(IslamToday ID)—Grup Telekomunikasi Palestina, pada hari Kamis (15/11/2023) mengumumkan pemadaman total layanan komunikasi dan internet di Jalur Gaza karena menipisnya bahan bakar.
“Dengan menyesal kami mengumumkan bahwa semua layanan telekomunikasi di Jalur Gaza tidak dapat digunakan karena semua sumber energi yang menopang jaringan tersebut telah habis, dan bahan bakar tidak diperbolehkan masuk,” ungkap grup itu.
Dalam pernyataan terpisah, Ooredoo Palestine, perusahaan telekomunikasi lain yang beroperasi di Jalur Gaza, mengatakan: “Kami dengan menyesal mengumumkan kepada pelanggan dan komunitas kami penangguhan layanan kami di selatan dan beberapa wilayah utara Jalur Gaza karena berkurangnya pasokan bahan bakar.”
Awal bulan ini, Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi Palestina, Yitzhak Sidr, meminta Mesir untuk mengaktifkan layanan roaming dan mengoperasikan stasiun telekomunikasi di dekat perbatasan Gaza.
Terancam Kelaparan Akut
Selain itu, penduduk di Jalur Gaza juga menghadapi potensi kelaparan.
Bahkan pejabat Program Pangan Dunia (WFP) pada hari Kamis (15/11/2023) juga memberikan pernyataan yang senada.
“Dengan semakin dekatnya musim dingin dan tempat penampungan yang tidak aman dan penuh sesak serta kekurangan air bersih, masyarakat menghadapi kemungkinan kelaparan,” ungkap Abeer Etefa, juru bicara WFP untuk Timur Tengah dan Afrika Utara.
Etefa berbicara pada konferensi pers virtual PBB bersama Juliet Touma, Direktur Komunikasi di Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA), tentang situasi di daerah kantong Palestina.
Etefa memberi pengarahan kepada wartawan dari Kairo dan mengatakan warga Gaza menjadi semakin putus asa setiap hari dalam mencari roti dan makanan penting.
“Roti adalah salah satu bentuk kemewahan,” ujarnya, seperti dilansir dari MEMO, Kamis (16/11/2023).
“Kami sudah mulai melihat kasus dehidrasi dan malnutrisi, yang meningkat pesat dari hari ke hari,” ujarnya Etefa.
Dia juga menekankan bahwa dengan hanya 10 persen kebutuhan pasokan makanan dan minuman di Gaza sejak awal konflik ini, warga gaza kini menghadapi kesenjangan pangan yang sangat besar.
Ia menekankan, 2,2 juta warga, yang merupakan hampir seluruh penduduk Jalur Gaza, kini membutuhkan bantuan pangan.
“Produksi pangan hampir terhenti total,” ungkap Etefa.
Dia menambahkan bahwa bagi mereka yang cukup beruntung untuk menemukan makanan, “makanan ini mungkin termasuk makanan kaleng.”
Etefa menekankan untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat di Gaza, jumlah truk yang menyeberang dengan bantuan makanan perlu ditingkatkan.
“Tidak ada cara untuk memenuhi kebutuhan kelaparan saat ini dengan situasi saat ini. Kita harus memiliki ruang berbeda yang memungkinkan kita memiliki akses yang aman dan mengalirkan barang ke dalam Gaza.”
Runtuhnya rantai pasokan makanan adalah “bencana besar” dan situasi sebelum konflik sulit, namun sekarang menjadi “bencana,” katanya.
Bencana Karena Manusia
Touma mengatakan Gaza saat ini tampak seperti dilanda gempa bumi, “hanya saja gempa itu disebabkan oleh ulah manusia”.
“Hal ini sebenarnya bisa dihindari. Kita baru saja menyaksikan dalam seminggu terakhir, pengungsian terbesar warga Palestina sejak tahun 1948,” dia berkata.
Anak-anak di tempat penampungan memohon seteguk air dan sepotong roti, katanya. Mereka harus menunggu dua hingga tiga jam untuk ke kamar mandi.
“Semua ini membawa kita kembali ke abad pertengahan,” tambahnya.
Sampai saat ini, penjajah Israel telah melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas yang dilakukan kelompok Palestina, Hamas, pada 7 Oktober.
Setidaknya 11.500 warga Palestina telah terbunuh, termasuk lebih dari 7.800 wanita dan anak-anak, dan lebih dari 29.200 orang terluka, menurut angka terbaru dari pihak berwenang Palestina.
Sekelompok pakar PBB baru-baru ini memperingatkan bahwa warga Palestina “menghadapi risiko besar terjadinya genosida” ketika pemerintah Israel memberlakukan blokade total, memutus pasokan air, makanan, dan listrik ke Gaza.(res)