gambar Biden.
“Amerika adalah iblis, iblis yang sesungguhnya, karena mendukung Israel, dan kemudian seluruh dunia menjadi buta. Anda tidak melihat apa yang terjadi kemarin?” ungkap pengunjuk rasa Lebanon, Mohammed Taher.
Di Beirut, ribuan orang berkumpul untuk melakukan protes, mengibarkan bendera Hizbullah, Palestina dan Lebanon dan meneriakkan, “Matilah Amerika”.
Pejabat senior Hizbullah Hashem Safieddine mengatakan pada rapat umum tersebut bahwa kelompok tersebut “ribuan kali lebih kuat” dibandingkan sebelumnya dan AS, Israel, dan “negara Eropa yang jahat” harus berhati-hati.
Di Tokyo, pengunjuk rasa di luar kedutaan AS meneriakkan, “AS, Tak Tahu Malu” dan “Joe Biden, Tak Tahu Malu”
Pawai diadakan di seluruh Iran, dengan para demonstran membawa spanduk bertuliskan “Matilah Amerika” dan “Matilah Israel”.
“Setiap tetes darah warga Palestina yang tewas dalam perang ini, membawa rezim Zionis (Israel) semakin dekat dengan kejatuhannya,” ungkap Presiden Iran Ebrahim Raisi dalam pidato yang disiarkan televisi.
‘Ganyang Amerika’
Protes besar juga meletus di Tunisia dan Maroko, dengan para pengunjuk rasa marah atas serangan Israel terhadap rumah sakit di Gaza.
Para pengunjuk rasa berkumpul di luar Parlemen di Rabat meneriakkan “Ganyang Amerika” dan menuntut Maroko membatalkan keputusan tahun 2020 untuk menormalisasi hubungan dan memperdalam hubungan keamanan dengan Israel.
Di Tunis, pengunjuk rasa berkumpul di luar kedutaan besar Amerika dan Perancis untuk mengutuk dukungan negara-negara tersebut terhadap Israel dan menuntut agar duta besar mereka diusir dari Tunisia.
Demonstrasi tersebut termasuk yang terbesar sejak Arab Spring lebih dari satu dekade lalu, kata para pengamat.
Ezer Imeny, seorang mahasiswa Tunisia yang melakukan protes di luar kedutaan Perancis, mengatakan perang tersebut menunjukkan para penguasa di seluruh dunia, termasuk penguasa Arab, tidak memiliki otoritas moral.
“Palestina, kami bersamamu sampai mati,” ungkap Imeny. “Mata untuk mata.”
“Mereka (warga Palestina) tidak mempunyai makanan atau air, dan mereka dibom. Ini adalah genosida, bukan perang. Ini adalah kejahatan. Kita harus menemukan solusinya,” ungkap salah satu pengunjuk rasa, Ines Laswed.
Para pengunjuk rasa juga membakar bendera Israel dan Amerika dan menuntut pengusiran diplomat Amerika dan Perancis atas apa yang mereka sebut sebagai dukungan tanpa syarat terhadap Israel.
Di Irak, sekitar 300 orang dari milisi lokal melakukan protes di dekat jembatan yang mengarah ke Zona Hijau yang dibentengi, tempat kedutaan besar AS dan kantor perwakilan luar negeri lainnya berada.
“Rakyat Amerika harus tahu bahwa dukungan mereka terhadap teroris Israel akan membawa kekalahan dan kehancuran bagi mereka,” ungkap anggota milisi Said Ali Akbar sambil mengibarkan bendera Palestina.(res)